Penampakan Desa Mati di Majalengka, Banyak Bangunan Runtuh dan Tak Terurus

Rabu, 03 Februari 2021 - 20:38 WIB
loading...
Penampakan Desa Mati...
Sejumlah bangunan dibiarkan tak terurus di Kampung Mati Dusun Cigintung, Cimuncang, Malausma, Majalengka, Jabar. Foto/MNC Portal Indonesia/Inin Nastain
A A A
MAJALENGKA - Kesan kampung mati sangat kental saat berkunjung ke Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka , Jawa Barat. Posisi bangunan yang sudah tidak tegak dan utuh lagi dengan tumbuhan liar di sekelilingnya menambah kuat kesan dusun itu sebagai kampung mati.



Sejumlah bangunan yang amblas ke tanah, adalah pemandangan lain di dusun tersebut. Namun, di beberapa sudut bangunan-bangunan itu, seperti tiang penyangga terlihat masih cukup kokoh.


Saat MNC Portal Indonesia (MPI) mencoba menelusuri dusun itu dari jalan raya, masih tampak sebuah masjid yang bagian lantainya sudah amblas. Namun, di beberapa bagian masih tampak cukup kokoh. Bahkan, saat ini kondisinya cukup baik dan layak untuk digunakan salat setelah warga mencoba membersihkan.
Penampakan

Ada juga Balai Dusun yang masih tampak berdiri meskipun sebagian telah amblas dan lapuk lantaran tidak terurus. Selain bangunan yang masih bisa dikenali, beberapa bangunan juga hanya menyisakan reruntuhan. Di sekelilingnya, tampak rerumputan liar menjadi 'pagar' puing-puingnya.
Penampakan

Kendati bangunan-bangunan lapuk menjadi pemandangan di daerah itu, tetapi jalan raya di dusun itu cukup baik. Keterangan dari warga setempat, jalan itu kembali dibangun pada akhir 2020 lalu. "Ini di jalan yang kita injek, sebelum terjadi bencana merupakan deretan rumah-rumah. Adapun jalan raya sekitar 5 meter sebelah kanan, yang sekarang keliatan ada puing-puing bangunan itu," kata salah satu warga, Opang, Rabu (3/2/2021).
Penampakan

Pemandangan Dusun Cigintung yang terlihat saat ini adalah dampak dari bencana alam pergerakan tanah pada 2013 silam. Walhasil, masyarakat setempat memilih pindah ke tempat lain dan membiarkan rumahnya teronggok dimakan rumput dan tumbuhan liar.

"Jadi setelah bencana itu, kami mengenali rumah kami, tapi tempatnya yang berubah karena begeser. Ada juga yang amblas seperti Masjid itu," kata dia.

Dusun Jotang, kini menjadi kampung baru ratusan KK yang ngungsi dari Cigintung. "Relokasi ke sini (Jotang) sebanyak 600 KK. Sampai sekarang, masih banyak bangunan yang tetap berdiri di sana (Cigintung). Memang ada sebagian warga yang memanfaatkannya untuk dipindah ke sini, seperti genteng dan lain-lain," kata Kadus Jotang, Eding Supardi.

Eding, yang pernah menjabat sebagai Kadus Cigintung itu menjelaskan, memang tidak semua warga di dusun tersebut pindah ke Jotang. Selain ke luar kota, beberapa warga juga masih bertahan di sana.

"Ada 80 KK masih bertahan di sana, yang daerahnya memang relatif aman. Selain itu, ada juga yang pindah ke luar kota, seperti Cirebon. Di sini (Jotang) saat ini ada 310 KK, karena ada yang pindah juga," papar dia.

Eding menjelaskan, kehidupan ratusan KK yang sebelumnya tercatat sebagai warga Dusun Cigintung memulai hidup baru di Jotang dimulai pada 2014 lalu. Proses kepindahan mereka ke daerah baru dalam perjalanannya tidak berjalan mulus.

"Pemerintah sempat akan merelokasi kami ke Cipicung, tapi kami keberatan. Alasannya, akses yang terpencil, budaya kami dengan warga di sana pun tentunya berbeda. Kami dari awal menginginkan ke Jotang," jelas dia.

Setelah melalui proses yang tidak mudah, akhirnya Eding dan ribuan warga lainnya bisa pindah sesuai dengan yang diharapkan, Jotang. "Ini awalnya perkebunan yang dipenuhi pohon-pohon keras. Jadi, kami benar-benar buka dusun baru dari nol," ungkap dia.

"Di sini, kami beli tanah sendiri. Namun, untuk kebutuhan membuat rumah ada bantuan dari Pemerintah Provinsi. Besaran bantuannya, sesuai dengan kebutuhan membuat rumah ukuran 5x6 meter. Semua rumah di sini, awalnya memiliki luas yang sama, 5x6 meter itu," lanjut Eding.

Setelah berjalan 8 tahun, sejumlah fasilitas umum (fasum) kini sudah tersedia. Satu masjid Jami (untuk Jumatan) dan masjid-masjid lainnya, kini telah berdiri di Dusun Jotang.

"Saat awal, luas tanah yang dibeli itu dibatasi yakni 10 bata. Dari 10 bata itu 1,5 bata diserahkan untuk fasum, misalnya jalan. Sekarang kami juga sudah punya masjid. Jadi fasum di sini, hasil gotong royong warga. Alhamdulillah, kami di sini kompak," jelas dia.

Sejak 2014 sampai 2021 ini, Eding memastikan tidak ada warga 'luar' yang tinggal di dusun itu. Kalaupun ada warga baru, itu karena mereka nikah dengan warga dusun tersebut. "Jadi murni warga Jotang, atau saudara dari warga di sini. Nggak ada pendatang yang benar-benar pendatang tanpa punya ikatan kekeluargaan," jelas Eding.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1836 seconds (0.1#10.140)