Tokoh Papua Ajak Seluruh Elemen Bangun Bumi Cenderawasih dengan Semangat Kolaborasi

Jum'at, 12 Juli 2024 - 17:11 WIB
loading...
Tokoh Papua Ajak Seluruh...
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Barisan Merah Putih (BMP) sekaligus tokoh Pemuda Papua Ali Kabiay. Foto/Istimewa
A A A
JAYAPURA - Papua bagian integral dan tidak terpisahkan dari Indonesia. Masuknya Papua dalam NKRI adalah maksud dan tujuan Tuhan, bukan maksud manusia. Maka, sebagai warga negara yang baik, warga Papua setia mendukung program-program dari pemerintah pusat maupun daerah.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Barisan Merah Putih (BMP) sekaligus tokoh Pemuda Papua Ali Kabiay terus mengkampanyekan citra Papua sebagai tanah damai. Dia juga menegaskan seluruh penduduk Papua adalah warga negara sebangsa yang berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia.

Meskipun masih ada hambatan keamanan di beberapa wilayah Papua, namun dia tetap ingin membuktikan Papua adalah barometer kebinekaan. Hal ini karena selama ini warga Papua hidup berdampingan, sangat baik dan harmonis, sehingga harus dijaga dan dipupuk terus untuk membangun Papua lebih baik lagi.



Jadi tugas warga Papua adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga tali silaturahmi, tali persaudaraan dan tali toleransi antar sesama umat, suku dan ras dapat dijaga dengan baik.

“Kami berharap, Papua dibangun dengan semangat kolaborasi antara Orang Asli Papua dengan saudara-saudara dari daerah lainnya, sehingga Papua dapat dibangun lebih baik, bermoral dan bermartabat,” katanya.

Ali menyebut, persoalan di Papua kadang dipicu oleh media sosial (medsos). Untuk itu dia meminta agar siapa pun di seluruh Indonesia atau di luar negeri membantu Papua untuk menyuarakan hal hal yang positif tentang Papua. “Karena Papua tanah damai, tanah yangg aman,” tambahnya.

Tokoh senior Papua Barat Ismail Sirfefa juga menegaskan bahwa nir-kekerasan adalah cara terbaik untuk mewujudkan perdamaian dari suatu konflik atau pertikaian. Pendekatan dan mekanisme nir kekerasan dapat dilakukan dengan cara pendekatan sosiologis, antropologis, religius, dan humanis bersama mekanisme musyawarah, perundingan, dialog, silaturahmi antara dua pihak atau lebih yang bertikai.

“Perlu adanya tata kelola penyelesaian konflik yang terpadu untuk perdamaian Papua, musyawarah, dialog karena itu silaturahmi harus dijadikan sebagai media interaksi perdamaian dalam pertikaian atau konflik sosial,” kata tokoh Adat Kuri Wamesa Papua Barat.

Dekan Fakultas Islam Unusia Jakarta Ahmad Suaedy menyebut jumlah suku di Papua mencapai 261 suku dengan 326 bahasa suku, belum termasuk suku para pendatang. Mereka juga cukup beragam dalam merespons tentang sistem kepemimpinan yang tergantung karakteristik dan budaya mereka.

Pada masa prakolonial, terdapat akar yang sangat kuat bahwa terdapat perjumpaan Melanesia-Nusantara yang sudah terjadi ribuan tahun yang berbeda dengan Melanesia-Pasifik. Papua merupakan bagian dari Melanesia-Nusantara, hal ini dapat dilacak adanya bangsa Papua yang sudah mengenal bahasa Melayu kuno.

Ini artinya, masyarakat Papua sudah sangat terbuka dan bervariasi dalam menerima adanya hal baru dari luar Papua dan telah menyatu dengan bangsa Nusantara lainnya. “Saat ini sedang terjadi proses institusionalisasi dari karakter kepemimpinan yang dulu lebih informal, sehingga membutuhkan pertimbangan pengenalan sejarah dan budaya Papua yang cukup bervariasi” tandas salah satu Ketua PBNU tersebut pada Webinar “Papua Tanah Damai: Mengokohkan rasa Sebangsa dan Mewujudkan Nir Kekerasan” Kamis 11 Juli 2024.

Dia juga menyarankan agar program pengenalan sejarah dan budaya Papua secara mendalam harus menjadi prioritas bagi pembangunan Papua, sehingga proses formalisasi kepemimpinan berjalan dengan baik dan kebijakan pemerintah juga tepat sasaran.

Pakar terorisme UI Muhammad Syauqillah mengatakan, banyak pendekatan yang telah dilakukan pemerintah baik keamanan, maupun pembangunan. Namun, pendekatan kebudayaan harus ditekankan lebih maksimal lagi untuk makin mengokohkan integrasi komponen-komponen di Papua yang cukup beragam.

“Hal-hal kecil terkait budaya Papua harus diutamakan, seperti halnya masalah icon sewaktu PON 2021. Icon Orang Asli Papua harus diutamakan karena hal itu cukup sensitif bagi masyarakat Papua sebagai penghargaan budayanya. Jika hal-hal ini saja kita tidak mampu, tentu akan berimplikasi kepada kepercayaan orang Papua terhadap pemerintah pusat. Kebijakan apa pun terkait dengan Papua perlu melibatkan Orang Asli Papua, sehingga napas kebijakan itu sejalan dengan keinginan mereka,” katanya.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)