Kisah Jaka Linglung, Legenda Naga Raksasa dengan Munculnya Bledug Kuwu
loading...
A
A
A
MENDENGAR nama Jaka Linglung sebagian orang mungkin masih tampak asing. Sosoknya memang tidak banyak diketahui orang, termasuk kisah-kisahnya yang juga jarang diceritakan.
Singkatnya, Jaka Linglung ini adalah putra Ajisaka yang berwujud naga raksasa di era Kerajaan Medang Kamulan. Namun, karena wujudnya itu, Ajisaka enggan mengakuinya.
Perjalanan hidup Jaka Linglung telah banyak dihubungkan dengan sejarah tempat-tempat tertentu di Tanah Air. Salah satunya adalah Bledug Kuwu di Grobogan, Jawa Tengah.
Saat ini, Bledug Kuwu dikenal luas sebagai tempat wisata berupa telaga lumpur. Lokasinya berada di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, 28 kilometer ke arah timur kota Purwodadi.
Bledug Kuwu ini merupakan tempat terjadinya fenomena keluarnya air dan lumpur dari endapan laut purba karena tekanan air vertikal. Sesekali, lumpur yang disemburkan Bledug Kuwu bisa mencapai tinggi 10 meter dan tampak spektakuler, sehingga menarik dilihat pata wisatawan.
Sekitar abad ke-7 Masehi, daerah Grobogan masuk wilayah Kerajaan Medang Kamulan yang diperintah oleh Dinasti Sanjaya/Syailendra. Mengutip laman Pemkab Grobogan, salah seorang raja dari dinasti itu adalah Dewata Cengkar yang konon disebutkan sebagai kanibal.
Melihat kebiasaan mengerikan raja tersebut, rakyat merasa ketakutan. Setelah berbagai cara ditempuh dan berakhir kegagalan, muncul seorang pengembara bernama Ajisaka.
Dia mengaku prihatin dengan penderitaan yang dialami oleh rakyat. Alhasil, Ajisaka berusaha untuk menghentikan kebiasaan sang raja dan menantangnya untuk berduel.
Sang raja menerima tantangan Ajisaka dengan terbahak-bahak. Dia memberi syarat apabila Ajisaka mampu mengalahkannya, maka Ajisaka berhak memperoleh hadiah berupa separuh wilayah kerajaan. Sebaliknya, jika kalah, Ajisaka akan dimakan olehnya.
Pertarungan dimulai dengan Ajisaka melepas ikat kepala dan menggelarnya di atas tanah. Ajaib, ikat kepala itu berubah menjadi melebar dan menggeser tempat berdirinya Raja Dewata Cengkar.
Menariknya lagi, hal tersebut berlangsung terus-menerus sampai membuat Dewata Cengkar tercebur di Laut Selatan. Namun, Dewata Cengkar tidak mati, melainkan tubuhnya menjelma menjadi bajul (buaya) putih.
Setelah Dewata Cengkar pergi, rakyat menobatkan Ajisaka sebagai raja. Saat memerintah, muncul seekor naga bernama Jaka Linglung.
Dia mengaku sebagai anak Ajisaka dan telah mencarinya selama ini. Namun, melihat wujudnya yang berupa naga, Ajisaka menolak untuk mengakuinya sebagai anak.
Ajisaka berusaha menyingkirkan Jaka Linglung, tetapi dengan cara yang halus. Kepada naga itu, Ajisaka berjanji akan mengakuinya sebagai anak apabila Jaka Linglung berhasil membunuh buaya putih jelmaan Dewata Cengkar di Laut Selatan.
Jaka Linglung menyanggupi permintaan itu. Dia pun segera berangkat dan mencari jelmaan Dewata Cengkar.
Namun, Ajisaka memberi syarat tambahan bahwa Jaka Linglung tidak diperkenankan bepergian melalui jalan darat karena ditakutkan mengganggu ketenteraman penduduk. Sebaliknya, dia harus berangkat ke Laut Selatan lewat jalur bawah tanah.
Singkatnya, Jaka Linglung sampai di Laut Selatan dan berhasil membunuh Dewata Cengkar. Seperti halnya ketika berangkat, dia juga kembali melalui jalur dalam tanah.
Tak lupa juga, dia membawa seikat rumput grinting wulung dan air laut yang terasa asin sebagai bukti telah membunuh Dewata Cengkar. Namun, karena melalui jalur bawah tanah, Jaka Linglung tidak tahu keadaan di luar.
Akibatnya, dia mencoba muncul ke permukaan karena mengira telah sampai di tempat yang dituju. Nah, salah satu tempatnya muncul adalah di Kuwu yang konon diyakini sebagai asa muasal munculnya Bledug Kuwu.
Demikianlah ulasan mengenai kisah Jaka Linglung, legenda naga raksasa yang mengaku sebagai putra Ajisaka.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Singkatnya, Jaka Linglung ini adalah putra Ajisaka yang berwujud naga raksasa di era Kerajaan Medang Kamulan. Namun, karena wujudnya itu, Ajisaka enggan mengakuinya.
Perjalanan hidup Jaka Linglung telah banyak dihubungkan dengan sejarah tempat-tempat tertentu di Tanah Air. Salah satunya adalah Bledug Kuwu di Grobogan, Jawa Tengah.
Saat ini, Bledug Kuwu dikenal luas sebagai tempat wisata berupa telaga lumpur. Lokasinya berada di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, 28 kilometer ke arah timur kota Purwodadi.
Bledug Kuwu ini merupakan tempat terjadinya fenomena keluarnya air dan lumpur dari endapan laut purba karena tekanan air vertikal. Sesekali, lumpur yang disemburkan Bledug Kuwu bisa mencapai tinggi 10 meter dan tampak spektakuler, sehingga menarik dilihat pata wisatawan.
Kisah Jaka Linglung
Sekitar abad ke-7 Masehi, daerah Grobogan masuk wilayah Kerajaan Medang Kamulan yang diperintah oleh Dinasti Sanjaya/Syailendra. Mengutip laman Pemkab Grobogan, salah seorang raja dari dinasti itu adalah Dewata Cengkar yang konon disebutkan sebagai kanibal.
Melihat kebiasaan mengerikan raja tersebut, rakyat merasa ketakutan. Setelah berbagai cara ditempuh dan berakhir kegagalan, muncul seorang pengembara bernama Ajisaka.
Dia mengaku prihatin dengan penderitaan yang dialami oleh rakyat. Alhasil, Ajisaka berusaha untuk menghentikan kebiasaan sang raja dan menantangnya untuk berduel.
Sang raja menerima tantangan Ajisaka dengan terbahak-bahak. Dia memberi syarat apabila Ajisaka mampu mengalahkannya, maka Ajisaka berhak memperoleh hadiah berupa separuh wilayah kerajaan. Sebaliknya, jika kalah, Ajisaka akan dimakan olehnya.
Pertarungan dimulai dengan Ajisaka melepas ikat kepala dan menggelarnya di atas tanah. Ajaib, ikat kepala itu berubah menjadi melebar dan menggeser tempat berdirinya Raja Dewata Cengkar.
Menariknya lagi, hal tersebut berlangsung terus-menerus sampai membuat Dewata Cengkar tercebur di Laut Selatan. Namun, Dewata Cengkar tidak mati, melainkan tubuhnya menjelma menjadi bajul (buaya) putih.
Setelah Dewata Cengkar pergi, rakyat menobatkan Ajisaka sebagai raja. Saat memerintah, muncul seekor naga bernama Jaka Linglung.
Dia mengaku sebagai anak Ajisaka dan telah mencarinya selama ini. Namun, melihat wujudnya yang berupa naga, Ajisaka menolak untuk mengakuinya sebagai anak.
Ajisaka berusaha menyingkirkan Jaka Linglung, tetapi dengan cara yang halus. Kepada naga itu, Ajisaka berjanji akan mengakuinya sebagai anak apabila Jaka Linglung berhasil membunuh buaya putih jelmaan Dewata Cengkar di Laut Selatan.
Jaka Linglung menyanggupi permintaan itu. Dia pun segera berangkat dan mencari jelmaan Dewata Cengkar.
Namun, Ajisaka memberi syarat tambahan bahwa Jaka Linglung tidak diperkenankan bepergian melalui jalan darat karena ditakutkan mengganggu ketenteraman penduduk. Sebaliknya, dia harus berangkat ke Laut Selatan lewat jalur bawah tanah.
Singkatnya, Jaka Linglung sampai di Laut Selatan dan berhasil membunuh Dewata Cengkar. Seperti halnya ketika berangkat, dia juga kembali melalui jalur dalam tanah.
Tak lupa juga, dia membawa seikat rumput grinting wulung dan air laut yang terasa asin sebagai bukti telah membunuh Dewata Cengkar. Namun, karena melalui jalur bawah tanah, Jaka Linglung tidak tahu keadaan di luar.
Akibatnya, dia mencoba muncul ke permukaan karena mengira telah sampai di tempat yang dituju. Nah, salah satu tempatnya muncul adalah di Kuwu yang konon diyakini sebagai asa muasal munculnya Bledug Kuwu.
Demikianlah ulasan mengenai kisah Jaka Linglung, legenda naga raksasa yang mengaku sebagai putra Ajisaka.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(ams)