Kesalahan Strategi Belanda Sebabkan Ratusan Serdadunya Tewas di Pertempuran Minahasa
loading...
A
A
A
SEMARANG - Ratusan serdadu Belanda terluka dan tewas dalam pertempuran di Minahasa . Belanda dibuat kewalahan dengan serangan-serangan yang dilancarkan oleh gabungan tokoh-tokoh kelompok di Minahasa, akibat kesewenangan Belanda.
Mereka yang luka-luka dikirim kembali ke benteng Fort Amsterdam. Benteng pertahanan masyarakat Minahasa di Moraya sulit ditembus. Wilayah benteng yang berupa rawa-rawa berlumpur, benteng itu juga dikelilingi oleh rintangan buatan berupa parit.
Tak hanya itu, pejuang Minahasa masih memagari benteng itu dengan bambu berduri, dan bambu runcing yang ditancapkan dan disamarkan sedemikian rupa. Jebakan maut inilah yang membuat tentara Belanda banyak yang terluka dan tewas di sekitar benteng pertahanan.
Dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia", pejabat Belanda di Minahasa bernama Prediger memang sempat melakukan kesalahan ketika membendung Sungai Temberan. Genangan luapan sungai itu membuat medan pertempuran menjadi sukar dilewati oleh pasukannya sendiri.
Pasukan Belanda banyak yang tenggelam, hingga sebatas pinggang, dan oleh karena itu mereka tidak leluasa bergerak. Di pertahanan Koya, Prediger bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh Letnan Veld dari Tonsea Lama.
Ia memerintahkan Veld untuk membuka kembali bendungan Sungai Temberan. Setelah itu, Prediger kembali ke Tataaran bertemu dengan Lantzhuis. Ia melaporkan kepada wakil gubernur alasan menarik mundur pasukan.
Medan pertempuran yang sulit berupa genangan air dan lumpur, dan juga kondisi pasukan yang tidak mendukung sebagai inți laporan Prediger, menurut Lantzhuis tidak masuk akal. la memerintahkan Prediger agar kembali mempersiapkan serangan berikutnya.
Serangan ke pertahanan Minahasa dilancarkan kembali. Pasukan Belanda menyerang dengan didukung oleh tembakan-tembakan artileri. Pasukan Minahasa menyambut serangan itu dengan pekik peperangan yang membahana.
Mereka merangkak maju tanpa menghiraukan hujanan tembakan musuh. Pasukan Minahasa berhasil memukul mundur pasukan Belanda dan mendesak mereka kembali ke perahu-perahu yang segera menjauhi daratan. Di perairan Danau Tondano, pasukan Minahasa terus menyerang dengan pasukan selamnya.
Mereka memakai alang-alang sebagai alat bantu pernapasan selama di dalam air. Mereka bersenjatakan Parang dan tombak. Tugas mereka adalah menenggelamkan perahu musuh.
Mereka yang luka-luka dikirim kembali ke benteng Fort Amsterdam. Benteng pertahanan masyarakat Minahasa di Moraya sulit ditembus. Wilayah benteng yang berupa rawa-rawa berlumpur, benteng itu juga dikelilingi oleh rintangan buatan berupa parit.
Tak hanya itu, pejuang Minahasa masih memagari benteng itu dengan bambu berduri, dan bambu runcing yang ditancapkan dan disamarkan sedemikian rupa. Jebakan maut inilah yang membuat tentara Belanda banyak yang terluka dan tewas di sekitar benteng pertahanan.
Dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia", pejabat Belanda di Minahasa bernama Prediger memang sempat melakukan kesalahan ketika membendung Sungai Temberan. Genangan luapan sungai itu membuat medan pertempuran menjadi sukar dilewati oleh pasukannya sendiri.
Pasukan Belanda banyak yang tenggelam, hingga sebatas pinggang, dan oleh karena itu mereka tidak leluasa bergerak. Di pertahanan Koya, Prediger bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh Letnan Veld dari Tonsea Lama.
Ia memerintahkan Veld untuk membuka kembali bendungan Sungai Temberan. Setelah itu, Prediger kembali ke Tataaran bertemu dengan Lantzhuis. Ia melaporkan kepada wakil gubernur alasan menarik mundur pasukan.
Medan pertempuran yang sulit berupa genangan air dan lumpur, dan juga kondisi pasukan yang tidak mendukung sebagai inți laporan Prediger, menurut Lantzhuis tidak masuk akal. la memerintahkan Prediger agar kembali mempersiapkan serangan berikutnya.
Serangan ke pertahanan Minahasa dilancarkan kembali. Pasukan Belanda menyerang dengan didukung oleh tembakan-tembakan artileri. Pasukan Minahasa menyambut serangan itu dengan pekik peperangan yang membahana.
Mereka merangkak maju tanpa menghiraukan hujanan tembakan musuh. Pasukan Minahasa berhasil memukul mundur pasukan Belanda dan mendesak mereka kembali ke perahu-perahu yang segera menjauhi daratan. Di perairan Danau Tondano, pasukan Minahasa terus menyerang dengan pasukan selamnya.
Mereka memakai alang-alang sebagai alat bantu pernapasan selama di dalam air. Mereka bersenjatakan Parang dan tombak. Tugas mereka adalah menenggelamkan perahu musuh.
(cip)