Ladang Salak, Padi, dan Sengonnya Dikubur Muntahan Lava Pijar Semeru, Sumarto: Semua Habis
loading...
A
A
A
Dia mengaku, belum terbayang akan kerja apa setelah bencana ini. Menurutnya, mau tidak mau yang pilihanya harus kerja keluar desa dahulu karena tidak mungkin bercocok tanam dengan kondisi lahan penuh material vulkanik.
"Dahulu tahun 1994 pemerintah menawarkan program transmigrasi, usai ada bencana seperti ini. Sekarang, mungkin juga kalau masih ada program itu saya akan memikirkannya untuk ikut serta," katanya lirih.
Kalaupun ikut menambang pasir di Besuk Kobokan, dia mengaku pastinya tidak bisa dilakukan dalam waktu 1-2 bulan ini, karena kondisinya masih panas. Selain itu, persaingan penambangan pasir sangat ketat, karena banyak pengusaha besar menggunakan alat berat untuk mempercepat penambangan, sementara penduduk hanya secara manual.
"Selisihnya sangat jauh. Kalau pakai alat berat, untuk mengisi penuh pasir di bak truk dibutuhkan waktu hanya sekitar satu jam. Sementara kami yang manual, harus bekerjasama minimal tiga orang untuk menaikkan pasir ke truk, itupun untuk mengisi satu truk dibutuhkan waktu setengah hari," katanya.
(Baca juga: Awas Cuaca Ekstrim Landa Sulawesi Utara, BMKG Minta Masyarakat Hati-hati )
Sementara Sekda Kabupaten Lumajang, Agus Triono mengaku saat ini yang diutamakan adalah penanganan warga yang terdampak langsung bencana ini. "Kami salurkan bantuan kebutuhan pokok dan air bersih, serta menyediakan pos pengungsian," ujarnya.
Terkait lahan pertanian yang ikut terkubur oleh material vulkanik, Agus mengaku masih akan melakukan pendataan. Nantinya juga akan berupaya melaporkan hal ini ke Kementrian Pertanian, dan Gubernur Jatim, sehingga bisa dibantu penganggarannya untuk penanganan dampak bencana Gunung Semeru , terhadap pertanian masyarakat.
Sumarto, Priyanto, dan Mistar, serta warga Dusun Sumbersari, yang terdampak langsung bencana guguran lava pijar dan awan panas letusan Gunung Semeru , tentunya berharap kondisinya segera pulih seperti sediakala, dan bisa segera kembali ke sawah ladangnya, untuk mencari nafkah menghidupi kehidupan mereka.
"Dahulu tahun 1994 pemerintah menawarkan program transmigrasi, usai ada bencana seperti ini. Sekarang, mungkin juga kalau masih ada program itu saya akan memikirkannya untuk ikut serta," katanya lirih.
Kalaupun ikut menambang pasir di Besuk Kobokan, dia mengaku pastinya tidak bisa dilakukan dalam waktu 1-2 bulan ini, karena kondisinya masih panas. Selain itu, persaingan penambangan pasir sangat ketat, karena banyak pengusaha besar menggunakan alat berat untuk mempercepat penambangan, sementara penduduk hanya secara manual.
"Selisihnya sangat jauh. Kalau pakai alat berat, untuk mengisi penuh pasir di bak truk dibutuhkan waktu hanya sekitar satu jam. Sementara kami yang manual, harus bekerjasama minimal tiga orang untuk menaikkan pasir ke truk, itupun untuk mengisi satu truk dibutuhkan waktu setengah hari," katanya.
(Baca juga: Awas Cuaca Ekstrim Landa Sulawesi Utara, BMKG Minta Masyarakat Hati-hati )
Sementara Sekda Kabupaten Lumajang, Agus Triono mengaku saat ini yang diutamakan adalah penanganan warga yang terdampak langsung bencana ini. "Kami salurkan bantuan kebutuhan pokok dan air bersih, serta menyediakan pos pengungsian," ujarnya.
Terkait lahan pertanian yang ikut terkubur oleh material vulkanik, Agus mengaku masih akan melakukan pendataan. Nantinya juga akan berupaya melaporkan hal ini ke Kementrian Pertanian, dan Gubernur Jatim, sehingga bisa dibantu penganggarannya untuk penanganan dampak bencana Gunung Semeru , terhadap pertanian masyarakat.
Sumarto, Priyanto, dan Mistar, serta warga Dusun Sumbersari, yang terdampak langsung bencana guguran lava pijar dan awan panas letusan Gunung Semeru , tentunya berharap kondisinya segera pulih seperti sediakala, dan bisa segera kembali ke sawah ladangnya, untuk mencari nafkah menghidupi kehidupan mereka.
(eyt)