Dedi Mulyadi: Kasus Eky-Vina Cirebon adalah Amarah Aep dan Iptu Rudiana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus dan aktivitas, Dedi Mulyadi mengatakan, kasus pembunuhan Eky dan Vina Cirebon pada 2016 adalah amarah dari Aep dan Iptu Rudiana. Diketahui, Aep merupakan saksi kunci kasus ini dan Iptu Rudiana merupakan ayah dari Eky.
“Jadi dalam pandangan saya kasus 7 terpidana yang mendekam di penjara seumur hidup di Cirebon dan satu sudah bebas Saka Tatal, itu adalah kasus amarah. Amarah siapa? Amarah Aep dan amarah Rudiana,” ujar Dedi dalam dialog “Secercah Cahaya Kasus Vina Cirebon ” secara virtual, Jumat (2/8/2024).
Dedi mengatakan dua amarah ini saling bertemu. Aep memiliki amarah karena seminggu sebelum kejadian di tempat dia bekerja temannya bernama Aceng dalam keterangannya Dede yang juga saksi kasus ini, membawa perempuan dua orang, digerebek oleh teman-teman yang hari ini masih mendekam karena dianggap terlibat dalam kasus ini.
“Dan teman-teman juga yang mendekam di penjara hari ini juga salah waktu itu, dia mengikuti amarahnya. Ini tuh siklus hidup. Kemudian dari situlah Aep memendam amarah. Saat Aep memendam amarah Pak Rudiana mendapatkan Eky dan Vina meninggal,” papar Dedi.
Dedi kemudian mengatakan ada amarah dari saksi kasus ini, Linda yang mengalami kesurupan sehingga semakin memperpanjang kasus ini. “Beberapa hari setelah itu bisa jadi dalam dirinya itu ada kecurigaan yang dipicu oleh kesurupannya Linda. Linda kenapa kesurupan? Karena Linda juga mungkin terlalu banyak memendam amarah,” katanya.
“Nah direkam, kemudian rekamannya diserahkan oleh kakaknya ke Pak Rudiana dari situ dari amarah yang sedang berkembang, bertemulah amarah Aep dan amarah Pak Rudiana melalui salah satu anggotanya,” lanjut Dedi.
Kemudian, Aep bercerita tentang adanya anak-anak yang suka berkumpul di gang, kemudian nongkrong, kemudian disambungkan dengan kematian. “Maka api dan api bertemu dan terbakar lah Cirebon dengan amarah itu,” ujar Dedi.
Dedi pun mengatakan seluruh amarah itu terjadi karena karena ekonomi. Mereka tidak punya koneksi terhadap kekuasaan, tidak punya koneksi terhadap advokasi yang mapan, bahkan tidak punya koneksi terhadap ekonomi yang membuat terpuruk.
“Kenapa ekonomi? Mereka itu kenapa dihinakan. Mereka itu kenapa ditindas, mereka itu kenapa diperlakukan tidak adil tanpa bisa melakukan perlawanan hukum yang kuat karena mereka tak memiliki apa pun dalam hidup,” katanya.
“Seorang miskin ketika dia menghadapi masalah, jangankan untuk menyelesaikan masalah meninggalkan pekerjaan, kehilangan beras dalam satu hari itu, kehilangan pendapatan satu hari itu membuat dunia menjadi gulita dan akhirnya dia menyerah dengan keadaan. Ini akibat apa negara tidak hadir di tengah-tengah mereka,” pungkasnya.
“Jadi dalam pandangan saya kasus 7 terpidana yang mendekam di penjara seumur hidup di Cirebon dan satu sudah bebas Saka Tatal, itu adalah kasus amarah. Amarah siapa? Amarah Aep dan amarah Rudiana,” ujar Dedi dalam dialog “Secercah Cahaya Kasus Vina Cirebon ” secara virtual, Jumat (2/8/2024).
Dedi mengatakan dua amarah ini saling bertemu. Aep memiliki amarah karena seminggu sebelum kejadian di tempat dia bekerja temannya bernama Aceng dalam keterangannya Dede yang juga saksi kasus ini, membawa perempuan dua orang, digerebek oleh teman-teman yang hari ini masih mendekam karena dianggap terlibat dalam kasus ini.
“Dan teman-teman juga yang mendekam di penjara hari ini juga salah waktu itu, dia mengikuti amarahnya. Ini tuh siklus hidup. Kemudian dari situlah Aep memendam amarah. Saat Aep memendam amarah Pak Rudiana mendapatkan Eky dan Vina meninggal,” papar Dedi.
Dedi kemudian mengatakan ada amarah dari saksi kasus ini, Linda yang mengalami kesurupan sehingga semakin memperpanjang kasus ini. “Beberapa hari setelah itu bisa jadi dalam dirinya itu ada kecurigaan yang dipicu oleh kesurupannya Linda. Linda kenapa kesurupan? Karena Linda juga mungkin terlalu banyak memendam amarah,” katanya.
“Nah direkam, kemudian rekamannya diserahkan oleh kakaknya ke Pak Rudiana dari situ dari amarah yang sedang berkembang, bertemulah amarah Aep dan amarah Pak Rudiana melalui salah satu anggotanya,” lanjut Dedi.
Kemudian, Aep bercerita tentang adanya anak-anak yang suka berkumpul di gang, kemudian nongkrong, kemudian disambungkan dengan kematian. “Maka api dan api bertemu dan terbakar lah Cirebon dengan amarah itu,” ujar Dedi.
Dedi pun mengatakan seluruh amarah itu terjadi karena karena ekonomi. Mereka tidak punya koneksi terhadap kekuasaan, tidak punya koneksi terhadap advokasi yang mapan, bahkan tidak punya koneksi terhadap ekonomi yang membuat terpuruk.
“Kenapa ekonomi? Mereka itu kenapa dihinakan. Mereka itu kenapa ditindas, mereka itu kenapa diperlakukan tidak adil tanpa bisa melakukan perlawanan hukum yang kuat karena mereka tak memiliki apa pun dalam hidup,” katanya.
“Seorang miskin ketika dia menghadapi masalah, jangankan untuk menyelesaikan masalah meninggalkan pekerjaan, kehilangan beras dalam satu hari itu, kehilangan pendapatan satu hari itu membuat dunia menjadi gulita dan akhirnya dia menyerah dengan keadaan. Ini akibat apa negara tidak hadir di tengah-tengah mereka,” pungkasnya.
(wib)