Daendels dan Denyut Wisata Religi di Jawa Timur

Jum'at, 15 Januari 2021 - 04:59 WIB
loading...
Daendels dan Denyut Wisata Religi di Jawa Timur
Aktivitas peziarah di komplek makam Sunan Ampel, Surabaya.Foto/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Jika kita sekarang mengenal tol Trans Jawa, dulu sekitar 200 tahun lalu, sudah ada marsekal dari Belanda yang terlebih dulu membangun tol Trans Jawa di Indonesia. Ya, dialah Herman Willem Daendels.

Menempuh perjalanan panjang melalui Kepulauan Canaria, Daendels tiba di Batavia pada 5 Januari 1808. Dia menggantikan Gubernur Jenderal Albertus Wiese. Lelaki kelahiran Hattem, Belanda itu diserahi tugas melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris.

Baca juga: Misteri Jembatan Sembayat Karya Daendels di Gresik

Sebab, Jawa adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Prancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Daendels datang ke Batavia ketika berusia 46 tahun. Dia adalah kaum patriot yang terpesona dengan Revolusi Prancis. Daendels ikut menggulingkan rezim William Orange V dan menjadikan Belanda bagian dari Prancis.

Di Batavia, Daendels langsung membangun proyek ambisius. Untuk pengamanan dari serangan Inggris, dia membayangkan sebentang jalan strategis militer, sebagaimana imperium Romawi memiliki cursus publicus yang menghubungkan Roma dengan semua kota jajahan di Eropa Barat.

Daendels dan Denyut Wisata Religi di Jawa Timur


Jalan itu akan membuat Daendels mampu dengan mudah memobilisasi pasukan dari Bogor ke seluruh Jawa. Lebar jalan itu sekitar 7,5 meter, sesuai dengan standar Eropa. Jalan yang dibangun berbatu dan berpasir agar mudah dilalui kuda.

Melalui jalan itu, Daendels melakukan koordinasi dengan bupati dan aparatnya di daerah. Jalan ini kemudian diberi nama De Grote Postweg karena Daendels mendirikan 50 stasiun pos antara Batavia dan Surabaya.

Dalam membangun proyek ini, Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu menggunakan anggaran dari para bupati. Hanya untuk rute-rute berat saja dia menggunakan anggaran negara. Proyek jalan Daendels dimulai dari Anyer-Serang-Balaraja-Tangerang-DKI-Bekasi-Karawang-Pamanukan-Indramayu-Ajibarang-Cirebon-Brebes-Tegal-Pemalang-Pekalongan-Kendal-Semarang-Demak-Kudus-Pati-Rembang-Lasem-Tuban-Paciran-Sidayu-Gresik-Surabaya-Pasuruan-Probolinggo-Kraksaan-Besuki-Panarukan.

Daendels dan Denyut Wisata Religi di Jawa Timur


Hanya dalam rentang waktu setahun, antara 1808 hingga 1809, sebentang jalan dari Anyer hingga Panarukan yang tadinya terputus-putus itu, rampung tersambungkan. Panjangnya kurang lebih 1.000kilometer (km). Setelah Indonesia merdeka, jalan ini menjadi rute utama mobilitas masyarakat.

Praktis semasa Orde Lama tidak ada jalan baru di pesisir utara yang dibangun pemerintah saat itu. Begitu pula semasa Orde Baru. Meski hanya tiga tahun di Hindia Belanda, proyek peninggalan dari Daendels tersebut masih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat hingga sekarang.

Hampir semua kendaraan niaga, dalam melakukan pengiriman di wilayah utara, bisa dipastikan melewati jalur Daendels. Utamanya di Jawa Timur. Jalur ini, juga menjadi kunci utama kehidupan pariwisata yang ada di pesisir utama jawa Timur. Salah satu wisata andalan Jawa Timur andalan wisata religi.

Baca juga: Waliyah Zaenab, Penyebar Islam Pulau Bawean yang Dituduh Pembawa Pegebluk ‘Corona’

Di Jawa Timur, terdapat empat wali yang menjadi bagian dari Wali Songo. Mereka adalah Sunan Bonang di Tuban, Sunan Giri di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan dan Sunan Ampel di Surabaya. Lokasi keempat makam dari sunan-sunan tersebut melewati rute Daendels di pesisir utara.

Kalangan pengusaha travel menilai wisata religi ziarah Wali Songo memiliki potensi pasar yang besar di Jatim. Rata-rata di Jatim, pergerakan wisatawan domestik yang melakukan kunjungan ziarah ke makam para wali ini mencapai 45 juta wisatawan per tahun. Angka itu sebelum pandemi COVID-19. Jumlah pergerakan wisatawan ke Wali Songo tersebut meningkat rata-rata 5%- 10% per tahun.

“Saat kondisi ekonomi kurang baik sekalipun, destinasi wisata ziarah ini paling stabil diantara yang lainnya.” kata Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Jawa Timur, Arifudinsyah.

Keberadaan makam-makam tersebut berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat setempat yang meningkat. Banyak dari warga yang berjualan pernak-pernik yang terkait dengan keagamaan. Seperti jilbab, kopiah, minyak wangi, kurma dan juga barang-barang lainnya. Biasanya, tempat berjualan ini berada di sekitar pintu masuk lokasi makam
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1404 seconds (0.1#10.140)