Rekomendasi Alat Tes Diragukan, 443 orang di Bali Sempat Divonis Corona

Senin, 04 Mei 2020 - 21:22 WIB
loading...
Rekomendasi Alat Tes Diragukan, 443 orang di Bali Sempat Divonis Corona
Sebanyak 443 warga Banjar Serokadan, Abuan, Bangli, Bali dinyatakan reaktif terhadap rapid test COVID-19. Namun setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang malah dinyatakan negatif. Sisanya, 139 orang, masih menunggu jadwal tes. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
JAKARTA - Satu dusun di Bali, yakni Banjar Serokadan, Desa Abuan, Bangli diisolasi Pemerintah Provinsi Bali setelah 443 orang dari 1.210 warganya dinyatakan reaktif terhadap rapid test atau tes cepat deteksi virus corona (COVID-19).

Setelah diuji ulang dengan tes PCR, 275 orang malah dinyatakan negatif. Sisanya, 139 orang, masih menunggu jadwal tes. Gubernur Bali Wayan Koster yang menyampaikan data itu kemudian meminta media mengoreksi pemberitaan soal 443 orang tersebut. "Untuk itu saya mohonkan semua media yang memberitakan hal tersebut, bisa merevisi beritanya bahwa hasil tes swab-nya negatif," ujarnya. (Baca juga: Demo di RSUD Rupit Berbuntut Panjang, Kepala Ruangan IGD dan PDL Dimutasi)

Muncul pertanyaan tentang keakuratan alat rapid test yang digunakan. Warga Desa Abuan dites dengan alat rapid test bermerek VivaDiag, buatan China yang diimpor PT Kirana Jaya Lestari. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya menyebut, pihaknya membeli 4.000 unit alat rapid test itu belum lama ini. Namun kapan persisnya, dia mengaku lupa. "Kalau itu bagian pengadaan yang tahu," ucap Suarjaya. Dia mengklaim, alat itu baru digunakan di Banjar Serodakan.

Karena ada perbedaan hasil yang sangat jauh dan melenceng, maka penggunaan VivaDiag sementara dihentikan. Peredarannya ditarik. "Sementara ini rapid test tersebut kami tarik dan diganti dengan yang lain," tuturnya. Lanjutnya, Suarjaya menginformasikan bahwa VivaDiag tengah diperiksa oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Karena itulah, dia menolak mengomentari soal akurat tidaknya VivaDiag dalam mendeteksi COVID-19. "Kemenkes nantinya yang akan membahas ini dengan sampel dari rapid test yang kita beli itu, kenapa ada perbedaan. Nanti Kemenkes yang akan membahasnya apakah itu akurat atau tidak," elak Suarjaya.

Suarjaya memastikan bahwa pembelian VivaDiag dilakukan karena nama merek itu tercantum di laman resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional sebagai salah satu alat rapid test yang direkomendasikan.

Meski demikian, dalam pesan WhatsApp yang mengatasnamakan Wakil Koordinator Subbidang Pam dan Gakkum Gugus tugas COVID-19 Pusat BJP Dr Darmawan, disebut bahwa BNPB tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terhadap alat rapid test VivaDiag yang digunakan Pemprov Bali di Desa Abuan, Kabupaten Bangli untuk mengetes 1.210 warga setempat pada bulan April lalu. "Apabila ada di daerah ditemukan alat rapid test COVID-19 merek VivaDiag yang dijual oleh PT Kirana Jaya Lestari untuk diamankan karena alat tersebut tidak valid dan tidak direkomendasikan oleh BNPB, serta laporkan kepada kepolisian setempat untuk dilakukan penyitaan," demikian bunyi pesan itu.

Dikonfirmasi soal ini, Kepala BPBD Provinsi Bali, Made Rentin menyatakan, hal itu masih dalam penelusuran. "Masih ditelusuri oleh BNPB," ujarnya kepada wartawan, Senin (4/5). Rentin menegaskan, selama penelusuran maka rapid test dengan VivaDiag untuk sementara dihentikan.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3481 seconds (0.1#10.140)