Ombudsman: BPJS Kesehatan Berpotensi Lakukan Pungutan Ilegal
loading...
A
A
A
BANDUNG - Lantaran nekat tetap menaikan iuran, Ombudsman Republik Indonesia menilai BPJS Kesehatan berpotensi melakukan maladministrasi berupa pungutan ilegal. Ini terjadi bila BPJS tetap memungut iuran peserta JKN berdasarkan nominal Perpres No 75 tahun 2019. Pungutan iuran baru sah bila kembali ke tarif awal tanpa ada kenaikan.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengungkapkan temuan bahwa pungutan iuran BPJS di bulan April 2020 masih menerapkan nominal kenaikan, yaitu pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Padahal, Perpres tersebut sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan MA No. 7 P/HUM/2020.
"Ombudsman RI berpendapat bahwa penarikan iuran oleh BPJS Kesehatan dengan dengan tetap menerapkan angka nominal yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan, berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum atau pungutan ilegal," kata dia dalam siaran persnya, Jumat (17/4/2020).
Untuk mengakhiri polemik itu, Ombudsman menyarankan presiden segera menerbitkan Peraturan Presiden pengganti Perpres No. 75 tahun 2019 untuk mencegah terjadi kakacauan sistem JKN.
"BPJS Kesehatan juga mesti kembali melakukan penagihan dengan nilai nominal sebagaimana dinyatakan pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebelum Peraturan Presiden pengganti diterbitkan," jelas dia.
BPJS Kesehatan, kata dia, juga tetap harus memberikan pelayanan. BPJS juga tidak mengenakan sanksi administratif apabila ada peserta yang menolak membayar kenaikan iuran, sampai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengungkapkan temuan bahwa pungutan iuran BPJS di bulan April 2020 masih menerapkan nominal kenaikan, yaitu pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Padahal, Perpres tersebut sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan MA No. 7 P/HUM/2020.
"Ombudsman RI berpendapat bahwa penarikan iuran oleh BPJS Kesehatan dengan dengan tetap menerapkan angka nominal yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan, berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum atau pungutan ilegal," kata dia dalam siaran persnya, Jumat (17/4/2020).
Untuk mengakhiri polemik itu, Ombudsman menyarankan presiden segera menerbitkan Peraturan Presiden pengganti Perpres No. 75 tahun 2019 untuk mencegah terjadi kakacauan sistem JKN.
"BPJS Kesehatan juga mesti kembali melakukan penagihan dengan nilai nominal sebagaimana dinyatakan pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebelum Peraturan Presiden pengganti diterbitkan," jelas dia.
BPJS Kesehatan, kata dia, juga tetap harus memberikan pelayanan. BPJS juga tidak mengenakan sanksi administratif apabila ada peserta yang menolak membayar kenaikan iuran, sampai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden
(nun)