Turun ke Jambi, Majelis Masyayikh: UU Pesantren Jadi Landasan Penguatan Mutu Pendidikan
loading...
A
A
A
Sedangkan aspek internal menjadi tanggung jawab Dewan Masyayikh yang bertugas mengawasi dan mengendalikan mutu pendidikan di dalam pesantren.
"Melalui sistem penjaminan mutu ini, kami berharap pesantren di seluruh Indonesia dapat menerapkan standar mutu dalam proses pendidikannya, memperkuat pengelolaan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pesantren. Sistem ini juga akan melindungi kemandirian dan kekhasan pesantren, sekaligus mewujudkan pendidikan yang bermutu dan maju," tegasnya.
Sedangkan KH A Muhyiddin Khotib yang menjadi pemateri menjelaskan bahwa UU Pesantren memiliki tiga fungsi utama, yakni rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi.
"Rekognisi mengakui keberadaan pesantren, afirmasi menyetarakan lulusan pesantren dengan lulusan lembaga pendidikan formal lainnya, dan fasilitasi memastikan pesantren tidak tertinggal dalam perkembangan pendidikan," jelas Muhyiddin.
Ia menyatakan UU Pesantren ini adalah bentuk pengakuan negara terhadap pesantren sebagai bagian dari kekuatan bangsa yang memiliki kekhasan tersendiri dan mengakar kuat dalam masyarakat.
Sementara itu, Tgk KH Faisal M Ali pemateri lainnya menyoroti tantangan yang dihadapi pesantren dalam hal penjaminan mutu.
"Kami tidak akan merumuskan penjaminan mutu yang merugikan pesantren. Sebaliknya, kami berupaya memastikan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh tidak menyeragamkan atau mengintervensi pesantren," tegasnya.
"Melalui sistem penjaminan mutu ini, kami berharap pesantren di seluruh Indonesia dapat menerapkan standar mutu dalam proses pendidikannya, memperkuat pengelolaan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di pesantren. Sistem ini juga akan melindungi kemandirian dan kekhasan pesantren, sekaligus mewujudkan pendidikan yang bermutu dan maju," tegasnya.
Sedangkan KH A Muhyiddin Khotib yang menjadi pemateri menjelaskan bahwa UU Pesantren memiliki tiga fungsi utama, yakni rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi.
"Rekognisi mengakui keberadaan pesantren, afirmasi menyetarakan lulusan pesantren dengan lulusan lembaga pendidikan formal lainnya, dan fasilitasi memastikan pesantren tidak tertinggal dalam perkembangan pendidikan," jelas Muhyiddin.
Ia menyatakan UU Pesantren ini adalah bentuk pengakuan negara terhadap pesantren sebagai bagian dari kekuatan bangsa yang memiliki kekhasan tersendiri dan mengakar kuat dalam masyarakat.
Sementara itu, Tgk KH Faisal M Ali pemateri lainnya menyoroti tantangan yang dihadapi pesantren dalam hal penjaminan mutu.
"Kami tidak akan merumuskan penjaminan mutu yang merugikan pesantren. Sebaliknya, kami berupaya memastikan penjaminan mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh tidak menyeragamkan atau mengintervensi pesantren," tegasnya.
(shf)