Penambang Emas Liar di Kawasan Siguntu Diminta Segera Ditindak
loading...
A
A
A
PALOPO - Aktivitas penambangan yang diduga mengandung emasliar di kawasan Siguntu yang terletak di Kelurahan Latuppa Kecamatan Mungkajang Kota Palopo , diminta segera ditindak.
Hal ini disampaikan oleh perkumpulan Wallacea di Kota Palopo mendesak Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengusut pelaku tambang Siguntu.
Direktur Eksekutif Basri Andang, menyampaikan, sangat dikhawatirkan jika aktivitas tambang di Siguntu akan menjadi pemicu terjadinya bencana jika tidak dihentikan dan pelakunya ditangkap.
"Keberadaan tambang di Siguntu telah kami cek ke lokasi. Dengan temuan dan analisa, maka perkumpulan Wallacea Kota Palopo menyatakan sikap mendesak Ditjen Penegakan Hukum (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menindaklanjuti dan menangani persoalan tersebut," ujarnya.
Perkumpulan Wallacea, mendesak Ditjen Penegakan Hukun (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengungkap pelaku di balik penambangan illegal tersebut.
"Kami juga mendesak Kesatuan Pengelola Hutan atau KPH Latimojong untuk mengintensifkan pengawasan di kawasan tersebut dan kawasan hutan lain yang menjadi tanggungjawabnya," desa Basri Andang.
Secara rinci, Basri Andang menyebutkan gugusan pegunungan yang ada di Barat Kota Palopo merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) dan Hulu DAS Latuppa, yang menjadi sumber air bersih PDAM untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat yang ada di Kota Palopo .
"Salah satu wilayah yang menjadi penyuplay air bersih bagi masyarakat Kota Palopo terletak di Siguntu, Kelurahan Latuppa Kecamatan Mungkajang yang saat ini marak dikeluhkan karena adanya aktivitas pengambilan material tambang batuan yang mengandung emas," sebutnya.
Wallacea memprediksi aktivitas penggalian material ini dapat menjadi ancaman bagi kelestarian hulu sungai Latuppa, bahkan dapat menjadi pemicu bencana banjir jika hal tersebut terus berlanjut.
Data Wallacea sendiri menyebutkan, aktivitas ini bukan kali pertama terjadi, hal ini pernah dilakukan pada tahun 2006 dan mendapat penolakan warga sekitar, mahasiswa dan masyarakat di Kota Palopo sehingga bisa terhenti.
"Tapi di awal tahun 2020 tepatnya di bulan April 2020 aktivitas pertambangan mulai diketahui berlanjut lagi dan dilakukan penindakan oleh Kesatuan Pengelola Hutan Latimojong," ujarnya.
Desakan penutupan aktivitas penambangan di Siguntu dan penindakan hukum terhadap pelakunya disampaikan berbagai elemen masyarakat Kota Palopo.
"Menyikapinya hal tersebut Perkumpulan Wallacea Kota Palopo melakukan investigasi pada tanggal 16 Agustus 2020 dengan hasil temuan, lokasi penggalian material berada di dalam Kawasan Hutan Negara dengan status Hutan Lindung (HL) sesuai SK 362/MenLHK/Setjen/PLA.0/5/2019," sebut Basri Andang.
Surat Keputusan yang mengatur perubahan fungsi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, dan perubahan fungsi kawasan hutan di Sulawesi Selatan.
Posisi koordinat lokasi berada LS :03˚ 02’ 04.0” BT:120˚ 06’ 09.8” Lokasi berada di ketinggian 683 Mdpl, disinyalir masih ada beberapa lokasi penggalian material yang belum diidentfikasi di lokasi penggalian belum dilakukan penindakan secara utuh, seperti pembongkaran tenda, dan penutupan lubang tambang.
"Tumpukan material atau barang bukti hanya ditumpuk didekat Pos Kehutanan yang rentan dihilangkan oleh oknum tertentu," lanjutnya.
Hal ini disampaikan oleh perkumpulan Wallacea di Kota Palopo mendesak Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengusut pelaku tambang Siguntu.
Direktur Eksekutif Basri Andang, menyampaikan, sangat dikhawatirkan jika aktivitas tambang di Siguntu akan menjadi pemicu terjadinya bencana jika tidak dihentikan dan pelakunya ditangkap.
"Keberadaan tambang di Siguntu telah kami cek ke lokasi. Dengan temuan dan analisa, maka perkumpulan Wallacea Kota Palopo menyatakan sikap mendesak Ditjen Penegakan Hukum (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menindaklanjuti dan menangani persoalan tersebut," ujarnya.
Perkumpulan Wallacea, mendesak Ditjen Penegakan Hukun (GAKKUM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengungkap pelaku di balik penambangan illegal tersebut.
"Kami juga mendesak Kesatuan Pengelola Hutan atau KPH Latimojong untuk mengintensifkan pengawasan di kawasan tersebut dan kawasan hutan lain yang menjadi tanggungjawabnya," desa Basri Andang.
Secara rinci, Basri Andang menyebutkan gugusan pegunungan yang ada di Barat Kota Palopo merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) dan Hulu DAS Latuppa, yang menjadi sumber air bersih PDAM untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat yang ada di Kota Palopo .
"Salah satu wilayah yang menjadi penyuplay air bersih bagi masyarakat Kota Palopo terletak di Siguntu, Kelurahan Latuppa Kecamatan Mungkajang yang saat ini marak dikeluhkan karena adanya aktivitas pengambilan material tambang batuan yang mengandung emas," sebutnya.
Wallacea memprediksi aktivitas penggalian material ini dapat menjadi ancaman bagi kelestarian hulu sungai Latuppa, bahkan dapat menjadi pemicu bencana banjir jika hal tersebut terus berlanjut.
Data Wallacea sendiri menyebutkan, aktivitas ini bukan kali pertama terjadi, hal ini pernah dilakukan pada tahun 2006 dan mendapat penolakan warga sekitar, mahasiswa dan masyarakat di Kota Palopo sehingga bisa terhenti.
"Tapi di awal tahun 2020 tepatnya di bulan April 2020 aktivitas pertambangan mulai diketahui berlanjut lagi dan dilakukan penindakan oleh Kesatuan Pengelola Hutan Latimojong," ujarnya.
Desakan penutupan aktivitas penambangan di Siguntu dan penindakan hukum terhadap pelakunya disampaikan berbagai elemen masyarakat Kota Palopo.
"Menyikapinya hal tersebut Perkumpulan Wallacea Kota Palopo melakukan investigasi pada tanggal 16 Agustus 2020 dengan hasil temuan, lokasi penggalian material berada di dalam Kawasan Hutan Negara dengan status Hutan Lindung (HL) sesuai SK 362/MenLHK/Setjen/PLA.0/5/2019," sebut Basri Andang.
Surat Keputusan yang mengatur perubahan fungsi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, dan perubahan fungsi kawasan hutan di Sulawesi Selatan.
Posisi koordinat lokasi berada LS :03˚ 02’ 04.0” BT:120˚ 06’ 09.8” Lokasi berada di ketinggian 683 Mdpl, disinyalir masih ada beberapa lokasi penggalian material yang belum diidentfikasi di lokasi penggalian belum dilakukan penindakan secara utuh, seperti pembongkaran tenda, dan penutupan lubang tambang.
"Tumpukan material atau barang bukti hanya ditumpuk didekat Pos Kehutanan yang rentan dihilangkan oleh oknum tertentu," lanjutnya.
(agn)