Kisah Umar bin Khattab RA Terulang, Janda Ini Masak Batu untuk 8 Anaknya yang Lapar
loading...
A
A
A
MOMBASA - Seorang janda di Kenya terpaksa memasak batu untuk delapan anaknya yang lapar di tengah pandemi COVID-19.
Kejadian yang menyayat hati ini mirip kisah Khalifah Umar bin Khattab RA—sahabat Nabi Muhammad SAW—yang mendapati kejadian serupa yang dialami rakyatnya.
Peninah Bahati Kitsao, janda yang tinggal di Mombasa, memasak batu dengan berharap delapan anaknya akan tertidur sambil menunggu makanan yang mereka dambakan. (BACA JUGA: Negara Ingin Cabut Lockdown, Ini Pesan dari WHO)
Penderitaan Kitsao diketahui beberapa tetangga dan menggerakkan banyak warga Kenya bersatu untuk menolongnya. Dia mengatakan bantuan yang dia terima adalah "keajaiban".
Dia biasa bekerja sebagai pencuci pakaian. Namun, pekerjaan seperti itu sekarang sulit didapat karena orang-orang telah membatasi interaksi mereka akibat pandemi COVID-19.
Salah satu tetangga yang terkejut, Prisca Momanyi, memberi tahu media tentang keadaan Kitsao.
Setelah diwawancarai oleh NTV Kenya, janda itu menerima bantuan uang melalui ponsel dan melalui rekening bank yang dibuka untuknya oleh Momanyi, karena dia tak tahu cara membaca dan menulis.
Kitsao, yang tinggal di rumah dengan dua kamar tidur tanpa air atau pun listrik, menggambarkan kedermawanan orang-orang sebagai "keajaiban".
"Saya tidak percaya bahwa orang-orang Kenya bisa sangat mencintai setelah saya menerima panggilan telepon dari seluruh negeri bertanya bagaimana mereka bisa membantu," katanya kepada situs berita Tuko.
Peninah Bahati Kitsao, janda di Kenya yang mamasak batu untuk 8 anaknya yang
lapar di tengah pandemi COVID-19. (Foto/Caroline Mwawasi/Tuko/BBC)
BBC dalam laporan yang diterbitkan 30 April 2020 memajang foto-foto Kitsao dan panci masak berisi beberapa batu di dalamnya.
Dia mengatakan kepada NTV bahwa anak-anaknya yang kelaparan tidak bisa lama-lama tertipu oleh taktik memasak batu.
"Mereka mulai memberi tahu saya bahwa mereka tahu saya berbohong kepada mereka, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa karena saya tidak punya apa-apa," kata Kitsao.
Tetangganya datang untuk melihat apakah keluarganya baik-baik saja setelah mendengar anak-anak menangis.
Pemerintah Kenya sejatinya telah meluncurkan program pemberian makanan sebagai bagian dari langkah-langkah untuk melindungi mereka yang paling rentan dari krisis COVID-19. Tapi program bantuan itu belum sampai kepada Kitsao, yang menjanda tahun lalu ketika suaminya dibunuh oleh geng kriminal.
Tetangganya juga berterima kasih kepada pemerintah daerah dan Palang Merah Kenya, yang juga datang untuk membantu Kitsao.
Menurut pihak berwenang, banyak rumah tangga di lingkungan kota pesisir itu sekarang juga akan mendapat manfaat dari skema bantuan pangan pemerintah.
Seperti banyak warga Kenya berpenghasilan rendah, Kitsao telah berjuang untuk mendapatkan uang selama sebulan terakhir sejak pemerintah memberlakukan langkah-langkah untuk membatasi penyebaran virus corona baru, termasuk larangan bepergian ke dalam dan ke luar kota-kota besar. Demikian laporan jurnalis BBC, Basillioh Mutahi dari Ibu Kota Kenya, Nairobi.
Banyak perusahaan telah mengurangi operasi mereka atau telah menangguhkan semuanya, yang berarti bahwa pekerja yang bergantung pada kontrak pendek atau pekerjaan kasar tidak memiliki cara alternatif untuk mendapatkan mata pencaharian mereka.
Mereka yang menjalankan bisnis kecil juga terkena dampak jam malam yang diberlakukan hingga fajar.
Kisah putus asa Kitsao bertepatan dengan bocoran laporan bahwa Kementerian Kesehatan telah menghabiskan banyak uang sumbangan Bank Dunia yang semestinya untuk menanggapi pandemi COVID-19. Namun, uang sumbangan itu dibelanjakan untuk teh, makanan ringan, dan airtime telepon seluler untuk staf mereka.
Rincian tentang berapa banyak orang yang diberikan tidak jelas, namun ada kemarahan di media sosial bahwa pemerintah membelanjakan sejumlah uang tersebut pada saat banyak warga Kenya terus menderita.
Negara Afrika Timur ini telah mencatat 395 kasus infeksi COVID-19 dengan 17 kematian.
Kejadian yang menyayat hati ini mirip kisah Khalifah Umar bin Khattab RA—sahabat Nabi Muhammad SAW—yang mendapati kejadian serupa yang dialami rakyatnya.
Peninah Bahati Kitsao, janda yang tinggal di Mombasa, memasak batu dengan berharap delapan anaknya akan tertidur sambil menunggu makanan yang mereka dambakan. (BACA JUGA: Negara Ingin Cabut Lockdown, Ini Pesan dari WHO)
Penderitaan Kitsao diketahui beberapa tetangga dan menggerakkan banyak warga Kenya bersatu untuk menolongnya. Dia mengatakan bantuan yang dia terima adalah "keajaiban".
Dia biasa bekerja sebagai pencuci pakaian. Namun, pekerjaan seperti itu sekarang sulit didapat karena orang-orang telah membatasi interaksi mereka akibat pandemi COVID-19.
Salah satu tetangga yang terkejut, Prisca Momanyi, memberi tahu media tentang keadaan Kitsao.
Setelah diwawancarai oleh NTV Kenya, janda itu menerima bantuan uang melalui ponsel dan melalui rekening bank yang dibuka untuknya oleh Momanyi, karena dia tak tahu cara membaca dan menulis.
Kitsao, yang tinggal di rumah dengan dua kamar tidur tanpa air atau pun listrik, menggambarkan kedermawanan orang-orang sebagai "keajaiban".
"Saya tidak percaya bahwa orang-orang Kenya bisa sangat mencintai setelah saya menerima panggilan telepon dari seluruh negeri bertanya bagaimana mereka bisa membantu," katanya kepada situs berita Tuko.
Peninah Bahati Kitsao, janda di Kenya yang mamasak batu untuk 8 anaknya yang
lapar di tengah pandemi COVID-19. (Foto/Caroline Mwawasi/Tuko/BBC)
BBC dalam laporan yang diterbitkan 30 April 2020 memajang foto-foto Kitsao dan panci masak berisi beberapa batu di dalamnya.
Dia mengatakan kepada NTV bahwa anak-anaknya yang kelaparan tidak bisa lama-lama tertipu oleh taktik memasak batu.
"Mereka mulai memberi tahu saya bahwa mereka tahu saya berbohong kepada mereka, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa karena saya tidak punya apa-apa," kata Kitsao.
Tetangganya datang untuk melihat apakah keluarganya baik-baik saja setelah mendengar anak-anak menangis.
Pemerintah Kenya sejatinya telah meluncurkan program pemberian makanan sebagai bagian dari langkah-langkah untuk melindungi mereka yang paling rentan dari krisis COVID-19. Tapi program bantuan itu belum sampai kepada Kitsao, yang menjanda tahun lalu ketika suaminya dibunuh oleh geng kriminal.
Tetangganya juga berterima kasih kepada pemerintah daerah dan Palang Merah Kenya, yang juga datang untuk membantu Kitsao.
Menurut pihak berwenang, banyak rumah tangga di lingkungan kota pesisir itu sekarang juga akan mendapat manfaat dari skema bantuan pangan pemerintah.
Seperti banyak warga Kenya berpenghasilan rendah, Kitsao telah berjuang untuk mendapatkan uang selama sebulan terakhir sejak pemerintah memberlakukan langkah-langkah untuk membatasi penyebaran virus corona baru, termasuk larangan bepergian ke dalam dan ke luar kota-kota besar. Demikian laporan jurnalis BBC, Basillioh Mutahi dari Ibu Kota Kenya, Nairobi.
Banyak perusahaan telah mengurangi operasi mereka atau telah menangguhkan semuanya, yang berarti bahwa pekerja yang bergantung pada kontrak pendek atau pekerjaan kasar tidak memiliki cara alternatif untuk mendapatkan mata pencaharian mereka.
Mereka yang menjalankan bisnis kecil juga terkena dampak jam malam yang diberlakukan hingga fajar.
Kisah putus asa Kitsao bertepatan dengan bocoran laporan bahwa Kementerian Kesehatan telah menghabiskan banyak uang sumbangan Bank Dunia yang semestinya untuk menanggapi pandemi COVID-19. Namun, uang sumbangan itu dibelanjakan untuk teh, makanan ringan, dan airtime telepon seluler untuk staf mereka.
Rincian tentang berapa banyak orang yang diberikan tidak jelas, namun ada kemarahan di media sosial bahwa pemerintah membelanjakan sejumlah uang tersebut pada saat banyak warga Kenya terus menderita.
Negara Afrika Timur ini telah mencatat 395 kasus infeksi COVID-19 dengan 17 kematian.
(vit)