Kecelakaan Maut di Gerbang Tol Ciawi Momentum Evaluasi Semua Pihak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kecelakaan maut di Gerbang Tol (GT) Ciawi , Bogor harus menjadi evaluasi semua pihak agar tidak terjadi lagi peristiwa yang sama di kemudian hari. Salah satu yang harus dievaluasi yakni penggunaan kartu E-Toll.
Seperti diketahui, banyaknya korban dalam kecelakaan tersebut karena terjadinya antrean kendaraan di pintu tol.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kecelakaan maut di GT Ciawi tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak saja seperti sopir truk yang mengalami rem blong yang kemudian menabrak semua mobil yang antre di pintu tol.
Menurut dia, semua pihak baik Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Korlantas, Jasa Raharja, dan para pengemudi kendaraan harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut. “Terjadinya korban yang sangat banyak seperti pada kecelakaan maut GT Ciawi bisa saja dihindari jika semua pihak mematuhi regulasi yang ada,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).
Karena, di balik terjadinya rem blong truk yang dikendarai sopir truk, korban kecelakaan menjadi lebih banyak karena terjadinya antrean kendaraan di pintu tol yang disebabkan kartu salah satu pengendara tidak bisa digunakan.
Agus mengingatkan pengemudi agar memeriksa terlebih dulu kartu E-Toll sebelum berkendara mengingat tidak ada lagi petugas yang menjaga pintu tol. “Harus dari kesadaran kita juga bahwa kita sudah harus siapkan dana yang cukup segala macam buat lewat tol,” katanya.
Selain itu, kecelakaan yang terjadi juga disebabkan masalah regulatornya yang tidak bekerja dengan baik. Hal ini menyebabkan banyak pihak yang tidak menaati semua peraturan dan menyebabkan banyak terjadinya kecelakaan.
Dia mencontohkan penggunaan kamera ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) yaitu kamera yang digunakan untuk menangkap pelanggaran lalu lintas di jalan tol yang hingga kini tidak ada kabarnya lagi.
Begitu juga dengan penggunaan OBU (On Board Unit) untuk membaca perjalanan kendaraan saat melewati gerbang tol, yang tiba-tiba dihentikan Kementerian PUPR dan menggantinya dengan sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) yang menggunakan teknologi Global Navigation Satelit System (GNSS) dari Hongaria.
“Sampai sekarang urusannya juga tidak jelas. Jadi mau bagaimana mengurangi kecelakaan di jalan tol?” ucapnya.
Dia juga menyoroti soal pembangunan gerbang tol yang salah. Gerbang tol yang ada saat ini banyak terlalu berbelok yang seharusnya dibuat agak sejajar dengan jalan tolnya. Kondisi seperti itu membuat kendaraan terutama truk sulit melewatinya.
“Sudah saya sampaikan juga ke operator agar diperbaiki. Tapi memang itu tergantung lahan, karena bangunnya kadang-kadang juga tidak dihitung dengan baik,” kata Agus.
Kemudian, banyaknya terjadi kecelakaan di jalan tol juga disebabkan tidak dilatihnya sopir truk untuk berkendara dengan baik. “Kan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan itu tugasnya melatih sopir-sopir supaya dapat sertifikat,” ujarnya.
Seperti diketahui, banyaknya korban dalam kecelakaan tersebut karena terjadinya antrean kendaraan di pintu tol.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kecelakaan maut di GT Ciawi tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak saja seperti sopir truk yang mengalami rem blong yang kemudian menabrak semua mobil yang antre di pintu tol.
Menurut dia, semua pihak baik Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Korlantas, Jasa Raharja, dan para pengemudi kendaraan harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa tersebut. “Terjadinya korban yang sangat banyak seperti pada kecelakaan maut GT Ciawi bisa saja dihindari jika semua pihak mematuhi regulasi yang ada,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).
Karena, di balik terjadinya rem blong truk yang dikendarai sopir truk, korban kecelakaan menjadi lebih banyak karena terjadinya antrean kendaraan di pintu tol yang disebabkan kartu salah satu pengendara tidak bisa digunakan.
Agus mengingatkan pengemudi agar memeriksa terlebih dulu kartu E-Toll sebelum berkendara mengingat tidak ada lagi petugas yang menjaga pintu tol. “Harus dari kesadaran kita juga bahwa kita sudah harus siapkan dana yang cukup segala macam buat lewat tol,” katanya.
Selain itu, kecelakaan yang terjadi juga disebabkan masalah regulatornya yang tidak bekerja dengan baik. Hal ini menyebabkan banyak pihak yang tidak menaati semua peraturan dan menyebabkan banyak terjadinya kecelakaan.
Dia mencontohkan penggunaan kamera ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) yaitu kamera yang digunakan untuk menangkap pelanggaran lalu lintas di jalan tol yang hingga kini tidak ada kabarnya lagi.
Begitu juga dengan penggunaan OBU (On Board Unit) untuk membaca perjalanan kendaraan saat melewati gerbang tol, yang tiba-tiba dihentikan Kementerian PUPR dan menggantinya dengan sistem Multi Lane Free Flow (MLFF) yang menggunakan teknologi Global Navigation Satelit System (GNSS) dari Hongaria.
“Sampai sekarang urusannya juga tidak jelas. Jadi mau bagaimana mengurangi kecelakaan di jalan tol?” ucapnya.
Dia juga menyoroti soal pembangunan gerbang tol yang salah. Gerbang tol yang ada saat ini banyak terlalu berbelok yang seharusnya dibuat agak sejajar dengan jalan tolnya. Kondisi seperti itu membuat kendaraan terutama truk sulit melewatinya.
“Sudah saya sampaikan juga ke operator agar diperbaiki. Tapi memang itu tergantung lahan, karena bangunnya kadang-kadang juga tidak dihitung dengan baik,” kata Agus.
Kemudian, banyaknya terjadi kecelakaan di jalan tol juga disebabkan tidak dilatihnya sopir truk untuk berkendara dengan baik. “Kan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan itu tugasnya melatih sopir-sopir supaya dapat sertifikat,” ujarnya.
(jon)