Tangis Guru Supriyani Pecah! Penahanannya Ditangguhkan setelah 1 Minggu Ditahan karena Dituduh Aniaya Anak Polisi
loading...
A
A
A
KENDARI - Supriyani, guru honorer perempuan di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sultra menangis haru usai menghirup udara bebas setelah permohonan penangguhan penahanannya dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.
Ia sebelumnya ditahan selama sepekan di Lapas Perempuan Kendari akibat tuduhan melakukan penganiayaan terhadap salah satu muridnya yang merupakan anak polisi di Konawe Selatan.
Meskipun Supriyani telah mendapatkan penangguhan penahanan, proses hukum terhadapnya masih terus berjalan. Kejaksaan Negeri Konawe Selatan tetap melanjutkan perkara ini hingga persidangan.
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna menjelaskan bahwa penangguhan tersebut diberikan setelah ada koordinasi antara Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan Pengadilan Negeri Andoolo pada Selasa sore (22/10/2024).
"Penangguhan penahanan sudah kami laksanakan pada Selasa, 22 Oktober 2024, namun perkara tetap dilanjutkan di persidangan karena sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujar Ujang Sutisna.
Sidang perdana Supriyani dijadwalkan berlangsung pada Kamis (24/10/2024) besok. Jaksa penuntut umum akan mempertimbangkan berbagai aspek dalam proses penuntutan di pengadilan nanti.
Supriyani, yang bekerja sebagai guru honorer di SDN 4 Baito ditahan sejak 16 Oktober 2024 setelah dilaporkan oleh orang tua salah satu muridnya, yang merupakan anggota Polri.
Ia dituduh melakukan penganiayaan terhadap siswa tersebut, yang akhirnya menyeret Suryani hingga ke meja hijau.
Meski begitu, keluarga dan beberapa pihak di masyarakat berharap ada penyelesaian yang adil mengingat Supriyani merupakan tenaga pendidik yang memiliki dedikasi terhadap sekolahnya.
Kasus ini mengundang perhatian banyak pihak, termasuk sekolah tempat Supriyani mengajar, yang merasa penahanan tersebut janggal.
Kepala Sekolah SDN 4 Baito, Sanaali menjelaskan bahwa dugaan penganiayaan terjadi pada 24 April lalu, saat D masih duduk di kelas 1 SD.
Berdasarkan laporan, D mengalami luka di bagian paha yang diduga akibat dipukul dengan batang sapu ijuk oleh Supriyani.
Namun, pihak sekolah membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa tidak ada kejadian penganiayaan di sekolah.
Sanaali menyebut bahwa penahanan terhadap Supriyani sangat tidak adil. Apalagi Supriyani dinilai merupakan guru yang disiplin dan sangat berdedikasi.
Penahanan Supriyani memicu aksi protes dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Konawe Selatan. Mereka menganggap penahanan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap guru.
Aksi mogok mengajar dilakukan oleh PGRI sebagai bentuk solidaritas terhadap Supriyani.
Pihak keluarga juga mengungkapkan bahwa Supriyani tidak bersalah dan berharap agar dia segera dibebaskan. Mereka menilai, penahanan tersebut terjadi setelah Supriyani tidak mampu memenuhi permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari orang tua korban, yang merupakan anggota Polsek Baito.
Di sisi lain, Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam membantah tudingan adanya kriminalisasi terhadap Supriyani. Menurutnya, kasus ini ditangani secara profesional dengan mengumpulkan alat bukti yang cukup, termasuk hasil visum dari Puskesmas Baito yang menunjukkan adanya luka di paha belakang korban.
Kapolres menyatakan, polisi sudah memeriksa tujuh orang saksi, termasuk dua rekan korban. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan setelah melalui proses panjang.
Febry juga menambahkan, upaya mediasi sudah dilakukan selama lima bulan. Namun kedua belah pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan damai.
Ia sebelumnya ditahan selama sepekan di Lapas Perempuan Kendari akibat tuduhan melakukan penganiayaan terhadap salah satu muridnya yang merupakan anak polisi di Konawe Selatan.
Meskipun Supriyani telah mendapatkan penangguhan penahanan, proses hukum terhadapnya masih terus berjalan. Kejaksaan Negeri Konawe Selatan tetap melanjutkan perkara ini hingga persidangan.
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna menjelaskan bahwa penangguhan tersebut diberikan setelah ada koordinasi antara Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan Pengadilan Negeri Andoolo pada Selasa sore (22/10/2024).
"Penangguhan penahanan sudah kami laksanakan pada Selasa, 22 Oktober 2024, namun perkara tetap dilanjutkan di persidangan karena sudah dilimpahkan ke pengadilan," ujar Ujang Sutisna.
Sidang perdana Supriyani dijadwalkan berlangsung pada Kamis (24/10/2024) besok. Jaksa penuntut umum akan mempertimbangkan berbagai aspek dalam proses penuntutan di pengadilan nanti.
Baca Juga
Supriyani, yang bekerja sebagai guru honorer di SDN 4 Baito ditahan sejak 16 Oktober 2024 setelah dilaporkan oleh orang tua salah satu muridnya, yang merupakan anggota Polri.
Ia dituduh melakukan penganiayaan terhadap siswa tersebut, yang akhirnya menyeret Suryani hingga ke meja hijau.
Meski begitu, keluarga dan beberapa pihak di masyarakat berharap ada penyelesaian yang adil mengingat Supriyani merupakan tenaga pendidik yang memiliki dedikasi terhadap sekolahnya.
Kasus ini mengundang perhatian banyak pihak, termasuk sekolah tempat Supriyani mengajar, yang merasa penahanan tersebut janggal.
Kepala Sekolah SDN 4 Baito, Sanaali menjelaskan bahwa dugaan penganiayaan terjadi pada 24 April lalu, saat D masih duduk di kelas 1 SD.
Berdasarkan laporan, D mengalami luka di bagian paha yang diduga akibat dipukul dengan batang sapu ijuk oleh Supriyani.
Namun, pihak sekolah membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa tidak ada kejadian penganiayaan di sekolah.
Sanaali menyebut bahwa penahanan terhadap Supriyani sangat tidak adil. Apalagi Supriyani dinilai merupakan guru yang disiplin dan sangat berdedikasi.
Penahanan Supriyani memicu aksi protes dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Konawe Selatan. Mereka menganggap penahanan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap guru.
Aksi mogok mengajar dilakukan oleh PGRI sebagai bentuk solidaritas terhadap Supriyani.
Pihak keluarga juga mengungkapkan bahwa Supriyani tidak bersalah dan berharap agar dia segera dibebaskan. Mereka menilai, penahanan tersebut terjadi setelah Supriyani tidak mampu memenuhi permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari orang tua korban, yang merupakan anggota Polsek Baito.
Di sisi lain, Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam membantah tudingan adanya kriminalisasi terhadap Supriyani. Menurutnya, kasus ini ditangani secara profesional dengan mengumpulkan alat bukti yang cukup, termasuk hasil visum dari Puskesmas Baito yang menunjukkan adanya luka di paha belakang korban.
Kapolres menyatakan, polisi sudah memeriksa tujuh orang saksi, termasuk dua rekan korban. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan setelah melalui proses panjang.
Febry juga menambahkan, upaya mediasi sudah dilakukan selama lima bulan. Namun kedua belah pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan damai.
(shf)