Kisah Jenderal GPH Djatikusumo: Pangeran Jawa Mirip dengan Panglima Perang Islam Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad
loading...
A
A
A
Di kalangan TNI, Djatikusumo dikenal sebagai pemimpin yang loyal dan penuh strategi. Ia memimpin Divisi IV di Salatiga dan Divisi V Ronggolawe setelah reorganisasi TNI.
Pada Februari 1948, ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama dengan markas di Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Jabatan ini hanya ia emban selama satu tahun sebelum diserahkan kepada Kolonel A.H. Nasution.
Jenderal TNI A.H. Nasution menggambarkan Djatikusumo sebagai sosok yang mengingatkan pada Panglima Perang Islam Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad.
Ketiganya dikenal sebagai pemimpin yang berjuang semata-mata untuk Allah SWT. Djatikusumo dianggap sebagai prajurit sejati, pekerja keras, dan pemimpin tanpa ambisi pribadi.
Setelah pensiun dari dunia militer, Djatikusumo menjabat berbagai posisi penting, termasuk Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata.
Ia memajukan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, serta membangun sejumlah hotel bintang lima. Djatikusumo juga menjadi duta besar di berbagai negara, seperti Malaysia, Maroko, Prancis, dan Spanyol.
Djatikusumo wafat pada 4 Juli 1992 dan dimakamkan di Makam Raja di Imogiri, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, ia dianugerahi 17 penghargaan, termasuk dari Vatikan. Pada 1997, ia menerima pangkat Jenderal Kehormatan, dan pada 2002, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI.
Sosoknya tetap menjadi teladan bagi generasi penerus, seorang pemimpin yang tidak hanya tangguh di medan perang tetapi juga berdedikasi tinggi dalam membangun bangsa.
Pada Februari 1948, ia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama dengan markas di Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Jabatan ini hanya ia emban selama satu tahun sebelum diserahkan kepada Kolonel A.H. Nasution.
Dibandingkan dengan Panglima Perang Islam
Jenderal TNI A.H. Nasution menggambarkan Djatikusumo sebagai sosok yang mengingatkan pada Panglima Perang Islam Khalid Bin Walid dan Tariq Bin Ziad.
Ketiganya dikenal sebagai pemimpin yang berjuang semata-mata untuk Allah SWT. Djatikusumo dianggap sebagai prajurit sejati, pekerja keras, dan pemimpin tanpa ambisi pribadi.
Setelah pensiun dari dunia militer, Djatikusumo menjabat berbagai posisi penting, termasuk Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata.
Ia memajukan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, serta membangun sejumlah hotel bintang lima. Djatikusumo juga menjadi duta besar di berbagai negara, seperti Malaysia, Maroko, Prancis, dan Spanyol.
Djatikusumo wafat pada 4 Juli 1992 dan dimakamkan di Makam Raja di Imogiri, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, ia dianugerahi 17 penghargaan, termasuk dari Vatikan. Pada 1997, ia menerima pangkat Jenderal Kehormatan, dan pada 2002, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI.
Sosoknya tetap menjadi teladan bagi generasi penerus, seorang pemimpin yang tidak hanya tangguh di medan perang tetapi juga berdedikasi tinggi dalam membangun bangsa.
(shf)