Pakar: Galon Guna Ulang Aman, Air Bukan Pelarut BPA
loading...
A
A
A
BOGOR - Akhir-akhir ini ada beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab mencoba menyebarkan hoaks tentang bahaya Bisfenol A (BPA) pada kemasan air yang telah terbukti keamanannya selama puluhan tahun.
Anehnya, narasumber berita miring tersebut tidak memiliki latar belakang keilmuan mengenai keamanan pangan. (Baca juga: Air Kemasan Galon Isi Ulang Dijamin Aman, Ini Penjelasan BPOM )
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Eko Hari Purnomo mengatakan, Bisfenol A (BPA) yang ada dalam kemasan galon guna ulang jika ditinjau secara ilmiah, itu sebuah hal yang mustahil untuk menimbulkan bahaya. (Baca juga: BPOM: Isu BPA dalam Kemasan, Ada yang ‘Menggoreng’ )
“Tidak mungkin ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya, mengingat BPA itu tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya,” kata Eko Hari Purnomo, Selasa (16/2/2021).
Eko mengatakan, hal itulah yang menyebabkan sangat kecilnya kemungkinan terjadinya migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam galon guna ulang yang berbahan Polikarbonat (PC). “Itu karena air bukan pelarut yang baik untuk BPA, apalagi pada suhu ruangan. Hasil studi juga menemukan kecil kemungkinan untuk BPA bermigrasi dalam air,” kata dia.
Begitu juga jika diletakkan di dispenser, tidak akan terjadi migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam kemasan galon guna ulang. “Tapi sering disalahmengertikan bahwa galon akan melepaskan BPA karena air panas yang keluar dari dispenser itu. Itu yang panas adalah air yang keluar dari dispensernya bukan air yang ada dalam galonnya. Jadi galonnya sendiri tidak panas sehingga tidak akan melepas BPA ke dalam air. Artinya, air kemasan galon guna ulang itu tetap aman meskipun menggunakan dispenser,” kata Eko.
Jika ditanya apakah BPA itu berbahaya, kata Eko, dalam jumlah besar iya. Tapi kalau BPA itu ada di kemasan, untuk bisa masuk ke tubuh manusia, dia harus terlepas dulu dari kemasannya atau bermigrasi. Kalau di Indonesia, untuk menghitung berapa batas aman BPA itu jika terlepas dari kemasan dan masuk ke tubuh manusia, itu adalah tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Eko, berbicara mengenai air minum kemasan, untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.
“Berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman,” tutur Eko.
Pada prinsipnya, kata Eko, BPOM juga memiliki Tolerable Daily Impact untuk menentukan yang bisa ditoleransi tubuh itu berapa kadarnya. Menurut dia, jika Otoritas pangan Indonesia sudah mengalkulasi batas aman BPA dalam kemasan pangan, seharusnya masyarakat sudah tidak perlu kawatir lagi untuk menggunakannya.
“Karena, kalau pun ada data-data terbaru misalnya Tolerable Daily Impact-nya harus diturunkan, pasti BPOM juga akan lakukan kajian baru lagi. Jadi tanpa diminta pun, mereka akan merevisinya. Kalau ada data-data terbaru, BPOM pasti akan langsung mengevaluasi lagi angka batas aman BPA itu,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Ema Setyawati, mengendus ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menggoreng isu yang mengatakan bahwa BPA yang ada dalam kemasan galon guna ulang berbahaya bagi kesehatan.
Dia menegaskan bahwa berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan hingga saat ini, kadar BPA yang bermigrasi dari kemasan galon guna ulang itu jauh dan sangat jauh di bawah batas maksimal yang diizinkan.
Dia menyampaikan agar masyarakat juga perlu membaca apa yang sudah disampaikan BPOM melalui akun Instagram (IG) resmi BPOM RI di bpom_ri mengenai kemasan galon AMDK. “Sudah ada penjelasan kami, bahkan di IG BPOM juga sudah ada, bahwa sampai saat ini, berdasarkan hasil pengawasan kami, kadar BPA sangat jauh di bawah batas maksimal yang diizinkan,” pungkas dia.
Anehnya, narasumber berita miring tersebut tidak memiliki latar belakang keilmuan mengenai keamanan pangan. (Baca juga: Air Kemasan Galon Isi Ulang Dijamin Aman, Ini Penjelasan BPOM )
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Eko Hari Purnomo mengatakan, Bisfenol A (BPA) yang ada dalam kemasan galon guna ulang jika ditinjau secara ilmiah, itu sebuah hal yang mustahil untuk menimbulkan bahaya. (Baca juga: BPOM: Isu BPA dalam Kemasan, Ada yang ‘Menggoreng’ )
“Tidak mungkin ada migrasi atau perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya, mengingat BPA itu tidak larut dalam air. BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter, ester, keton, dan sebagainya,” kata Eko Hari Purnomo, Selasa (16/2/2021).
Eko mengatakan, hal itulah yang menyebabkan sangat kecilnya kemungkinan terjadinya migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam galon guna ulang yang berbahan Polikarbonat (PC). “Itu karena air bukan pelarut yang baik untuk BPA, apalagi pada suhu ruangan. Hasil studi juga menemukan kecil kemungkinan untuk BPA bermigrasi dalam air,” kata dia.
Begitu juga jika diletakkan di dispenser, tidak akan terjadi migrasi BPA ke dalam air yang ada dalam kemasan galon guna ulang. “Tapi sering disalahmengertikan bahwa galon akan melepaskan BPA karena air panas yang keluar dari dispenser itu. Itu yang panas adalah air yang keluar dari dispensernya bukan air yang ada dalam galonnya. Jadi galonnya sendiri tidak panas sehingga tidak akan melepas BPA ke dalam air. Artinya, air kemasan galon guna ulang itu tetap aman meskipun menggunakan dispenser,” kata Eko.
Jika ditanya apakah BPA itu berbahaya, kata Eko, dalam jumlah besar iya. Tapi kalau BPA itu ada di kemasan, untuk bisa masuk ke tubuh manusia, dia harus terlepas dulu dari kemasannya atau bermigrasi. Kalau di Indonesia, untuk menghitung berapa batas aman BPA itu jika terlepas dari kemasan dan masuk ke tubuh manusia, itu adalah tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Eko, berbicara mengenai air minum kemasan, untuk memastikan paparan BPA pada tingkat aman, Badan POM telah menetapkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur persyaratan keamanan kemasan pangan termasuk batas maksimal migrasi BPA maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg) dari kemasan PC.
“Berdasarkan hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK yang terbuat dari Polikarbonat selama lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg) atau masih dalam batas aman,” tutur Eko.
Pada prinsipnya, kata Eko, BPOM juga memiliki Tolerable Daily Impact untuk menentukan yang bisa ditoleransi tubuh itu berapa kadarnya. Menurut dia, jika Otoritas pangan Indonesia sudah mengalkulasi batas aman BPA dalam kemasan pangan, seharusnya masyarakat sudah tidak perlu kawatir lagi untuk menggunakannya.
“Karena, kalau pun ada data-data terbaru misalnya Tolerable Daily Impact-nya harus diturunkan, pasti BPOM juga akan lakukan kajian baru lagi. Jadi tanpa diminta pun, mereka akan merevisinya. Kalau ada data-data terbaru, BPOM pasti akan langsung mengevaluasi lagi angka batas aman BPA itu,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Ema Setyawati, mengendus ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menggoreng isu yang mengatakan bahwa BPA yang ada dalam kemasan galon guna ulang berbahaya bagi kesehatan.
Dia menegaskan bahwa berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan hingga saat ini, kadar BPA yang bermigrasi dari kemasan galon guna ulang itu jauh dan sangat jauh di bawah batas maksimal yang diizinkan.
Dia menyampaikan agar masyarakat juga perlu membaca apa yang sudah disampaikan BPOM melalui akun Instagram (IG) resmi BPOM RI di bpom_ri mengenai kemasan galon AMDK. “Sudah ada penjelasan kami, bahkan di IG BPOM juga sudah ada, bahwa sampai saat ini, berdasarkan hasil pengawasan kami, kadar BPA sangat jauh di bawah batas maksimal yang diizinkan,” pungkas dia.
(nth)