Kisah Pangeran Soka, Syekh Magelung dan Sunan Gunung Jati

Sabtu, 15 Mei 2021 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Pangeran Soka, Syekh Magelung dan Sunan Gunung Jati
Cerita mengenai karomah Sunan Gunung Jati seakan tidak ada habisnya. Ulama kharismatik ini ternyata memiliki seorang murid yang berasal dari negeri Syam atau Syiria yang bergelar Syekh Magelung Sakti. Foto Indramayu Connect
A A A
Cerita mengenai karomah Sunan Gunung Jati seakan tidak ada habisnya. Ulama kharismatik ini ternyata memiliki seorang murid yang berasal dari negeri Syam atau Syiria yang bergelar Syekh Magelung Sakti. Dimana dia adalah seorang ulama yang berpenampilan sangat khas yaitu dengan menggelung rambut panjangnya.

Konon rambutnya sendiri panjangnya hingga menyentuh tanah, karena tidak bisa dipotong dengan apapun dan oleh siapapun. Sehingga dia lebih sering mengikat rambutnya (gelung), kemudian dikenal sebagai Syekh Magelung (Syekh dengan rambut yang tergelung). Rambutnya hanya mampu dipotong oleh Sunan Gunung Jati.

Dalam Babad Cirebon Syekh Magelung Sakti diceritakan berasal dari negeri Syam yang bernama Syarif sehingga dia dinamai dengan Syarif Syam.

Baca : Kisah Ritual Tapa Telanjang, Pertapaan Sonder dan Ratu Kalinyamat


Saat Syarif Syam berusia 7 tahun dia digolongkan sebagai bocah yang jenius sehingga menyandang gelar sufi cilik. Inilah yang menyebabkan kenapa di kala itu dia menjadi anak yang diperebutkan di kalangan guru atau ulama di wilayah Timur Tengah.

Saat berusia 11 tahun, Syarif Syam telah mampu menempatkan posisinya sebagai pengajar termuda di berbagai tempat ternama, misalnya Madinah, Makkah, istana raja Mesir, Masjidil Agso, Palestina, dan berbagai tempat ternama lainnya.

Walau begitu, dia juga banyak dihujat oleh ulama, karena kian hari rambutnya kian memanjang tak terurus.

Sehingga dalam pandangan mereka, Syarif Syam, terkesan bukan sebagai seorang pelajar sekaligus pengajar religius yang selalu mengedepankan tatakrama.

Pelecehan dan hinaan yang kerap diterimanya, membuat Syarif Syam mengasingkan diri selama beberapa tahun di salah satu goa di daerah Haram, Mekkah.

Hal itu dikarenakan rambut Syarif Syam semakin panjang. Namun dia bukannya tak mau mencukur rambutnya yang lambat laun jatuh menjuntai ke tanah, tapi apa daya, walau telah ratusan kali berikhtiar ke belahan dunia lain, tetapi, dia belum pemah mendapatkan seseorang yang mampu memotong rambutnya itu.

Konon, sejak dilahirkan ke alam dunia, rambut Syarif Syam memang sudah tidak bisa dipotong oleh sejenis benda tajam apapun.

Sehingga pada usia 30 tahun, Syarif Syam diambil oleh Istana Mesir untuk menjadi panglima perang dalam mengalahkan pasukan Romawi dan Tartar.

Dari sinilah namanya mulai masyhur di kalangan masyarakat luas sebagai panglima perang sakti di antara para prajurit perang yang ada sebelumnya.

Betapa tidak, jika kala itu kepiawaian seorang panglima perang bisa terlihat pada saat mengatur strategi perang serta keandalannya memainkan pedang, tombak serta ketepatan dalam memanah. Namun berbeda dengan Syarif Syam yang akhirnya dikenal dengan sebutan Panglima Mohammad Syam Magelung Sakti, jika dia mengibaskan rambutnya yang panjang dan keras mirip kawat baja ke arah musuh-musuhnya.

Akibatnya sudah dapat diduga, para musuh tak ada yang berani mendekat, dan lari pontang-panting karenanya. Sampai di usia 32 tahun, selama 12 tahun kemasyhurannya sebagai sosok panglima perang berambut sakti itu benar-benar tak tertandingi.

Hingga pada usia 34 tahun dia mendapat petunjuk, yang mengharuskannya mencari guru sebagai pembimbingnya yang juga dapat memotong rambutnya.

Dan tanpa banyak pertimbangan, dia langsung meninggalkan istana raja Mesir yang saat itu benar-benar amat membutuhkan tenaganya.

Konon dengan perbekalan secukupnya dan berteman ratusan kitab, Syarif Syam pun mulai mengarungi belahan dunia dengan menggunakan jukung (sejenis perahu kecil bercadik).

Dalam perjalanan ini, dia pun mulai singgah dan bahkan mendatangi beberapa ulama terkenal untuk menerimanya sebagai murid, di antaranya Syeikh Dzatul Ulum di Libanon, Syeikh Attijani di Yaman bagian Selatan, Syeikh Qowi bin Subhan bin Arsy di Beirut, Syeikh Assamargondi bin Zubair bin Hasan India, Syeikh Muaiwiyyah As- Salam, Malaita, Syeikh Mahmud, Yarussalem, Syeikh Zakariyya bin Salam bin Zaab Tunisia, Syeikh Marwan bin Sofyan Siddrul Muta’alim, Campa, dan masih banyak yang lainnya.

Tapi, walau begitu banyak para waliyulloh yang didatangi, tak satupun di antara mereka yang sanggup memotong rambutnya.

Kemudian Syarif Syam ini terus berkelana pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Jika dia berhasil menemukannya, orang tersebut akan diangkat sebagai gurunya.

Hingga suatu hari, dia bertemu dengan seorang pertapa sakti Resi Purba Sanghyang Dursasana Prabu Kala Sengkala, di perbatasan Selat Malaka.

Dari sang resi inilah Syarif Syam mendapat kabar jika rambutnya dapat dipotong oleh salah seorang wali di tanah Jawa.

Baca juga : Kisah Empu Sidi Mantra, Naga Besukih dan Selat Bali


Mendengar itu, Syarif Syam sangat senang dan seketika minta diri untuk langsung melanjutkan perjalanannya menuju ke tanah Jawa.

Dan setibanya di pesisir Pulau Jawa, Syarif pun singgah di suatu pedesaan sambil tiada hentinya bertafakur memohon kepada Allah SWT agar dirinya dapat dipertemukan dengan wali yang selama ini diimpi-impikannya.

Dan tepat pada malam Jum’at Kliwon, di tengah keheningan malam Syarif Syam mendapat petunjuk jika wali yang ditemuinya berada di Cirebon yaitu Sunan Gunung Jati.

Hingga akhirnya Syarif Syam tiba di Cirebon. Ketika di Cirebon inilah Syarif bertemu dengan Sunan Gunung Jati yang dengan mudahnya memotong rambut dia.

Tempat dimana rambut Syarif Syam berhasil dipotong kemudian diberi nama Karanggetas. Orang tua itu yang kemudian belakang diketahui bernama Sunan Gunung Jati pun sesuai dengan nazarnya akhirnya menjadi guru dari Syekh Magelung Sakti dan berganti nama menjadi Pangeran Soka.

Selepas menjadi murid Sunan Gunung Djati, Syekh Magelung Sakti atau Pangeran Soka kemudian ditugaskan oleh gurunya tersebut untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon bagian Utara.

Selain nama Syekh Magelung Sakti dan Pangeran Soka, Syarif Syam juga memiliki gelar Pangeran Karangkendal.

Nama Pangeran Karangkendal sendiri dia dapat karena ketika sekitar abad XV saat ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Utara.

Dia tinggal di Desa Karangkendal, Kapetakan (kurang lebih 19 kilometer sebelah Utara Cirebon). Di desa ini pun Syekh Magelung Sakti kemudian diangkat anak oleh penguasa Karangkendal yang bernama Ki Tarsiman yang mempunyai nama lain Ki Krayunan atau Ki Gede Karangkendal, bahkan disebut pula dengan julukan Buyut Selawe, karena mempunyai 25 anak dari istrinya yang bernama Nyi Sekar.

Syekh Magelung Sakti mempunyai seorang istri yang juga memiliki nama besar di wilayah Cirebon yakni Nyi Mas Gandasari.

Menurut Babad Cirebon sebelum menikahi wanita sakti tersebut, Syekh Magelung Sakti mendengar sayembara bahwa ada bangsawan cantik bernama Nyi Mas Gandasari yang sedang mencari pasangan hidupnya.

Berita mengenai sayembara tersebut didapatnya saat Syekh Magelung Sakti ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati untuk berkeliling ke arah barat Cirebon.

Sayembara tersebut menyebutkan barang siapa yang mampu mengalahkan Nyi Mas Gandasari maka dia akan bersedia menjadi istri dari orang yang berhasil mengalahkannya dalam adu kesaktian tersebut.

Banyak diantaranya pangeran dan ksatria yang mencoba mengikuti sayembara tetapi tidak ada satu pun yang berhasil, hingga akhirnya Syekh Magelung Sakti terjun ke arena sayembara.

Pada dasarnya kemampuan dan kesaktian dari keduanya berimbang, hanya saja karena faktor kelelahan akhirnya Nyi Mas Gandasari pun menyerah dan berlindung dibalik punggung Sunan Gunung Jati.

Namun, meski Nyi Mas Gandasari sudah berlindung dibalik punggung Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung Sakti masih tetap saja menyecarnya dengan serangan-serangan mematikan hingga dalam satu kesempatan tinju sang Syekh hampir saja mengenai kepala dari Sunan Gunung Jati.

Tetapi, anehnya sebelum tinju itu mendarat di kepala Sunan Gunung Jati, dengan serta merta Syekh Magelung Sakti jatuh lemas. Sunan Gunung jati pun akhirnya memutuskan bahwa dalam pertempuran tersebut tidak ada yang kalah ataupun menang.

Meskipun begitu, Sunan Gunung Jati tetap menikahkan keduanya dan mereka pun akhirnya resmi menjadi suami istri.

Setelah keduanya dinikahkan oleh Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung Sakti menyebarkan Islam di tanah Jawa sampai akhir hayatnya dimakamkan di Kampung Karang, Desa Karang Kendal, Cirebon.

Sumber :
- abangjeystory.blogspot dan diolah dari berbagai sumber
(sms)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1536 seconds (0.1#10.140)