Masjid Besar Ujungberung, Pusat Syiar Islam Kota Bandung Tempo Dulu
loading...
A
A
A
BANDUNG - Peradaban Islam di wilayah Kota Bandung tak dapat dilepaskan dari keberadaan Masjid Besar Ujungberung. Masjid megah di kawasan timur Kota Bandung itu menjadi pusat syiar Islam sejak berdiri 1813 silam.
Masjid yang beralamat di Jalan Alun-alun Barat Nomor 183, Cigending, Ujungberung, Kota Bandung ini berada di kawasan yang cukup ramai karena lokasinya yang berada di kawasan Alun-alun dan Pasar Ujungberung. Tidak hanya itu, di sisi kiri masjid, terdapat Kantor Kecamatan Ujungberung yang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Ujungberung.
Masjid ini dikelilingi pagar berwarna hijau dengan dua pintu gerbang utama yang dilengkapi gapura. Di atas gapura, tampak jelas tulisan 'Masjid Besar Ujungberung Kota Bandung'. Meski berada di kawasan ramai, namun suasana hening langsung terasa saat memasuki bagian dalam masjid, sehingga jemaah dapat khusuk dalam menjalankan ibadahnya.
Area dalam masjid sendiri tampak sangat luas dan lapang. Meski memiliki dua lantai, namun bagian tengah masjid dibiarkan terbuka. Saat memandang ke bagian atap masjid, jemaah bisa menyaksikan kubah masjid yang cukup besar yang didominasi warna biru dengan hiasan awan layaknya penampakan langit.
Masjid Besar Ujungberung sendiri telah mengalami beberapa kali perombakan. Saat awal dibangun, bangunan masjid hanya berukuran 7x9 meter yang berdiri di atas lahan seluas 2.500 meter persegi. Pada awal 1870, bangunan masjid diperluas menjadi 10x10 meter dan kembali dipugar pada tahun 1920.
Seiring perkembangannya, bangunan masjid terus mengalami perluasan. Kini, total luas bangunan masjid itu mencapai 9.360 meter persegi. Di usianya yang sudah cukup tua, Masjid Besar Ujungberung tetap berdiri kokoh dan jadi pusat kegiatan Islam, khususnya bagi masyarakat Ujungberung dan sekitarnya.
Keberadaan Masjid Besar Ujungberung sendiri juga disebut-sebut menjadi salah satu saksi terbentuknya Kota Bandung. Hal itu tampak dari keberadaan Alun-alun dan Pasar Ujungberung yang kerap menjadi pertanda sebuah pusat ibu kota.
Bahkan, pakar sejarah Bandung, Haryoto Kunto dalam bukunya 'Wajah Bandung Tempo Doloe' menyebutkan bahwa Bandung tempo dulu dikenal dengan sebutan West Oedjoebroeng. Artinya, Bandung merupakan bagian wilayah Ujungberung.
Terlepas dari cerita saksi awal mula terbentuknya Kota Bandung yang kini sudah berusia 210 tahun, sejak awal berdiri, masjid yang mulanya bernama Masjid An-Nur yang dalam bahasa Arab bermakna cahaya ini menjadi pusat perkembangan Islam di Kota Bandung.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Nazir Wakaf Masjid Besar Ujungberung, KH Syukriadi Sambas. Menurutnya, beragam aktivitas kegiatan Islam tumbuh pesat sejak masjid ini berdiri sejak 208 tahun silam.
"Masjid ini dibangun sekitar tahun 1800 dan berada di lingkungan yang disebut kaum, sebuah wilayah yang meliputi lokasi-lokasi penting pada pemerintahan zaman dulu," ungkapnya.
KH Syukriadi menjelaskan bahwa artefak-artefak kaum di kawasan Masjid Besar Ujunberung menjadi pertanda bahwa Masjid Ujungberung merupakan pusat syiar Islam Bandung tempo dulu.
Artefak-artefak itu, di antaranya alun-alun yang kini menjadi Alun-alun Ujungberung, pendopo yang kini menjadi Kantor Kecamatan Ujungberung, Bale Nyuncung yang kini menjadi Kantor Urusan Agama (KUA) Ujungberung, dan banceuy atau penjara yang kini menjadi Gedung BRI yang berada di samping kanan Masjid Besar Ujung Berung. Baca: Bali Minta Wisatawan Nusantara Boleh Datang Berlibur saat Larangan Mudik.
"Lingkungan kaum ini sama halnya dengan kawasan Masjid Raya Bandung Jawa Barat dan Masjid Cipaganti yang juga dulunya menjadi kawasan pusat peradaban dan pemerintahan," kata KH Syukriadi yang juga menjabat Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Jawa Barat itu.
Sebagai pusat syiar Islam, Masjid Besar Ujungberung tetap ramai dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian Jumat malam dan diskusi Islam yang kerap digelar sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Bahkan, saat bulan suci Ramadan seperti saat ini, beragam aktivitas keagamaan tetap digelar, mulai dari pengajian kelompok majlis taklim, pembagian takjil, hingga beragam kegiatan sosial lainnya. Baca Juga: Salah Injak Pedal Gas Saat Hendak Buka Puasa, Mobil Sedan Masuk Sungai.
Meski begitu, mengingat pandemi COVID-19 masih melanda, kapasitas jemaah yang berkegiatan di Masjid Besar Ujungerung dibatasi. Bahkan, untuk menjaga jarak jemaah salat, setiap shaf salat dipasangi tanda silang, agar jamaah tetap menjaga jarak. Selain itu, setiap jemaah wajib menerapkan protokol kesehatan.
Masjid yang beralamat di Jalan Alun-alun Barat Nomor 183, Cigending, Ujungberung, Kota Bandung ini berada di kawasan yang cukup ramai karena lokasinya yang berada di kawasan Alun-alun dan Pasar Ujungberung. Tidak hanya itu, di sisi kiri masjid, terdapat Kantor Kecamatan Ujungberung yang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Ujungberung.
Masjid ini dikelilingi pagar berwarna hijau dengan dua pintu gerbang utama yang dilengkapi gapura. Di atas gapura, tampak jelas tulisan 'Masjid Besar Ujungberung Kota Bandung'. Meski berada di kawasan ramai, namun suasana hening langsung terasa saat memasuki bagian dalam masjid, sehingga jemaah dapat khusuk dalam menjalankan ibadahnya.
Area dalam masjid sendiri tampak sangat luas dan lapang. Meski memiliki dua lantai, namun bagian tengah masjid dibiarkan terbuka. Saat memandang ke bagian atap masjid, jemaah bisa menyaksikan kubah masjid yang cukup besar yang didominasi warna biru dengan hiasan awan layaknya penampakan langit.
Masjid Besar Ujungberung sendiri telah mengalami beberapa kali perombakan. Saat awal dibangun, bangunan masjid hanya berukuran 7x9 meter yang berdiri di atas lahan seluas 2.500 meter persegi. Pada awal 1870, bangunan masjid diperluas menjadi 10x10 meter dan kembali dipugar pada tahun 1920.
Seiring perkembangannya, bangunan masjid terus mengalami perluasan. Kini, total luas bangunan masjid itu mencapai 9.360 meter persegi. Di usianya yang sudah cukup tua, Masjid Besar Ujungberung tetap berdiri kokoh dan jadi pusat kegiatan Islam, khususnya bagi masyarakat Ujungberung dan sekitarnya.
Keberadaan Masjid Besar Ujungberung sendiri juga disebut-sebut menjadi salah satu saksi terbentuknya Kota Bandung. Hal itu tampak dari keberadaan Alun-alun dan Pasar Ujungberung yang kerap menjadi pertanda sebuah pusat ibu kota.
Bahkan, pakar sejarah Bandung, Haryoto Kunto dalam bukunya 'Wajah Bandung Tempo Doloe' menyebutkan bahwa Bandung tempo dulu dikenal dengan sebutan West Oedjoebroeng. Artinya, Bandung merupakan bagian wilayah Ujungberung.
Terlepas dari cerita saksi awal mula terbentuknya Kota Bandung yang kini sudah berusia 210 tahun, sejak awal berdiri, masjid yang mulanya bernama Masjid An-Nur yang dalam bahasa Arab bermakna cahaya ini menjadi pusat perkembangan Islam di Kota Bandung.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Nazir Wakaf Masjid Besar Ujungberung, KH Syukriadi Sambas. Menurutnya, beragam aktivitas kegiatan Islam tumbuh pesat sejak masjid ini berdiri sejak 208 tahun silam.
"Masjid ini dibangun sekitar tahun 1800 dan berada di lingkungan yang disebut kaum, sebuah wilayah yang meliputi lokasi-lokasi penting pada pemerintahan zaman dulu," ungkapnya.
KH Syukriadi menjelaskan bahwa artefak-artefak kaum di kawasan Masjid Besar Ujunberung menjadi pertanda bahwa Masjid Ujungberung merupakan pusat syiar Islam Bandung tempo dulu.
Artefak-artefak itu, di antaranya alun-alun yang kini menjadi Alun-alun Ujungberung, pendopo yang kini menjadi Kantor Kecamatan Ujungberung, Bale Nyuncung yang kini menjadi Kantor Urusan Agama (KUA) Ujungberung, dan banceuy atau penjara yang kini menjadi Gedung BRI yang berada di samping kanan Masjid Besar Ujung Berung. Baca: Bali Minta Wisatawan Nusantara Boleh Datang Berlibur saat Larangan Mudik.
"Lingkungan kaum ini sama halnya dengan kawasan Masjid Raya Bandung Jawa Barat dan Masjid Cipaganti yang juga dulunya menjadi kawasan pusat peradaban dan pemerintahan," kata KH Syukriadi yang juga menjabat Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Jawa Barat itu.
Sebagai pusat syiar Islam, Masjid Besar Ujungberung tetap ramai dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian Jumat malam dan diskusi Islam yang kerap digelar sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Bahkan, saat bulan suci Ramadan seperti saat ini, beragam aktivitas keagamaan tetap digelar, mulai dari pengajian kelompok majlis taklim, pembagian takjil, hingga beragam kegiatan sosial lainnya. Baca Juga: Salah Injak Pedal Gas Saat Hendak Buka Puasa, Mobil Sedan Masuk Sungai.
Meski begitu, mengingat pandemi COVID-19 masih melanda, kapasitas jemaah yang berkegiatan di Masjid Besar Ujungerung dibatasi. Bahkan, untuk menjaga jarak jemaah salat, setiap shaf salat dipasangi tanda silang, agar jamaah tetap menjaga jarak. Selain itu, setiap jemaah wajib menerapkan protokol kesehatan.
(nag)