Cerita Seru Mendaki Gunung Gede di Masa Pandemi

Sabtu, 14 November 2020 - 06:22 WIB
loading...
Cerita Seru Mendaki Gunung Gede di Masa Pandemi
Tenda para pendaki memadati Alun-alun Surya Kencana, Gunung Gede, Jawa Barat. Meski pandemi, tak menyurutkan pendaki untuk mencumbu keindahan gunung berketinggian 2.958 Mdpl ini.
A A A
BOGOR - Dua minggu yang lalu sudah kami ceritakan ke Umar, soal rencana naik gunung. Kepada anak kami yang Desember nanti genap berusia 3 tahun ini, kami juga gambarkan keseruan naik gunung yang ditonton lewat video di Youtube. Dalam video itu nampak sosok Rana, anak pertama kami, yang sebelumnya pernah mendaki Gunung Salak, Jawa Barat.

Walau masih di dalam wilayah provinsi yang sama, tapi gunung yang hendak didaki kali ini adalah gunung Gede. Kondisinya pun juga berbeda. Di tengah pandemi, di mana semua keperluan termasuk perlengkapan pendakian mesti dipersiapkan di luar kebiasaan. Paling penting menyiapkan masker, hand sanitizer, cek kesehatan dalam hal ini suhu tubuh, hingga bicara ke Umar agar jangan mudah bersentuhan dengan orang lain supaya semuanya aman dan nyaman.

(baca juga:Sempat Ditutup, Jalur Pendakian Gunung Penanggungan Kembali Dibuka)


Tepat pukul 16.30 WIB, konvoi mobil rombongan kami bergerak dari Jakarta ke arah Bogor, Jawa Barat, persisnya menuju jalur gunung Puteri sebagai assembly point. Total rombongan kami ada 11 orang. Kendaraan yang saya tumpangi disopiri oleh Gatot, seorang dosen yang kebetulan juga gemar naik gunung.

Tak sampai tiga jam, rombongan kami tiba di kaki gunung Putri dan bermalam di rumah Mang Aep, anak dari almarhum Pak Idris. Pendaki era 70 – 90 an bisa dipastikan mengenal nama Pak Idris, yang rumahnya kerap dijadikan tempat persinggahan para pendaki sebelum melakukan pendakian via jalur gunung Puteri.

Jalur gunung Puteri dikenal paling pendek, namun lebih terjal dari semua jalur yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Medan jelajah berupa tanah, kerikil, akar pepohonan yang melintang menjadi menu wajib yang mesti dicumbu jika ingin mencapai puncak. Yang menarik, di tengah pandemi ternyata tetap saja banyak pendaki yang membidik gunung cantik ini.

(baca juga: Menjaga Tubuh Tetap Sehat Selama Pandemi dengan 5 Langkah Sederhana)

Mendaki gunung Gede memang seru dan mengasyikkan. Saya sendiri entah sudah berapa kali mendakinya. Diketahui, di dalam kawasan TNGP terdapat kawah, padang edelweiss, air terjun, air panas, serta kekayaan alam lainnya yang beragam. Gunung ini juga memiliki 250 ragam jenis burung yang 16 di antaranya jenis burung elang. Jika beruntung, saat pendakian kita bisa menemui lutung, surili, owa Jawa, dan banyak lagi binatang lainnya.

Jalur pendakian gunung Putri, saat kami mendaki, kali ini terbilang sangat padat. Meski demikian pendaki masih bisa menjaga jarak aman. Pendaki rata-rata berasal dari Jakarta, Tangerang, Bogor, Bekasi, Bandung bahkan dari luar pulau Jawa. Alasan mereka beragam, dari sekadar mengisi kekosongan waktu sampai mencari persahabatan di alam bebas.

Perjalanan via jalur gunung Putri disudahi setelah menggapai padang indah berkabut bernama Alun-alun Surya Kencana. Entah mengapa, di sini dan di pos-pos sebelumnya lebih banyak dijumpai relawan dan pedagang berseliweran. Selidik punya selidik, hal ini ternyata untuk memberikan servis kepada para pendaki. Pedagang dan relawan ini adalah orang-orang yang kehilangan pekerjaannya akibat dampak pandemi.

Salah satu guide yang mendampingi kami mengatakan, keberadaan pedagang dan relawan memang ada kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, pendaki yang sakit bisa ditolong lebih cepat. Pengunjung juga dimanjakan dengan tersedianya mie siap saji, air mineral, gorengan, buah sampai minuman aneka rasa. Kekurangannya sampah berserakan di mana-mana. Namun diakui, para pedagang, relawan bersama para pemandu wisata kerap melakukan pembersihan di TNGP. (Resep Sayur Lodeh, Makanan Khas Jawa Barat yang Bikin Ketagihan)

Malam itu, kami membuka tenda dengan berselimut kabut Surya Kencana. Hingga keesokan paginya, usai berbenah dan mengambil air dari mata air di padang indah ini untuk persiapan sarapan dan bekal perjalanan berikutnya. Namun sayang, di sekitar mata air mengalir jernih itu masih ada saja pendaki yang membuang hajat. Padahal ada ratusan orang mengakses air ini ketika bermalam atau melintas. Menjelang siang, cuaca sangat cerah.

Usai sarapan dan beres-beres, kami berangkat menuju puncak gunung Gede. Beruntungnya, anak kami, Umar tidak rewel. Di dalam kursi gendong yang saya panggul, Umar sangat senang dan nampak begitu menikmati pendakian. Hujan rintik kemudian deras, mewarnai perjalanan menuju puncak. Namun tidak berlangsung lama. Persis pukul 12.45, hujan berangsur menipis, dan kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Melintasi jalan terjal berbatu dan akar pohon di sepanjang jalur menuju puncak, memaksa banyak pendaki melepaskan masker. Alasannya sederhana, terasa sesak saat bernafas. “Yang penting jaga jarak Om,” seloroh seorang anak muda di dekat kami.

Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar….! Tepat pukul 13.12 WIB, kami sampai di puncak gunung berketinggian 2.958Mdpl ini. Suasana haru makin nelangsa diiring gerimis yang membasahi tanah dan tubuh kami. Sejenak kami nikmati makanan ringan yang ada. Kurang lebih setengah jam berada di puncak dan puas berswa foto, kami kemudian bergegas ke bawah, turun via jalur Cibodas.

Jalur Cibodas dikenal panjang dan berbatu, namun lebih landai. Walau perjalanan pulang sedikit lebih mudah, tapi kami putuskan untuk beristirahat sejenak dan makan siang di Kandang Badak, nama Pos Pendakian di persimpangan antara jalur gunung Gede dan Pangrango. Tak berapa lama, kami pun melanjutkan perjalanan hingga tiba di gerbang jalur Cibodas.

Yang disesalkan, terlihat pendaki yang masuk dan keluar di gerbang Cibodas tidak dites suhu tubuh. Jumlah petugas yang berjaga juga tidak memadai. Padahal ini penting, untuk mengontrol aktivitas para pendaki terutama memastikan bahwa protokol kesehatan penanganan pandemi benar-benar dijalankan.

Tak hanya itu. Satu kebiasaan buruk yang dari dulu tak berubah, yakni masih saja ada pendaki yang membuang sampah terserah, terutama di sepanjang jalur pendakian dan shelter-shelter yang disediakan. Meski tidak sedikit pula pendaki yang senantiasa menjaga kebersihan gunung, dengan membuat program bersih gunung bahkan pendakian zero waste dan lainnya. Hal positif ini dilakukan sebagai wujud cinta para pendaki di area bermain dan belajarnya, sekaligus tempat berpetualangnya.
(end)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1131 seconds (0.1#10.140)