Tim Penasehat Hukum Ahmad Yani Bantah Dakwaan KPK
loading...
A
A
A
PALEMBANG - Dengan telah dibacakan dan diserahkannya Keterangan Ahli secara tertulis, yaitu Ahli Hukum Pidana/Acara Pidana, Chairul Huda dan Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis serta didukung oleh keterangan terdakwa Ahmad Yani dalam persidangan secara online, anggota Tim Penasihat Hukum Bupati Muara Enim non aktif, Muhammad Rudjito semakin yakin bahwa Surat Dakwaan terhadap Bupati Ahmad Yani telah terbantahkan seluruhnya.
Rudjito mengatakan, pada saat terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) tanggal 2 September 2019 yang lalu antara A. Elfin MZ Muchtar dan Robi Okta Fahlevi terkait pemberian USD35.000 untuk Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) di Palembang, posisi Ahmad Yani saat itu berada di kantor Pemerintah Daerah Muara Enim.
"Pada waktu kejadian, sore itu Ahmad Yani selaku Bupati sedang melaksanakan rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Sekretaris Daerah. Bahkan Ahmad Yani tidak pernah mengetahui apalagi memerintah A Elfin MZ Muchtar untuk memberikan uang USD35.000 kepada Kapolda Sumsel pada saat itu, Irjen Firli Bahuri," ujarnya saat dihubungi, Rabu (15/04/2020).
Menurutnya, OTT tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tertangkap tangan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), apalagi Ahmad Yani menerangkan di persidangan bahwa ia tidak pernah memberikan perintah dan persetujuan terhadap proyek-proyek Jalan Jembatan di Dinas PUPR Muara Enim, yang menurut Saksi A. Elfin MZ Muchtar adalah persetujuan dan atau perintah dari Bupati Ahmad Yani, termasuk untuk menerima komitmen fee sebesar 10 persen sebagaimana yang dikatakan oleh Elfin.
"Yang terjadi justru Elfin yang menerima 1 persen komitmen fee dari Robi Okta Fahlevi dan sebidang tanah di Alam Sutera Tangerang. Ahmad Yani juga tidak pernah menerima pemberian tanah dari Elfin di Muara Enim, karena faktanya yang membeli tanah tersebut adalah Elfin, yang pelunasannya berasal dari uang Robi," jelasnya.
Selain itu, kata Rudjito, Ahmad Yani juga tidak pernah menerima pemberian mobil merek Tata dan Lexus karena mobil-mobil tersebut sebenarnya hanya dipinjam saja dari Robi dalam rangka memenuhi kebutuhan aktivitas Pemkab Muara Enim.
"Ahmad Yani dalam memberikan keterangannya sebagai Terdakwa menyampaikan bahwa dirinya dilantik menjadi Bupati Muara Enim pada 18 September 2018. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui dan tidak pernah memerintahkan Elfin untuk melakukan ploting terhadap 16 paket proyek yang dikerjakan oleh Robi," tambahnya.
Rudjito menambahkan, bahkan Ahmad Yani pun baru mengetahui terdapat 16 paket proyek dengan anggaran senilai Rp130 Milyar setelah dirinya ditangkap oleh KPK. Bahkan, Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menerangkan bahwa yang berwenang menetapkan proyek adalah kepala SKPD, sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA)/Pengguna Barang.
Dilihat dari sudut prosedur pembentukan APBD dan Perubahan APBD, Ahli Hukum Tata Negara tersebut berpendapat tidak ada yang dapat dilakukan oleh Bupati.
"Bupati, suka atau tidak, senang atau tidak, hanya bisa menjalankan APBD yang telah disahkan. Dapat dipastikan secara keilmuan penyusunan APBD untuk tahun anggaran 2019 pun bupati yang baru dilantik pada bulan September itu, tidak dapat ikut membahasnya," ungkapnya.
Penasehat hukum Muhammad Rudjito menjelaskan, jika Bupati Ahmad Yani juga menerangkan bahwa ia telah menjadi korban persekongkolan antara Robi dan Elfin. Hal ini terlihat dengan jelas dalam catatan saksi Jenifer Capriati, yang mencatat bahwa ada rumah Jln. Panglima Polim untuknya, tetapi dalam persidangan telah dibantah oleh Robi.
"Termasuk juga dari keterangan beberapa orang yang menjadi anak buah Elfin yang menerangkan ada penyerahan uang ke rumah dalam kardus atau dalam paperbag. Padahal tidak benar. Hal ini jelas dari yang disampaikan oleh Elfin pada saat memberikan tanggapan atas keterangan Ahmad Yani sebagai Saksi dalam perkaranya Elfin," bebernya.
Elfin sendiri, lanjutnya, tidak yakin ada uang yang diterima oleh Bupati Ahmad Yani dalam paperbag yang diberikan Elfin kepada saksi Riza Umari (ajudan) pada saat ada acara di Rumah Dinas Bupati sebelum keberangkatan Haji, "di mana Elfin menyatakan pada persidangan tersebut bahwa apabila bapak Ahmad Yani tidak pernah menerima paper bag dari ajudan Riza, berarti paperbag tersebut diambil untuk diri Riza sendiri".
Kemudian, lanjut Rudjito, Ahmad Yani juga menerangkan bahwa sebagai Bupati Muara Enim, dirinya mempunyai visi misi yang salah satunya adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan itu tertuang dalam Perda Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dijelaskan juga, yang berwenang menetapkan proyek adalah Kepala SKPD, kemudian Kepala SKPD sebagai Pengguna Anggaran dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana diatur Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005.
"Mengingat fakta yang terungkap di persidangan bahwa Elfin ditunjuk oleh Plt. Kepala Dinas PUPR (Kepala SKPD) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk sebagian dari 16 paket proyek yang dikerjakan Robi, di mana Elfin yang telah memploting dan mengkondisikan 16 paket proyek agar dikerjakan oleh Robi tanpa sepengetahuan Plt. Kepala Dinas PUPR Ramlan Suryadi maupun Bupati Ahmad Yani. Maka hemat kami, Elfin lah yang sesungguhnya menjadi aktor intelektual atau pelaku utama dalam perkara yang dihadapi Klien kami," tandas Rudjito.
Rudjito mengatakan, pada saat terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) tanggal 2 September 2019 yang lalu antara A. Elfin MZ Muchtar dan Robi Okta Fahlevi terkait pemberian USD35.000 untuk Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) di Palembang, posisi Ahmad Yani saat itu berada di kantor Pemerintah Daerah Muara Enim.
"Pada waktu kejadian, sore itu Ahmad Yani selaku Bupati sedang melaksanakan rapat dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Sekretaris Daerah. Bahkan Ahmad Yani tidak pernah mengetahui apalagi memerintah A Elfin MZ Muchtar untuk memberikan uang USD35.000 kepada Kapolda Sumsel pada saat itu, Irjen Firli Bahuri," ujarnya saat dihubungi, Rabu (15/04/2020).
Menurutnya, OTT tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tertangkap tangan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), apalagi Ahmad Yani menerangkan di persidangan bahwa ia tidak pernah memberikan perintah dan persetujuan terhadap proyek-proyek Jalan Jembatan di Dinas PUPR Muara Enim, yang menurut Saksi A. Elfin MZ Muchtar adalah persetujuan dan atau perintah dari Bupati Ahmad Yani, termasuk untuk menerima komitmen fee sebesar 10 persen sebagaimana yang dikatakan oleh Elfin.
"Yang terjadi justru Elfin yang menerima 1 persen komitmen fee dari Robi Okta Fahlevi dan sebidang tanah di Alam Sutera Tangerang. Ahmad Yani juga tidak pernah menerima pemberian tanah dari Elfin di Muara Enim, karena faktanya yang membeli tanah tersebut adalah Elfin, yang pelunasannya berasal dari uang Robi," jelasnya.
Selain itu, kata Rudjito, Ahmad Yani juga tidak pernah menerima pemberian mobil merek Tata dan Lexus karena mobil-mobil tersebut sebenarnya hanya dipinjam saja dari Robi dalam rangka memenuhi kebutuhan aktivitas Pemkab Muara Enim.
"Ahmad Yani dalam memberikan keterangannya sebagai Terdakwa menyampaikan bahwa dirinya dilantik menjadi Bupati Muara Enim pada 18 September 2018. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui dan tidak pernah memerintahkan Elfin untuk melakukan ploting terhadap 16 paket proyek yang dikerjakan oleh Robi," tambahnya.
Rudjito menambahkan, bahkan Ahmad Yani pun baru mengetahui terdapat 16 paket proyek dengan anggaran senilai Rp130 Milyar setelah dirinya ditangkap oleh KPK. Bahkan, Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menerangkan bahwa yang berwenang menetapkan proyek adalah kepala SKPD, sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA)/Pengguna Barang.
Dilihat dari sudut prosedur pembentukan APBD dan Perubahan APBD, Ahli Hukum Tata Negara tersebut berpendapat tidak ada yang dapat dilakukan oleh Bupati.
"Bupati, suka atau tidak, senang atau tidak, hanya bisa menjalankan APBD yang telah disahkan. Dapat dipastikan secara keilmuan penyusunan APBD untuk tahun anggaran 2019 pun bupati yang baru dilantik pada bulan September itu, tidak dapat ikut membahasnya," ungkapnya.
Penasehat hukum Muhammad Rudjito menjelaskan, jika Bupati Ahmad Yani juga menerangkan bahwa ia telah menjadi korban persekongkolan antara Robi dan Elfin. Hal ini terlihat dengan jelas dalam catatan saksi Jenifer Capriati, yang mencatat bahwa ada rumah Jln. Panglima Polim untuknya, tetapi dalam persidangan telah dibantah oleh Robi.
"Termasuk juga dari keterangan beberapa orang yang menjadi anak buah Elfin yang menerangkan ada penyerahan uang ke rumah dalam kardus atau dalam paperbag. Padahal tidak benar. Hal ini jelas dari yang disampaikan oleh Elfin pada saat memberikan tanggapan atas keterangan Ahmad Yani sebagai Saksi dalam perkaranya Elfin," bebernya.
Elfin sendiri, lanjutnya, tidak yakin ada uang yang diterima oleh Bupati Ahmad Yani dalam paperbag yang diberikan Elfin kepada saksi Riza Umari (ajudan) pada saat ada acara di Rumah Dinas Bupati sebelum keberangkatan Haji, "di mana Elfin menyatakan pada persidangan tersebut bahwa apabila bapak Ahmad Yani tidak pernah menerima paper bag dari ajudan Riza, berarti paperbag tersebut diambil untuk diri Riza sendiri".
Kemudian, lanjut Rudjito, Ahmad Yani juga menerangkan bahwa sebagai Bupati Muara Enim, dirinya mempunyai visi misi yang salah satunya adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan itu tertuang dalam Perda Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dijelaskan juga, yang berwenang menetapkan proyek adalah Kepala SKPD, kemudian Kepala SKPD sebagai Pengguna Anggaran dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana diatur Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005.
"Mengingat fakta yang terungkap di persidangan bahwa Elfin ditunjuk oleh Plt. Kepala Dinas PUPR (Kepala SKPD) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk sebagian dari 16 paket proyek yang dikerjakan Robi, di mana Elfin yang telah memploting dan mengkondisikan 16 paket proyek agar dikerjakan oleh Robi tanpa sepengetahuan Plt. Kepala Dinas PUPR Ramlan Suryadi maupun Bupati Ahmad Yani. Maka hemat kami, Elfin lah yang sesungguhnya menjadi aktor intelektual atau pelaku utama dalam perkara yang dihadapi Klien kami," tandas Rudjito.
(don)