Ribuan Cacing Tanah Tiba-tiba Muncul, Fenomena Apakah Ini?

Senin, 20 April 2020 - 14:03 WIB
loading...
Ribuan Cacing Tanah Tiba-tiba Muncul, Fenomena Apakah Ini?
Warga di Solo, Klaten, dan Boyolali akhir pekan kemarin sempat dihebohkan dengan munculnya ratusan cacing yang muncul ke permukaan tanah secara bersamaan. FOTO/IST
A A A
KLATEN - Ribuan cacing tanah tiba-tiba muncul di halaman dan pekarangan warga Desa Socokangsi, Kecamatan Jatinom, Klaten. Kemunculan hewan bernama latin Lumbricina itu membuat geger warga dan viral di media sosial.

Menurut warga Desa Socokangsi, Iswanto, ribuan cacing ini sempat muncul tiga kali, secara berturut-turut pada akhir pekan. Awalnya muncul sekitar pukul 05.18 WIB di halaman rumah warga dan di kebun sekitar rumah.

"Karena jumlahnya banyak. Saya buang. Ini sudah muncul untuk ketiga kalinya," kata Iswanto, Senin (20/4/2020).

Ketua RT setempat, Andi mengatakan, belum tahu pasti penyebab munculnya cacing-cacing itu. Namun, malam harinya kondisi hujan sempat mengguyur area Klaten. Diduga kemunculan cacing ini peralihan dari musim penghujan ke kemarau.

Kemunculan cacing ini sempat membuat warga cemas. Apalagi cacing yang muncul jumlahnya cukup banyak dan tidak lazim. "Karena jumlahnya banyak, warga di sini juga cemas," kata Andi.

Fenomena apakah ini? Menurut pakar lingkungan hidup Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prabang Setyono, banyak yang berasumsi jika fenomena itu muncul karena disinfektan yang banyak disemprotkan guna membasmi wabah corona.

Namun asumsi itu dinilai lemah karena ada daerah yang tidak disemprot disinfektan juga muncul ratusan cacing yang muncul ke permukaan secara bersamaan. Prediksi yang kuat adalah karena faktor kelembaban tanah yang berkurang atau drop karena perubahan cuaca.

Jika kelembaban tanah sekitar 15-30% tidak terpenuhi, maka cacing akan keluar untuk mencari zona nyaman. Karena keluarnya serentak, maka dirinya menyebut hal itu sebagai fenomena alam dan bukan karena pencemaran. Karena fenomena alam dan tidak terjadi biasanya, maka disebut anomali dari fenomena alam.

Asumsi yang paling kuat adalah transisi dari musim penghujan ke kemarau. "Masa transisi 1-2 bulan dinamika perubahan lingkungannya begitu cepat," katanya. Sehingga adaptasi serta merta cacing adalah keluar ke permukaan tanah secara serentak.

Di media sosial yang orang bisa apa saja berpendapat, ada yang mengkaitkan dengan dinamika tektonik atau gempa. Rujukannya adalah di Bantul sepakan sebelum gempa tahun 2006 ada kemunculan cacing. Namun asumsi itu dinilai masih lemah karena masih homogen cacing. Sehingga tidak kuat untuk melakukan justifikasi ke arah itu.

Beda halnya jika yang keluar tidak lazim, seperti ular, atau hewan lainnya yang memberikan respons secara serentak. Jika pusat gempanya di gunung, hewan hutan pada turun keluar, kalau pusat gempa di lautan berarti ikan yang ada di tengah laut minggir. Jika itu terjadi serentak, bisa dikatakan sebagai indikator agen hayati yang perilakunya memberikan sinyal kepada manusia bahwa di situ ada fenoma alam yang terjadi secara anomali.

"Jadi sementara ini yang terkuat adalah karena musim transisi, kondisi tanah panas dan kelembaban berkurang. Sehingga cacing mencari kenyamanan," katanya.

Fenomena yang dikaitkan dengan gempa, lanjutnya, dinilai masih terlalu dini jika hanya cacing. Beda halnya jika kemudian ada hewan tanah lainnya juga keluar, seperti orong-orong, dan lipan. Ketika dikaitkan dengan fenomena letusan Gunung Merapi yang beberapa kali terjadi, dirinya sedikit lebih sepakat. Namun bukan berarti, justikasi yang terkuat adalah itu meski ada relasinya.

Sebab ada penelitian yang menyebut cacing paling sensitif terhadap getaran. Sensifitas cacing dipicu oleh gelombang elektromagnetik frekuensi rendah. Karena cacing memiliki daya sensitifnya yang tinggi, sehingga bisa saja hal itu sebagai bentuk respons terhadap getaran.

Prabang meminta agar cacing yang keluar dari tanah tidak dibunuh. Mereka memiliki adaptasi dan mencari ruang baru untuk kenyamanan. Selain itu, cacing juga memiliki fungsi untuk menyuburkan tanah. Dosen Ilmu Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UNS Solo ini berharap masyarakat tidak panik mengingat saat ini tengah wabah corona. Sehingga diharapkan tetap mengedepankan analisis berbasis data.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0802 seconds (0.1#10.140)