Peran KH. Masjkur Tokoh Agama Sahabat Bung Karno di Pertempuran Surabaya
loading...
A
A
A
JATIM - Perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada pertempuran Surabaya tak bisa dilepaskan dari pasukan Laskar Hizbullah dari Malang. Pasukan ini merupakan satu dari sekian pasukan Hizbullah yang turut berjuang di seluruh Indonesia pascakemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Perannya memang tak sementereng Tentara Berani Mati bentukan Bung Tomo, yang menjadi tokoh utama Pertempuran Surabaya. Tetapi kekuatan Bung Tomo dan pasukannya dipastikan tak akan kokoh jika tak disokong oleh para tentara dan laskar - laskar lain seperti Hizbullah, Sabilillah, yang mayoritas beranggotakan kiai, tokoh agama, dan santri di Jawa Timur.
Laskar Hizbullah tercatat sebagai pasukan bentukan tentara PETA yang merupakan pasukan Jepang. Laskar Hizbullah merupakan tentara cadangan yang disiapkan Jepang untuk menghadapi peperangan setahun menjelang Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menyatakan, di Malang pasukan Hizbullah tak bisa dilepaskan dari peran KH. Masjkur dari Pondok Pesantren (Ponpes) Bungkuk Singosari. KH. Masjkur merupakan salah satu tokoh agama yang turut dilatih di Cibarusah, yang sekarang masuk Bekasi saat pembentukan tentara Hizbullah oleh militer Jepang.
"Mereka yang berlatih kemudian diminta kembali ke daerah masing-masing, untuk membentuk laskar Hizbullah di daerahnya. Salah satu pimpinan Hizbullah ini adalah Kiai Haji Masjkur yang ada di Singosari," ucap Agung H. Buana, Selasa (12/11/2024).
Di Ponpes Bungkuk itulah KH. Masjkur mulai menghimpun kekuatan dengan beranggotakan tokoh agama dan para santri. Mayoritas anggota Laskar Hizbullah adalah santri - santrinya. Sosok KH. Masjkur dan keluarga juga menjadi tokoh penting di balik tambahan pasukan dari Malang Raya dan sekitarnya untuk Pertempuran Surabaya sejak awal November 1945.
"Keluarga KH. Masjkur banyak merelakan waktu, harta, dan tenaga, untuk menyiapkan pasukan. Mulai dari perhiasan, harta benda, itu dijual untuk nyangoni (memberikan uang) pasukan ini. Jadi pasukan ini disangoni sama pengasuh Pondok Bungkuk tadi, sama keluarganya KH. Masjkur tadi," terangnya.
Makam KH. Masjkur dan Masjid Bungkuk jadi saksi perjuangan melawan penjajah
Agung menambahkan, KH. Masjkur ini memang sahabatnya Bung Karno, bahkan karena kedekatannya dengan tokoh Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia ini ia ditunjuk sebagai Menteri Agama di 1947 - 1949 dan 1953 - 1955.
Di Ponpes Bungkuk itu pulalah para pasukan ini menjalani penggemblengan. Ilmu - ilmu KH. Masjkur selama pelatihan militer di Cibarusah ditularkan ke para santrinya. Ia pun bekerja sama dengan Mayjen Imam Soedja'i komandan TKR Divisi Untung Suropati yang membawahi wilayah Malang raya.
Bermodalkan persenjataan dari pemberian tentara Jepang, Hizbullah mulai menghimpun kekuatan di Malang. Apalagi dukungan dari Mayjen Imam Soedja'i yang berhasil merebut persenjataan Jepang, kian membuat persenjataan Hizbullah begitu lengkap.
"(Laskar Hizbullah sendiri) tentara cadangan bentukan Jepang. Di dalam cadangan tadi juga mereka namanya pasukan dikasih senjata oleh Jepang. Jadi tentara Jepang selain membentuk pasukan juga mempersenjatai," tukasnya.
Perannya memang tak sementereng Tentara Berani Mati bentukan Bung Tomo, yang menjadi tokoh utama Pertempuran Surabaya. Tetapi kekuatan Bung Tomo dan pasukannya dipastikan tak akan kokoh jika tak disokong oleh para tentara dan laskar - laskar lain seperti Hizbullah, Sabilillah, yang mayoritas beranggotakan kiai, tokoh agama, dan santri di Jawa Timur.
Laskar Hizbullah tercatat sebagai pasukan bentukan tentara PETA yang merupakan pasukan Jepang. Laskar Hizbullah merupakan tentara cadangan yang disiapkan Jepang untuk menghadapi peperangan setahun menjelang Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Baca Juga
Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menyatakan, di Malang pasukan Hizbullah tak bisa dilepaskan dari peran KH. Masjkur dari Pondok Pesantren (Ponpes) Bungkuk Singosari. KH. Masjkur merupakan salah satu tokoh agama yang turut dilatih di Cibarusah, yang sekarang masuk Bekasi saat pembentukan tentara Hizbullah oleh militer Jepang.
"Mereka yang berlatih kemudian diminta kembali ke daerah masing-masing, untuk membentuk laskar Hizbullah di daerahnya. Salah satu pimpinan Hizbullah ini adalah Kiai Haji Masjkur yang ada di Singosari," ucap Agung H. Buana, Selasa (12/11/2024).
Di Ponpes Bungkuk itulah KH. Masjkur mulai menghimpun kekuatan dengan beranggotakan tokoh agama dan para santri. Mayoritas anggota Laskar Hizbullah adalah santri - santrinya. Sosok KH. Masjkur dan keluarga juga menjadi tokoh penting di balik tambahan pasukan dari Malang Raya dan sekitarnya untuk Pertempuran Surabaya sejak awal November 1945.
"Keluarga KH. Masjkur banyak merelakan waktu, harta, dan tenaga, untuk menyiapkan pasukan. Mulai dari perhiasan, harta benda, itu dijual untuk nyangoni (memberikan uang) pasukan ini. Jadi pasukan ini disangoni sama pengasuh Pondok Bungkuk tadi, sama keluarganya KH. Masjkur tadi," terangnya.
Makam KH. Masjkur dan Masjid Bungkuk jadi saksi perjuangan melawan penjajah
Agung menambahkan, KH. Masjkur ini memang sahabatnya Bung Karno, bahkan karena kedekatannya dengan tokoh Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia ini ia ditunjuk sebagai Menteri Agama di 1947 - 1949 dan 1953 - 1955.
Di Ponpes Bungkuk itu pulalah para pasukan ini menjalani penggemblengan. Ilmu - ilmu KH. Masjkur selama pelatihan militer di Cibarusah ditularkan ke para santrinya. Ia pun bekerja sama dengan Mayjen Imam Soedja'i komandan TKR Divisi Untung Suropati yang membawahi wilayah Malang raya.
Bermodalkan persenjataan dari pemberian tentara Jepang, Hizbullah mulai menghimpun kekuatan di Malang. Apalagi dukungan dari Mayjen Imam Soedja'i yang berhasil merebut persenjataan Jepang, kian membuat persenjataan Hizbullah begitu lengkap.
"(Laskar Hizbullah sendiri) tentara cadangan bentukan Jepang. Di dalam cadangan tadi juga mereka namanya pasukan dikasih senjata oleh Jepang. Jadi tentara Jepang selain membentuk pasukan juga mempersenjatai," tukasnya.
(cip)