Rencana PSBB Majalengka Jadi Polemik, Legislator Jabar: Masyarakat Tak Usah Panik
loading...
A
A
A
MAJALENGKA - Rencana penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di 17 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Majalengka, menjadi polemik di masyarakat.
Di media sosial, masyarakat memberikan tanggapan beragam terkait rencana penerapan PSBB yang diusulkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu.
Tak sedikit masyarakat yang menyatakan tidak setuju PSBB diterapkan di Kabupaten Majalengka. Beragam alasan yang mereka sampaikan terkait ketidaksetujuan tersebut.
Salah satunya, masyarakat khawatir aktivitas usaha mereka terganggu setelah PSBB diberlakukan. Sedangkan masyarakat yang setuju PSBB asalkan pemerintah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
Menggapi polemik tersebut, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Pepep Saeful Hidayat menilai, munculnya pro dan kontra dalam menyikapi suatu kebijakan adalah hal lumrah.
"Kalau menurut saya, wajar jika ada warga Majalengka yang tidak setuju dengan rencana penerapan PSBB. Mungkin karena kurangnya pemahaman atau sosialisasi dari pemerintah daerah," kata politisi PPP asal Kabupaten Majalengka ini di Majalenga, Jumat (1/5/2020).
Pepep mengemukakan, penerapan PSBB di suatu daerah bersifat lentur, tidak sama pemberlakuannya di tiap daerah. Artinya, ada PSBB yang diterapkan secara maksimal dan parsial.
"Di Bodebek dan Bandung Raya yang sudah dilaksanakan PSBB, kami perhatikan tidak semua kecamatan berlaku maksimal. PSBB maksimal dilakukan bagi kecamatan yang terdapat pasien positif COVID-19," ujar legislator dengan daerah pemilihan (dapil) Subang, Majalengka, dan Sumedang itu.
"Sedangkan kecamatan lain, PSBB masih bersifat longgar alias tidak seketat di kecamatan zona merah. Seperti halnya di Kabupaten Bandung dan Sumedang, para petani di kecamatan yang tidak masuk zona merah, masih dapat melaksanakan aktivitas," lanjut sekretaris DPW PPP Provinsi Jawa Barat itu.
Pepep berharap masyarakat tidak panik menanggapi rencana penerapan PSBB. Di sisi lain, pemerintah juga harus lebih intens dalam menyosialisasikan rencana tersebut. "Jadi, para pemangku kebijakan harus secara aktif dan massif memberikan pemahaman," tutur dia.
Pepep tidak menampik jika pemberlakuan PSBB di suatu daerah akan berdampak sistemik bagi tatanan kehidupan bermasyarakat. Dampak itu merata, baik sosial, budaya, ekonomi, pendapatan masyarakat, dan sebagainya.
"Ya benar efeknya luar biasa PSBB ini. Tetapi ini demi kebaikan bersama dan sifatnya sementara. Tujuan utamanya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, hingga akhirnya pandemi ini bisa berakhir," ungkap Pepep.
Menurut Pepep, ketika suatu daerah menerapkan PSBB, pemerintah setempat harus bertanggung jawab penuh. Jangan sampai ada masyarakat yang terdampak, ekonominya semakin terpuruk.
"Jangan sampai ada warga yang kelaparan. Di sini pemerintah perlu siap siaga dalam pengamanan jaringan sosial bagi warga terdampak. Khusus bantuan sosial harus tepat sasaran dan jangan ada warga miskin tidak kebagian," tandas dia.
Di media sosial, masyarakat memberikan tanggapan beragam terkait rencana penerapan PSBB yang diusulkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu.
Tak sedikit masyarakat yang menyatakan tidak setuju PSBB diterapkan di Kabupaten Majalengka. Beragam alasan yang mereka sampaikan terkait ketidaksetujuan tersebut.
Salah satunya, masyarakat khawatir aktivitas usaha mereka terganggu setelah PSBB diberlakukan. Sedangkan masyarakat yang setuju PSBB asalkan pemerintah menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
Menggapi polemik tersebut, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Pepep Saeful Hidayat menilai, munculnya pro dan kontra dalam menyikapi suatu kebijakan adalah hal lumrah.
"Kalau menurut saya, wajar jika ada warga Majalengka yang tidak setuju dengan rencana penerapan PSBB. Mungkin karena kurangnya pemahaman atau sosialisasi dari pemerintah daerah," kata politisi PPP asal Kabupaten Majalengka ini di Majalenga, Jumat (1/5/2020).
Pepep mengemukakan, penerapan PSBB di suatu daerah bersifat lentur, tidak sama pemberlakuannya di tiap daerah. Artinya, ada PSBB yang diterapkan secara maksimal dan parsial.
"Di Bodebek dan Bandung Raya yang sudah dilaksanakan PSBB, kami perhatikan tidak semua kecamatan berlaku maksimal. PSBB maksimal dilakukan bagi kecamatan yang terdapat pasien positif COVID-19," ujar legislator dengan daerah pemilihan (dapil) Subang, Majalengka, dan Sumedang itu.
"Sedangkan kecamatan lain, PSBB masih bersifat longgar alias tidak seketat di kecamatan zona merah. Seperti halnya di Kabupaten Bandung dan Sumedang, para petani di kecamatan yang tidak masuk zona merah, masih dapat melaksanakan aktivitas," lanjut sekretaris DPW PPP Provinsi Jawa Barat itu.
Pepep berharap masyarakat tidak panik menanggapi rencana penerapan PSBB. Di sisi lain, pemerintah juga harus lebih intens dalam menyosialisasikan rencana tersebut. "Jadi, para pemangku kebijakan harus secara aktif dan massif memberikan pemahaman," tutur dia.
Pepep tidak menampik jika pemberlakuan PSBB di suatu daerah akan berdampak sistemik bagi tatanan kehidupan bermasyarakat. Dampak itu merata, baik sosial, budaya, ekonomi, pendapatan masyarakat, dan sebagainya.
"Ya benar efeknya luar biasa PSBB ini. Tetapi ini demi kebaikan bersama dan sifatnya sementara. Tujuan utamanya untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, hingga akhirnya pandemi ini bisa berakhir," ungkap Pepep.
Menurut Pepep, ketika suatu daerah menerapkan PSBB, pemerintah setempat harus bertanggung jawab penuh. Jangan sampai ada masyarakat yang terdampak, ekonominya semakin terpuruk.
"Jangan sampai ada warga yang kelaparan. Di sini pemerintah perlu siap siaga dalam pengamanan jaringan sosial bagi warga terdampak. Khusus bantuan sosial harus tepat sasaran dan jangan ada warga miskin tidak kebagian," tandas dia.
(awd)