Kerajaan Nusantara Tak Akui Keberadaan Keraton Agung Sejagat
A
A
A
SOLO - Ketua Harian Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) KPH Eddy Wirabhumi mempertanyakan keberadaan Keraton Agung Sejagat yang muncul di Purworejo. Keberadaannya dinilai tidak memiliki historis yang dapat dipakai sebagai dasar.
“Menurut saya tidak usah diperbincangkan lebih lanjut, karena akan membuang energi,” kata Eddy Wirabhumi, Selasa (14/1/2020).
Terlebih, hal-hal yang disampaikan dinilai berbau mistis dan tidak masuk akal. Sehingga keberadaannya diabaikan saja, karena kerajaan tidak bisa didasarkan hanya dari klenik dan dukun. MAKN dengan tegas tidak mengakui keberadaan Keraton Agung Sejagat.
MAKN memiliki aturan baku bahwa yang menjadi anggota adalah Raja, Sultan, Pemangku Adat, dan lainnya yang memiliki basis historis masa lalu. Situasi kerajaan di nusantara saat ini memang berbeda beda. Namun, basisnya adalah sejarah dan adat tradisi di wilayah masing- masing.
Di dalam MAKN sendiri ada upaya untuk masuk kepada peran masa kini dan masa mendatang dari kerajaan kerajaan yang menjadi anggotanya. Tetapi, dilakukan melalui basis riset keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Sehingga untuk masuk menjadi anggota MAKN, kriteria tidak sembarangan.
Masyarakat juga akan mempertanyakan jika mereka tidak bisa membuktikan sisi basis genetis dari raja terdahulunya. Seperti contoh kasus serupa yang pernah muncul di sejumlah situs kerajaan. Sehingga Keraton Agung Sejagat dianggap sebagai lelucon.
Sebelumnya, masyarakat Purworejo dihebohkan dengan keraton baru yang mendadak berdiri. Terlebih kerajaan dengan nama Keraton Agung Sejagat itu mengklaim memiliki daerah kekuasaan seluruh negara di dunia.
Keraton yang berdiri di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo itu dipimpin seorang raja bergelar Rangkai Mataram Agung. Sebagai pendamping adalah istrinya yang biasa dipanggil Kanjeng Ratu. Bahkan Keraton Agung Sejagat kini memiliki 425 pengikut setia.
Mereka juga mengenakan pakaian kebesaran masing-masing berupa setelan warna hitam, lengkap dengan topi dan selempang kuning yang melilit dari pundak ke pinggang.
“Menurut saya tidak usah diperbincangkan lebih lanjut, karena akan membuang energi,” kata Eddy Wirabhumi, Selasa (14/1/2020).
Terlebih, hal-hal yang disampaikan dinilai berbau mistis dan tidak masuk akal. Sehingga keberadaannya diabaikan saja, karena kerajaan tidak bisa didasarkan hanya dari klenik dan dukun. MAKN dengan tegas tidak mengakui keberadaan Keraton Agung Sejagat.
MAKN memiliki aturan baku bahwa yang menjadi anggota adalah Raja, Sultan, Pemangku Adat, dan lainnya yang memiliki basis historis masa lalu. Situasi kerajaan di nusantara saat ini memang berbeda beda. Namun, basisnya adalah sejarah dan adat tradisi di wilayah masing- masing.
Di dalam MAKN sendiri ada upaya untuk masuk kepada peran masa kini dan masa mendatang dari kerajaan kerajaan yang menjadi anggotanya. Tetapi, dilakukan melalui basis riset keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Sehingga untuk masuk menjadi anggota MAKN, kriteria tidak sembarangan.
Masyarakat juga akan mempertanyakan jika mereka tidak bisa membuktikan sisi basis genetis dari raja terdahulunya. Seperti contoh kasus serupa yang pernah muncul di sejumlah situs kerajaan. Sehingga Keraton Agung Sejagat dianggap sebagai lelucon.
Sebelumnya, masyarakat Purworejo dihebohkan dengan keraton baru yang mendadak berdiri. Terlebih kerajaan dengan nama Keraton Agung Sejagat itu mengklaim memiliki daerah kekuasaan seluruh negara di dunia.
Keraton yang berdiri di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo itu dipimpin seorang raja bergelar Rangkai Mataram Agung. Sebagai pendamping adalah istrinya yang biasa dipanggil Kanjeng Ratu. Bahkan Keraton Agung Sejagat kini memiliki 425 pengikut setia.
Mereka juga mengenakan pakaian kebesaran masing-masing berupa setelan warna hitam, lengkap dengan topi dan selempang kuning yang melilit dari pundak ke pinggang.
(zil)