Bertemu Haedar Nashir, Dubes Jepang Masaki Yasushi Jajaki Kerja Sama Pendidikan

Rabu, 26 Juni 2024 - 14:58 WIB
loading...
Bertemu Haedar Nashir,...
Duta besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi diterima oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat berkunjung ke kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, Rabu (26/6/2024). Foto/Kuntadi
A A A
YOGYAKARTA - Duta besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi mengunjungi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, Rabu (26/6/2024). Masaki menawarkan kerja sama dalam bidang pendidikan dan minta pandangan Muhammadiyah terkait kondisi umat Islam di dunia.

Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Masaki ke luar Jakarta. Kunjungan ini merupakan bagian dari silaturahmi yang telah dibangun antara negara Jepang dengan Indonesia.

Masaki diterima oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan beberapa pengurus yang lain. “Selama ini hubungan antara Pemerintah Jepang dan Indonesia, khususnya dengan Muhammadiyah sudah sangat baik,” katanya.



Dalam pertemuan ini, Masaki juga menawarkan kerja sama dalam bidang budaya. Mereka menawarkan kunjungan Pemuda Muhammadiyah untuk belajar budaya dan perkembangan Jepang.

“Semoga ke depan ada peningkatan kerja sama dalam bidang pendidikan antara Pemerintah Jepang dengan Muhammadiyah,” katanya.

Yasushi mengaku negaranya sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di Palestina maupun Timur Tengah. Mereka minta pandangan Muhammadiyah dalam melihat perkembangan Islam di dunia dan Indonesia.

“Kami juga ingin belajar bagaimana moderasi Islam dalam menghadapai kecenderungan radikal dan ekstrimisme dalam beragama. Karena sebagian masyarakat Jepang masih bertanda tanya soal radikal dan ektrimisme dalam beragama,” tuturnya.



Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, adanya umat muslim yang ekstrem dan terlibat terorisme hanyalah bagian kecil. Sejatinya bentuk ekstrem dan radikal tidak hanya dalam beragama, namun juga dalam berbagai aspek kehidupan.

“Bentuk-bentuk ekstrem lainnya sering dipicu oleh konstelasi politik global yang tidak positif. Salah satunya disebabkan oleh agresi dan kebrutalan Israel yang terus-menerus terjadi di Palestina, sehingga memicu pandangan yang bersifat reaktif terhadap tindakan seperti itu,” jelas Haedar.

Sebagian masalah ini juga menyangkut agama. Padahal dalam kasus Palestina dan Israel bukan soal agama, melainkan soal kemerdekaan. Selain itu, juga Islamophobia yang berlebihan di barat, seperti halnya senator atau tokoh yang membakar Alquran yang kemudian menimbulkan reaksi keras.

“Reaksi keras itu bukan ektrimisme, tetapi bentuk sikap untuk menjaga agama, dan keberagamaan dalam ekstrem. Di sinilah persoalan ekstrimisme, radikalisme, terorisme bukan merupakan persoalan yang sederhana,” tegas Haedar.

Secara umum, umat Islam di Indonesia sejatinya Islam yang moderat. Muhammadiyah terus berupaya meningkatkan moderasi beragama pada hal-hal yang subtantif.

“Silakan mengunjungi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang berada di daerah, khususnya di Indonesia Timur. Bagaimana Muhammadiyah menjadi role model dalam moderasi beragama dan juga dalam membangun masyarakat dalam kemajemukan,” katanya.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3969 seconds (0.1#10.140)