Sensor Potensiometri, Alat Buatan Unair untuk Deteksi Gagal Ginjal

Selasa, 03 November 2020 - 10:56 WIB
loading...
Sensor Potensiometri, Alat Buatan Unair untuk Deteksi Gagal Ginjal
Perkembangan instrumentasi terus berkembang menjawab kebutuhan zaman. Bahkan, berbagai alat medis yang memanfatkan sensor sebagai salah satu instrumen yang digunakan. SINDOnews/Aan
A A A
SURABAYA - Perkembangan instrumentasi terus berkembang menjawab kebutuhan zaman. Bahkan, berbagai alat medis yang memanfatkan sensor sebagai salah satu instrumen yang digunakan.

Dosen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) Dr. Miratul Khasanah mengembangkan sensor potensiometri untuk mendeteksi kandungan kreatinin dalam darah. Sensor ini memberikan indikator terjadinya gagal ginjal pada seseorang.

“Di bidang medis deteksi kreatinin dalam serum darah biasanya menggunakan teknik fotometri yang membutuhkan pereaksi kimia atau enzim yang berharga mahal. Selain itu juga diperlukan volume sampel yang relatif besar karena metoda yang digunakan memiliki limit deteksi yang relatif tinggi,” kata Mira, Selasa (3/11/2020).

Ahli kimia analitik tersebut menambahkan, pihaknya ingin mengembangkan metode yang sederhana dengan peralatan yang bisa dijangkau. Dengan demikian bisa mengurangi ketergantungan terhadap suatu instrumen tertentu.

Sejak 2016, dirinya bersama tim telah mengembangkan sensor potensiometri untuk deteksi komponen dalam darah, diantaranya adalah asam urat, kreatinin, dan glukosa.

Mira menuturkan, selama ini metode deteksi kreatinin dalam bidang medis dilakukan menggunakan metode kolorimetri, yang diketahui dalam mendeteksi membutuhkan pereaksi kimia tertentu atau menggunakan enzim.

“Kalau menggunakan enzim memang selektif dan bahkan spesifik, namun harganya tidak murah. Sedangkan deteksi kreatinin dengan potensiometri, peralatan yang digunakan sangat sederhana, yaitu potensiometer seperti yang umum digunakan untuk mengukur pH larutan, yang dilengkapi dengan suatu sensor berupa elektroda yang dibuat dari bahan dasar berupa karbon,” ucapnya.

Selama ini, material yang digunakan sebagai bahan pembuatan sensor adalah campuran serbuk karbon dan imprinted zeolit. Pemilihan zeolit karena merupakan material yang mudah dimodifikasi dalam hal ukuran pori dan pembentukan cetakan.

Di samping itu zeolit merupakan salah satu material yang memiliki konduktivitas listrik yang bagus sehingga akan meningkatkan sinyal analisis. (Baca: Truk Hantam Pembatas Jalan di Ungaran, Dua Orang Luka Berat).

Bahkan, ketika molekul kreatinin dijebakkan saat sintesis zeolit, kemudian molekul tersebut diekstraksi dari kerangka zeolite sehingga menghasilkan suatu cetakan. Cetakan ini hanya akan cocok dengan bahan yang telah dicetakkan (kreatinin, red).

Sensor yang telah dikembangkan itu memiliki bentuk yang sederhana dan melalui cara pembuatan yang sangat mudah. Caranya, serbuk karbon dan serbuk zeolite dicampur dengan lilin, kemudian dipanaskan sampai meleleh, setelah itu dimasukkan ke dalam wadah atau kemasan berupa sedotan, tube isi bolpoin atau sejenisnya. (Baca: Kasus Pernikahan Dini dan Perceraian di Jawa Timur Meningkat).

Sebagai penghubung antara sensor dengan sumber listrik disematkan kawat perak atau tembaga dan dibantu dengan penjepit buaya untuk menyambungkannya dengan kabel. “Sebagai badan sensor biasanya kami menggunakan tip mikropipet karena bentuknya seperti corong, sehingga lebih mudah memasukkan pasta campuran karbon, zeolite dan lilinnya. Sebenarnya bisa juga menggunakan sedotan atau tube tempat tinta pada bolpoin,” jelasnya.
(nag)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0957 seconds (0.1#10.140)