Pasukan Pangeran Diponegoro Sulit Dikalahkan Paksa Belanda Bangun Benteng Pertahanan di Madiun
loading...
A
A
A
PERTEMPURANsengit antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan tentara Belanda terjadi di awal tahun 1828. Kala itu pasukan Pangeran Diponegoro sangat sulit dikalahkan.
Pertempuran ini memaksa Belanda juga harus membuat beberapa benteng pertahanan bekerjasama dengan wilayah - wilayah kabupaten yang memihaknya. Kemenangan Belanda di Bojonegoro pada pertempuran 5 Februari 1828 berimbas kepada beberapa daerah lain yang mendukung kompeni.
Di sisi lain perlawanan dari pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa kian sengit.
Di Madiun, Bupati Wedana Madiun bahkan sampai harus meminta bantuan kepada Kapten De Munck di Ngawi, untuk memperkuat keamanan mereka setelah Yudokusumo dan pengikutnya melarikan diri ke Caruban, serta menghimpun kekuatan baru pasca peperangan di Bojonegoro.
Kapten De Munck pun menyiapkan cukup perbekalan untuk satu detasemen di bawah Letda Marnitz, yang terdiri atas 50 orang. Tentara itu 20 di antaranya dipersenjatai senapan, sementara yang lain menggunakan tombak. Detasemen tersebut kemudian dikirim ke Wonorejo.
Sesampainya di Wonorejo, Diard petinggi Belanda, menyarankan agar pasukan segera membangun benteng. Hal ini tercantum dalam laporan Residen Madiun Lodewijk de Launy, pasca peperangan.
Tempat benteng didirikan disebut sebagai Kartoharjo (bukan Wonorejo), yang kini merupakan nama sebuah desa di dalam Kota Madiun.
Dikutip dari buku "Antara Lawu dan Wilis: Arkeologis, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Madiun 1934 - 38.
Di samping itu, Letnan François Auguste Schnorbusch, yang barisannya juga diperkuat oleh pasukan Bupati Ponorogo, melindungi orang-orang yang bekerja dalam pembangunan benteng ini dari serangan musuh.
Putra bupati juga turut bergabung di dalam pasukan yang dipimpin Schnorbusch. Untuk membangun benteng yang disarankan tersebut, bupati wedana menugaskan RT Sosronegoro, yang merupakan mantan pemungut pajak di Grobogan, dengan perintah untuk mendirikan "Benteng ing Kartoharjo".
Mengenai lokasi tepatnya benteng di Kartoharjo itu konon belum sepenuhnya jelas.
Diard, yang tampaknya memiliki wewenang sehingga dapat memberi perintah kepada Marnitz, memerintahkan letda tersebut untuk membangun benteng dengan dua bastion.
Satu di sudut utara dan satu lagi di sudut selatan, agar jangkauan meriam benteng dapat menjangkau sepanjang jalan yang menuju ke Ponorogo dan juga mengawasi rumah bupati dan pasar.
Selain di dalam ibu kota Madiun, pekerjaan juga dilakukan untuk memperbaiki benteng di Ngawi.
Pada Januari 1828, benteng itu dikepung musuh dari tiga arah setelah para pasukan Pangeran Diponegoro yang disebut Belanda sebagai pemberontak membakar semua desa di sekitar benteng.
Pertempuran ini memaksa Belanda juga harus membuat beberapa benteng pertahanan bekerjasama dengan wilayah - wilayah kabupaten yang memihaknya. Kemenangan Belanda di Bojonegoro pada pertempuran 5 Februari 1828 berimbas kepada beberapa daerah lain yang mendukung kompeni.
Di sisi lain perlawanan dari pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa kian sengit.
Di Madiun, Bupati Wedana Madiun bahkan sampai harus meminta bantuan kepada Kapten De Munck di Ngawi, untuk memperkuat keamanan mereka setelah Yudokusumo dan pengikutnya melarikan diri ke Caruban, serta menghimpun kekuatan baru pasca peperangan di Bojonegoro.
Kapten De Munck pun menyiapkan cukup perbekalan untuk satu detasemen di bawah Letda Marnitz, yang terdiri atas 50 orang. Tentara itu 20 di antaranya dipersenjatai senapan, sementara yang lain menggunakan tombak. Detasemen tersebut kemudian dikirim ke Wonorejo.
Sesampainya di Wonorejo, Diard petinggi Belanda, menyarankan agar pasukan segera membangun benteng. Hal ini tercantum dalam laporan Residen Madiun Lodewijk de Launy, pasca peperangan.
Tempat benteng didirikan disebut sebagai Kartoharjo (bukan Wonorejo), yang kini merupakan nama sebuah desa di dalam Kota Madiun.
Dikutip dari buku "Antara Lawu dan Wilis: Arkeologis, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam Residen Madiun 1934 - 38.
Di samping itu, Letnan François Auguste Schnorbusch, yang barisannya juga diperkuat oleh pasukan Bupati Ponorogo, melindungi orang-orang yang bekerja dalam pembangunan benteng ini dari serangan musuh.
Putra bupati juga turut bergabung di dalam pasukan yang dipimpin Schnorbusch. Untuk membangun benteng yang disarankan tersebut, bupati wedana menugaskan RT Sosronegoro, yang merupakan mantan pemungut pajak di Grobogan, dengan perintah untuk mendirikan "Benteng ing Kartoharjo".
Mengenai lokasi tepatnya benteng di Kartoharjo itu konon belum sepenuhnya jelas.
Diard, yang tampaknya memiliki wewenang sehingga dapat memberi perintah kepada Marnitz, memerintahkan letda tersebut untuk membangun benteng dengan dua bastion.
Satu di sudut utara dan satu lagi di sudut selatan, agar jangkauan meriam benteng dapat menjangkau sepanjang jalan yang menuju ke Ponorogo dan juga mengawasi rumah bupati dan pasar.
Selain di dalam ibu kota Madiun, pekerjaan juga dilakukan untuk memperbaiki benteng di Ngawi.
Pada Januari 1828, benteng itu dikepung musuh dari tiga arah setelah para pasukan Pangeran Diponegoro yang disebut Belanda sebagai pemberontak membakar semua desa di sekitar benteng.
(shf)