Asal Usul Gajayana, Nama Kereta Api yang Diambil dari Gelar Raja Kerajaan Kanjuruhan di Malang
loading...
![Asal Usul Gajayana,...](https://pict.sindonews.net/webp/732/pena/news/2024/08/02/29/1427857/asal-usul-gajayana-nama-kereta-api-yang-diambil-dari-gelar-raja-kerajaan-kanjuruhan-di-malang-eei.webp)
Raja Gajayana yang memerintah Kerajaan Kanjuruhan meninggalna banyak prasasti. Di antaranya Candi Badut yang di daerah Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Foto/Avirista Midaada
A
A
A
ASAL usul Gajayana yang dipakai sebagai nama kereta api (KA) rute Malang-Jakarta menarik diketahui. Ternyata Gajayana merupakan Raja Kerajaan Kanjuruhan yang berkuasa pada tahun 760-789 M.
Raja Gajayana sebelum naik tahta bernama Sang Liwa. Dia memerintah di Istana Kerajaan Kanjuruhan yang sekarang berada di wilayah Dinoyo-Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
Kereta Api (KA) Gajayana mendadak jadi perbincangan usai seorang terduga teroris ditangkap oleh Densus 88 Antiteror di Stasiun Solo Balapan, Jawa Tengah. Terduga teroris tersebut diketahui naik KA Gajayana dari Malang ke Solo pada Rabu (31/7/2024) lalu.
Di banding Kerajaan Majapahit maupun Kerajaan Singosari yang tersohor, maka Kerajaan Kanjuruhan mungkin kurang begitu dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi, Kanjuruhan berdiri jauh sebelum muncul Majapahit dan Singasari.
Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Kanjuruhan umurnya hampir sama dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Pusat pemenerintahan Kerahaan Kanjuruhan terletak di pinggiran aliran Kali Metro, kawasan lereng Gunung Kawi sisi timur.
Keberadaan Kerajaan Kanjuruhan dibuktikan dengan ditemukan pada prasasti Dinoyo tahun 682 saka atau 760 Masehi.
Prasasti Dinoyo sendiri merupakan bagian dari peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang diidentifikasi berdiri pada abad 6 dan 7 Masehi.
Prasasti ini ditemukan tak jauh dari aliran Sungai Metro, sementara salah satu bangunan peninggalan Candi Badut juga lokasi ditemukan tak jauh dari lokasi tersebut.
Dikutip dari berbagai sumber, pada prasasti tersebut disebutkan ada raja bernama Raja Dewasimha, kemudian setelah meninggal digantikan sang raja yang bernama Sang Liswa. Nah, Sang Liswa inilah yang akhirnya mendapat gelar Gajayana.
Pada masa kepemimpinan Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan mengalami masa puncak kejayaan. Daerah kekuasaannya meliputi lereng timur dan barat Gunung Kawi. Sedangkan di sisi barat mencapai ke area Pegunungan Tengger Semeru.
Sementara di sisi utara bahkan hingga mencapai pesisir Laut Jawa. Sedangkan di wilayah selatan kekuasannya mencapai pantai selatan Pulau Jawa.
Setelah masa kepemimpinan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan kemudian dipimpin oleh Pangeran Jananiya.
Raja Kanjuruhan Pangeran Jananiya ini merupakan menantu dari Raja Gajayana. Dia menikah dengan satu-satunya anak dari Raja Gajayana bernama Uttejana. Kedua pasang suami istri ini memimpin kerajaan dengan penuh kebijaksanaan.
Kemunduran Kerajaan Kanjuruhan muncul setelah sekitar tahun 847 Masehi, saat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mengembangkan kekuasaannya. Perluasan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno kala itu di bawah perintah Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu.
Kerajaan Mataram Kuno kemudian kian meluaskan kekuasaannya hingga Jawa Timur. Termasuk di wilayah yang dulunya menjadi kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan hilang hingga akhirnya dikuasai Kerajaan Mataram Kuno.
Dari sanalah akhirnya Kerajaan Kanjuruhan hanya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno.
Pegiat Sejarah Eko Irawan mengakui bila nama Kerajaan Kanjuruhan dari catatan sejarah di Jawa Timur masih menjadi salah satu kerajaan tertua yang teridentifikasi hingga kini.
"Jadi Kanjuruhan ini kerajaan tertua di Jawa Timur, seumuran dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang berdiri abad 7-8 masehi," kata Eko beberapa waktu lalu.
Dari sana nama Kerajaan Kanjuruhan dengan Raja Gajayana ini menjadi sebuah inspirasi dan diabadikan untuk dua nama stadion kebanggaan di Malang raya.
Stadion Gajayana yang menjadi stadion tertua di Indonesia, dinamakan dengan nama Raja Gajayana. Sedangkan Stadion Kanjuruhan yang berada di Kepanjen, Kabupaten Malang dipilih sebagai kemasyhuran nama Kanjuruhan menjadi kerajaan tertua di Jawa Timur.
"Sudah peradaban maju sejak dahulu, mungkin itu kebanggaan juga," paparnya.
Kini meski Kerajaan Kanjuruhan telah musnah, namun jejak-jejak sejarah kejayaan Kerajaan Kanjuruhan ini masih dapat ditemui di Malang raya. Di antaranya yakni Candi Badut yang di daerah Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Raja Gajayana sebelum naik tahta bernama Sang Liwa. Dia memerintah di Istana Kerajaan Kanjuruhan yang sekarang berada di wilayah Dinoyo-Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
Kereta Api (KA) Gajayana mendadak jadi perbincangan usai seorang terduga teroris ditangkap oleh Densus 88 Antiteror di Stasiun Solo Balapan, Jawa Tengah. Terduga teroris tersebut diketahui naik KA Gajayana dari Malang ke Solo pada Rabu (31/7/2024) lalu.
Di banding Kerajaan Majapahit maupun Kerajaan Singosari yang tersohor, maka Kerajaan Kanjuruhan mungkin kurang begitu dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi, Kanjuruhan berdiri jauh sebelum muncul Majapahit dan Singasari.
Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Kanjuruhan umurnya hampir sama dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Pusat pemenerintahan Kerahaan Kanjuruhan terletak di pinggiran aliran Kali Metro, kawasan lereng Gunung Kawi sisi timur.
Keberadaan Kerajaan Kanjuruhan dibuktikan dengan ditemukan pada prasasti Dinoyo tahun 682 saka atau 760 Masehi.
Prasasti Dinoyo sendiri merupakan bagian dari peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang diidentifikasi berdiri pada abad 6 dan 7 Masehi.
Prasasti ini ditemukan tak jauh dari aliran Sungai Metro, sementara salah satu bangunan peninggalan Candi Badut juga lokasi ditemukan tak jauh dari lokasi tersebut.
Dikutip dari berbagai sumber, pada prasasti tersebut disebutkan ada raja bernama Raja Dewasimha, kemudian setelah meninggal digantikan sang raja yang bernama Sang Liswa. Nah, Sang Liswa inilah yang akhirnya mendapat gelar Gajayana.
Pada masa kepemimpinan Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan mengalami masa puncak kejayaan. Daerah kekuasaannya meliputi lereng timur dan barat Gunung Kawi. Sedangkan di sisi barat mencapai ke area Pegunungan Tengger Semeru.
Sementara di sisi utara bahkan hingga mencapai pesisir Laut Jawa. Sedangkan di wilayah selatan kekuasannya mencapai pantai selatan Pulau Jawa.
Setelah masa kepemimpinan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan kemudian dipimpin oleh Pangeran Jananiya.
Raja Kanjuruhan Pangeran Jananiya ini merupakan menantu dari Raja Gajayana. Dia menikah dengan satu-satunya anak dari Raja Gajayana bernama Uttejana. Kedua pasang suami istri ini memimpin kerajaan dengan penuh kebijaksanaan.
Kemunduran Kerajaan Kanjuruhan muncul setelah sekitar tahun 847 Masehi, saat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mengembangkan kekuasaannya. Perluasan kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno kala itu di bawah perintah Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu.
Kerajaan Mataram Kuno kemudian kian meluaskan kekuasaannya hingga Jawa Timur. Termasuk di wilayah yang dulunya menjadi kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan hilang hingga akhirnya dikuasai Kerajaan Mataram Kuno.
Dari sanalah akhirnya Kerajaan Kanjuruhan hanya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno.
Pegiat Sejarah Eko Irawan mengakui bila nama Kerajaan Kanjuruhan dari catatan sejarah di Jawa Timur masih menjadi salah satu kerajaan tertua yang teridentifikasi hingga kini.
"Jadi Kanjuruhan ini kerajaan tertua di Jawa Timur, seumuran dengan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat yang berdiri abad 7-8 masehi," kata Eko beberapa waktu lalu.
Dari sana nama Kerajaan Kanjuruhan dengan Raja Gajayana ini menjadi sebuah inspirasi dan diabadikan untuk dua nama stadion kebanggaan di Malang raya.
Stadion Gajayana yang menjadi stadion tertua di Indonesia, dinamakan dengan nama Raja Gajayana. Sedangkan Stadion Kanjuruhan yang berada di Kepanjen, Kabupaten Malang dipilih sebagai kemasyhuran nama Kanjuruhan menjadi kerajaan tertua di Jawa Timur.
"Sudah peradaban maju sejak dahulu, mungkin itu kebanggaan juga," paparnya.
Kini meski Kerajaan Kanjuruhan telah musnah, namun jejak-jejak sejarah kejayaan Kerajaan Kanjuruhan ini masih dapat ditemui di Malang raya. Di antaranya yakni Candi Badut yang di daerah Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
(shf)