Lapangan Bubat Majapahit, Medan Perang Dahsyat dan Pesta Rakyat Besar-besaran di Era Raja Hayam Wuruk
loading...
A
A
A
Bahkan karenanya Gajah Mada diberhentikan dari jabatan Mahapatih Amangkubhumi. Meski tak ada riwayat pasti berapa lama pemberhentian itu dilakukan pasca Perang Bubat.
Namun ada catatan bahwa, Hayam Wuruk kembali memanggil Gajah Mada pada bulan Bhadrapada tahun 1281 atau sama dengan Agustus 1359 Masehi. Saat itu Gajah Mada diminta untuk mengiringi perjalanan Raja Majapahit keliling Lumajang.
Ada beberapa pendapat, selama Gajah Mada diberhentikan sementara dari jabatan Mahapatih Amangkubhumi Majapahit, sang raja muda itu kewalahan menjalankan pemerintahan Majapahit. Peristiwa ini tercatat pula dalam Kakawin Nagarakretagama Pupuh XVII sampai LX.
Dikutip dari "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit", Lapangan Bubat konon berada di utara ibu kota Kerajaan Majapahit.
Lokasi ini digambarkan detail oleh Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakretagama, yang jadi pujasastra untuk Raja Majapahit itu. Di kitab kuno itulah terungkap fungsi dari Bubat, hingga populer menjadi medan perang dua kerajaan besar di masanya.
Bubat adalah lapangan luas lagi lebar di sebelah utara kota Majapahit, membentang ke timur sejauh setengah krosa sampai jalan raya, dan membentang ke utara setengah krosa sampai tebing sungai.
Di sekelilingnya dibangun rumah kediaman para pegawai kerajaan.
Pada awal bulan Caitra (Maret-April) selama tiga atau empat hari di lapangan Bubat diadakan pesta rakyat, berupa berbagai pertandingan dan pertunjukan yang dihadiri oleh para pembesar kerajaan, termasuk Sang Prabhu Hayam Wuruk.
Pesta rakyat itu dimulai pada hari ketiga bulan Caitra sehabis pertemuan para pembesar di Manguntur untuk mendengarkan ajaran Rajakapakapa.
Di tengah-tengah lapangan dibuatkan panggung tinggi. Di sebelah barat panggung dibangun balai witana tempat duduk Sri Baginda raja. Tempat duduk para menteri dan adhyaksa diatur dari utara ke selatan menghadap ke timur, sedangkan, para raja bawahan dan para aria diatur dari utara ke selatan menghadap ke barat.
Namun ada catatan bahwa, Hayam Wuruk kembali memanggil Gajah Mada pada bulan Bhadrapada tahun 1281 atau sama dengan Agustus 1359 Masehi. Saat itu Gajah Mada diminta untuk mengiringi perjalanan Raja Majapahit keliling Lumajang.
Ada beberapa pendapat, selama Gajah Mada diberhentikan sementara dari jabatan Mahapatih Amangkubhumi Majapahit, sang raja muda itu kewalahan menjalankan pemerintahan Majapahit. Peristiwa ini tercatat pula dalam Kakawin Nagarakretagama Pupuh XVII sampai LX.
Dikutip dari "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit", Lapangan Bubat konon berada di utara ibu kota Kerajaan Majapahit.
Lokasi ini digambarkan detail oleh Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakretagama, yang jadi pujasastra untuk Raja Majapahit itu. Di kitab kuno itulah terungkap fungsi dari Bubat, hingga populer menjadi medan perang dua kerajaan besar di masanya.
Bubat adalah lapangan luas lagi lebar di sebelah utara kota Majapahit, membentang ke timur sejauh setengah krosa sampai jalan raya, dan membentang ke utara setengah krosa sampai tebing sungai.
Di sekelilingnya dibangun rumah kediaman para pegawai kerajaan.
Pada awal bulan Caitra (Maret-April) selama tiga atau empat hari di lapangan Bubat diadakan pesta rakyat, berupa berbagai pertandingan dan pertunjukan yang dihadiri oleh para pembesar kerajaan, termasuk Sang Prabhu Hayam Wuruk.
Pesta rakyat itu dimulai pada hari ketiga bulan Caitra sehabis pertemuan para pembesar di Manguntur untuk mendengarkan ajaran Rajakapakapa.
Di tengah-tengah lapangan dibuatkan panggung tinggi. Di sebelah barat panggung dibangun balai witana tempat duduk Sri Baginda raja. Tempat duduk para menteri dan adhyaksa diatur dari utara ke selatan menghadap ke timur, sedangkan, para raja bawahan dan para aria diatur dari utara ke selatan menghadap ke barat.