Kisah Runtuhnya Kerajaan Singasari Ditandai Tewasnya Raja Kertanagara yang Baru Taklukkan Sumatera dan Melayu
loading...
A
A
A
Kerajaan Singasari harus menelan pahit di saat berusaha memperluas kekuasaan wilayahnya. Saat itu serangan mendadak dari Jayakatwang, Kediri membuat kerajaan yang jadi cikal bakal Malang ini hancur tak tersisa.
Sang Raja Kertanagara dan permaisurinya harus tewas. Tak ketinggalan para pejabat tinggi dan pasukannya juga tak bisa melawan takdir berakhir hidupnya. Hanya tersisa beberapa pejabat dan pasukan yang berhasil kabur yang masuk di pasukan Raden Wijaya yang melarikan diri ke Madura.
Konon serangan dari Jayakatwang sebagaimana dicantumkan dalam Kitab Pararaton terjadi pada tahun Saka 1197 atau 1275 Masehi. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan pengiriman pasukan besar-besaran Singasari ke Melayu.
Pengiriman itu juga memang membuahkan hasil gemilang bagi Kerajaan Singasari. Sejumlah kerajaan di Pulau Sumatera dan Semenanjung Melayu bertekuk lutut, sebagaimana dikutip dari buku "Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari-Majapahit", Jumat (6/9/2024).
Namun, catatan Pararaton itu berbeda dengan sumber di Nagarakretagama yang menyebut pengiriman pasukan ke Melayu pada 1275 Masehi. Sedangkan kematian Srī Kertanagara, Raja Singasari terakhir terjadi pada tahun 1292 Masehi.
Itu artinya, ada selisih enam belas tahun antara dua peristiwa tersebut. Berita ini diperkuat oleh Prasasti Singhasari tahun 1351 yang juga menyebut Srī Kertanagara meninggal pada Saka 1214 bulan Jyesta atau antara Mei-Juni 1292.
Pararaton menyebut Aji Jayakatong atau Jayakatwang berkuasa di Daha pada tahun 1276, yaitu setelah Pamalayu dan Patumapël tahun 1275. Sementara itu, Nāgarak tagama (pupuh 44, bait 2) menyebut Haji Jayakatwang menjadi raja bawahan di Kadiri (Daha) sejak 1271, menggantikan Sastrajaya Baru kemudian setelah Sri Kertanagara meninggal pada tahun 1292, ia menjadi penguasa Tanah Jawa.
Selain dua naskah di atas, ada sumber lain yang lebih kuat kedudukannya, yaitu Prasasti Kudadu (11 September 1294), yang hanya berselang dua tahun setelah kematian Srī Kertanagara. Pada lempeng III-B ditemukan kalimat Sri Kertanagara sang lina ring siwabuddhalaya nguni tinekan de sri jayakatyeng sakeng glang-glang, yang berarti Śrī Kertanagara yang berpulang ke alam Siwa-Buddha [karena] dulu didatangi Sri Jayakatyeng darı Gelang-Gelang.
Kemudian pada lempeng VI-B tertulis kalimat srī jayakatyeng nguni ri huwusniran humilangaken sri krtanagara gumegwan irikang nagara daha, atau artinya Srī Jayakatyeng dulu setelah melenyapkan Srī Krtanagara, memegang [kekuasaan] di Kota Daha. Darı sini dapat disimpulkan bahwa Sri Jayakatyeng alias Jayakatwang alias Aji Jayakatong mula-mula menjabat sebagai raja bawahan di Gelang-Gelang.
Cerita ini sesuai dengan Prasasti Mula-Malurung (15 Desember 1255) yang menyebut Sri Jayaka-tyeng adalah raja Gelang-Gelang di Bhumi Wurawan, dengan permaisuri bernama Turuk Bali (saudara perempuan Sri Krtanagara). Kemudian setelah Srī Krtanagara ditewaskan pada tahun 1292, barulah ia menjadikan Daha sebagai ibu kota pemerintahannya.
Sang Raja Kertanagara dan permaisurinya harus tewas. Tak ketinggalan para pejabat tinggi dan pasukannya juga tak bisa melawan takdir berakhir hidupnya. Hanya tersisa beberapa pejabat dan pasukan yang berhasil kabur yang masuk di pasukan Raden Wijaya yang melarikan diri ke Madura.
Konon serangan dari Jayakatwang sebagaimana dicantumkan dalam Kitab Pararaton terjadi pada tahun Saka 1197 atau 1275 Masehi. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan pengiriman pasukan besar-besaran Singasari ke Melayu.
Pengiriman itu juga memang membuahkan hasil gemilang bagi Kerajaan Singasari. Sejumlah kerajaan di Pulau Sumatera dan Semenanjung Melayu bertekuk lutut, sebagaimana dikutip dari buku "Pararaton: Biografi Para Raja Singhasari-Majapahit", Jumat (6/9/2024).
Namun, catatan Pararaton itu berbeda dengan sumber di Nagarakretagama yang menyebut pengiriman pasukan ke Melayu pada 1275 Masehi. Sedangkan kematian Srī Kertanagara, Raja Singasari terakhir terjadi pada tahun 1292 Masehi.
Itu artinya, ada selisih enam belas tahun antara dua peristiwa tersebut. Berita ini diperkuat oleh Prasasti Singhasari tahun 1351 yang juga menyebut Srī Kertanagara meninggal pada Saka 1214 bulan Jyesta atau antara Mei-Juni 1292.
Pararaton menyebut Aji Jayakatong atau Jayakatwang berkuasa di Daha pada tahun 1276, yaitu setelah Pamalayu dan Patumapël tahun 1275. Sementara itu, Nāgarak tagama (pupuh 44, bait 2) menyebut Haji Jayakatwang menjadi raja bawahan di Kadiri (Daha) sejak 1271, menggantikan Sastrajaya Baru kemudian setelah Sri Kertanagara meninggal pada tahun 1292, ia menjadi penguasa Tanah Jawa.
Selain dua naskah di atas, ada sumber lain yang lebih kuat kedudukannya, yaitu Prasasti Kudadu (11 September 1294), yang hanya berselang dua tahun setelah kematian Srī Kertanagara. Pada lempeng III-B ditemukan kalimat Sri Kertanagara sang lina ring siwabuddhalaya nguni tinekan de sri jayakatyeng sakeng glang-glang, yang berarti Śrī Kertanagara yang berpulang ke alam Siwa-Buddha [karena] dulu didatangi Sri Jayakatyeng darı Gelang-Gelang.
Kemudian pada lempeng VI-B tertulis kalimat srī jayakatyeng nguni ri huwusniran humilangaken sri krtanagara gumegwan irikang nagara daha, atau artinya Srī Jayakatyeng dulu setelah melenyapkan Srī Krtanagara, memegang [kekuasaan] di Kota Daha. Darı sini dapat disimpulkan bahwa Sri Jayakatyeng alias Jayakatwang alias Aji Jayakatong mula-mula menjabat sebagai raja bawahan di Gelang-Gelang.
Baca Juga
Cerita ini sesuai dengan Prasasti Mula-Malurung (15 Desember 1255) yang menyebut Sri Jayaka-tyeng adalah raja Gelang-Gelang di Bhumi Wurawan, dengan permaisuri bernama Turuk Bali (saudara perempuan Sri Krtanagara). Kemudian setelah Srī Krtanagara ditewaskan pada tahun 1292, barulah ia menjadikan Daha sebagai ibu kota pemerintahannya.
(kri)