Bupati dan Wali Kota Cirebon Jadi Penjamin Pelaku Penganiayaan Dokter, Ada Apa?

Selasa, 29 Juni 2021 - 22:32 WIB
loading...
Bupati dan Wali Kota Cirebon Jadi Penjamin Pelaku Penganiayaan Dokter, Ada Apa?
Direktur KPN Adib Miftahul mempertanyakan langkah Bupati Cirebon Imron Rosyadi dan Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis jadi penjamin pelaku penganiayaan terhadap seorang dokter. Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
CIREBON - Direktur Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mempertanyakan Bupati Cirebon Imron Rosyadi dan Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis menjadi penjamin pelaku penganiayaan terhadap seorang dokter bernama Herry Nur Hendriyana.

Baca juga: Update, Korban Tewas KMP Yunice Bertambah Jadi 6 Penumpang

Donny Nauphar, pelaku penganiayaan diketahui merupakan Kepala Lab Fakultas Kedokteran Universitas Gunung Jati (FK UGJ) Cirebon. "Apa urgensinya kepala daerah menjadi penjamin pelaku penganiayaan?," tanya Adib saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (29/6).

Baca juga: KMP Yunice Tenggelam, Penumpang Loncat ke Laut Menyelamatkan Diri

Adib melihat ada kejanggalan, pasalnya dua kepala daerah tersebut mengatasnamakan sebagai Kepala Satgas COVID-19 Kabupaten dan Kota dalam surat permohonan perubahan status tahanan dari rutan menjadi tahanan kota pelaku penganiayaan.

“Saya kira aneh, sebetulnya kan pelaku bukan dokter, posisinya hanya kepala laboratorium yang bisa digantikan oleh siapa saja. Urgensinya di mana, kalau penjamin mengatasnamakan Satgas COVID-19, lantas pelaku bukan dokter. Ini kan jadi tanda tanya," ujar Adib.

Peristiwa penganiayaan ini bermula saat korban bernama dr Herry Nur Hendriyana mengungkap adanya kejanggalan pada adminitrasi klinik dan apotek Cakrabuana. Adapun klinik dan apotek tersebut berada di bawah naungan Fakultas Kedokteran UGJ.

Herry yang bertugas sebagai pelaksana harian klinik dan apotek itu mengatakan bahwa tanda tangannya discan tanpa izin untuk menandatangani administrasi dan kwitansi

Tidak hanya itu, Herry mendapatkan informasi dari karyawan salah satu apotek Cakrabuana bahwa telah ada pembelian alat rapid test tanpa sepengetahuanya. Pembelian alat tersebut dibeli oleh klinik dari pelaku Donny dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran pada umumnya.

"Saudara Donny menjual rapid antigen kepada klinik dan apotek Cakrabuana tanpa sepengetahuan saya dengan harga yaitu sebesar Rp2.900.000 per buah, di mana harga tersebut lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh agen lain yaitu sebesar Rp1.700.000," beber Herry.

Melihat kejanggalan itu, Herry kemudian memutuskan agar klinik dan apotek tidak lagi membeli peralatan rapid antigen kepada Donny.

"Saya merasakan setiap berbincang dengan saya, Donny menunjukan sikap tidak suka, dengan raut wajahnya," lanjut Herry. Akibat penganiayaan ini, Herry membuat laporan kepolisian dan sudah diproses hingga pelaku Donny mendekam di Rutan Lapas Kota Cirebon.

Namun, saat persidangan di Pengadilan Negeri Kota Cirebon, Hakim Ketua Ahmad Rifai memutuskan pelaku menjadi tahanan kota setelah adanya jaminan dari Walikota Cirebon Nashrudin Azis dan Bupati Cirebon Imron Rosyadi.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1970 seconds (0.1#10.140)