Kisah Heroik Pemuda Menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok Jelang Proklamasi Kemerdekaan
loading...
A
A
A
Jelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sekelompok pemuda yang dipimpin Sukarni menculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus 1945. Mereka membawa kedua tokoh penting tersebut ke Rengasdengklok sekitar 60 kilometer dari Jakarta.
Proses penculikan berlangsung cepat. Saat itu, Soekarno dan istrinya, Fatmawati, sedang makan sahur di rumah mereka di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Sebuah mobil sedan Ford tiba-tiba berhenti di depan rumah.
Kemudian pengemudi mobil meminta Soekarno segera ikut pergi untuk menghindari ancaman yang dikabarkan akan terjadi di Jakarta. Fatmawati yang baru melahirkan Guntur Soekarnoputra tidak ingin ditinggal, sehingga Soekarno, Fatmawati, dan bayi mereka ikut serta dalam mobil.
Di waktu yang sama, mobil lain juga menjemput Hatta dari rumahnya, yang saat itu juga sedang makan sahur. Dalam perjalanan, rombongan sempat terhenti di pos penjagaan militer Jepang di Cipinang.
Untuk menghindari kecurigaan, kendaraan mereka diganti dengan mobil panser terbuka, dan Soekarno serta Hatta mengenakan seragam militer Peta. Dua jam kemudian, mereka tiba di Rengasdengklok.
Setelah sampai, Soekarno dan Hatta ditempatkan di ruang tunggu. Pemuda Singgih, salah satu pemimpin kelompok pemuda, bertanya kepada Soekarno apakah ia bersedia memproklamasikan kemerdekaan tanpa keterlibatan Jepang.
Untuk menekankan seriusnya pertanyaan tersebut, Singgih meletakkan senapannya di atas meja.
Namun, di tengah perundingan, Guntur yang masih bayi menangis. Fatmawati ingin menyusui Guntur, tetapi botol susu tertinggal di mobil sedan.
Beberapa prajurit Peta kemudian disuruh mencari botol susu tersebut. Hatta, yang tidak tahan mendengar tangisan bayi, mengambil Guntur dan menggendongnya hingga Guntur mengompoli Hatta kala itu.
Sementara itu, Soekarno sempat terpengaruh oleh rencana pemberontakan militer Peta dan Heiho yang diusulkan para pemuda.
Namun, ia kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan harus melalui komisi persiapan kemerdekaan dan memilih 17 Agustus sebagai tanggal yang tepat karena bertepatan dengan Jumat Legi dalam penanggalan Jawa.
Ahmad Soebardjo, yang menyadari hilangnya Soekarno dan Hatta, segera mencari tahu keberadaan mereka. Setelah berkomunikasi dengan pemuda Wikana, akhirnya diketahui bahwa kedua tokoh tersebut berada di Rengasdengklok.
Soebardjo kemudian pergi menjemput mereka atas arahan Laksamana Maeda. Setelah perundingan dengan Sukarni, Soekarno dan Hatta pun dibawa kembali ke Jakarta.
Dalam perjalanan menuju Jakarta, Sukarni sempat bersorak melihat asap mengepul di kejauhan, mengira bahwa revolusi sudah dimulai.
Namun, ternyata asap tersebut berasal dari sampah yang sedang dibakar oleh seorang petani, membuat Soekarno tertawa melihat antusiasme Sukarni yang keliru.
Rombongan akhirnya tiba di Jakarta pada tengah malam. Esok harinya, pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Proses penculikan berlangsung cepat. Saat itu, Soekarno dan istrinya, Fatmawati, sedang makan sahur di rumah mereka di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Sebuah mobil sedan Ford tiba-tiba berhenti di depan rumah.
Kemudian pengemudi mobil meminta Soekarno segera ikut pergi untuk menghindari ancaman yang dikabarkan akan terjadi di Jakarta. Fatmawati yang baru melahirkan Guntur Soekarnoputra tidak ingin ditinggal, sehingga Soekarno, Fatmawati, dan bayi mereka ikut serta dalam mobil.
Di waktu yang sama, mobil lain juga menjemput Hatta dari rumahnya, yang saat itu juga sedang makan sahur. Dalam perjalanan, rombongan sempat terhenti di pos penjagaan militer Jepang di Cipinang.
Untuk menghindari kecurigaan, kendaraan mereka diganti dengan mobil panser terbuka, dan Soekarno serta Hatta mengenakan seragam militer Peta. Dua jam kemudian, mereka tiba di Rengasdengklok.
Setelah sampai, Soekarno dan Hatta ditempatkan di ruang tunggu. Pemuda Singgih, salah satu pemimpin kelompok pemuda, bertanya kepada Soekarno apakah ia bersedia memproklamasikan kemerdekaan tanpa keterlibatan Jepang.
Untuk menekankan seriusnya pertanyaan tersebut, Singgih meletakkan senapannya di atas meja.
Baca Juga
Namun, di tengah perundingan, Guntur yang masih bayi menangis. Fatmawati ingin menyusui Guntur, tetapi botol susu tertinggal di mobil sedan.
Beberapa prajurit Peta kemudian disuruh mencari botol susu tersebut. Hatta, yang tidak tahan mendengar tangisan bayi, mengambil Guntur dan menggendongnya hingga Guntur mengompoli Hatta kala itu.
Sementara itu, Soekarno sempat terpengaruh oleh rencana pemberontakan militer Peta dan Heiho yang diusulkan para pemuda.
Namun, ia kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan harus melalui komisi persiapan kemerdekaan dan memilih 17 Agustus sebagai tanggal yang tepat karena bertepatan dengan Jumat Legi dalam penanggalan Jawa.
Baca Juga
Ahmad Soebardjo, yang menyadari hilangnya Soekarno dan Hatta, segera mencari tahu keberadaan mereka. Setelah berkomunikasi dengan pemuda Wikana, akhirnya diketahui bahwa kedua tokoh tersebut berada di Rengasdengklok.
Soebardjo kemudian pergi menjemput mereka atas arahan Laksamana Maeda. Setelah perundingan dengan Sukarni, Soekarno dan Hatta pun dibawa kembali ke Jakarta.
Dalam perjalanan menuju Jakarta, Sukarni sempat bersorak melihat asap mengepul di kejauhan, mengira bahwa revolusi sudah dimulai.
Namun, ternyata asap tersebut berasal dari sampah yang sedang dibakar oleh seorang petani, membuat Soekarno tertawa melihat antusiasme Sukarni yang keliru.
Rombongan akhirnya tiba di Jakarta pada tengah malam. Esok harinya, pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
(ams)