Prasasti Talan, Peninggalan Raja Kediri Tentang Pembebasan Pajak Dua Desa
loading...
A
A
A
Prasasti Talan menjadi salah satu prasasti yang dikeluarkan Prabu Jayabaya, Raja Kediri. Prasasti Talan memuat keterangan bahwa penduduk Desa Talan, yang termasuk wilayah Panumbangan (thani watek panumbangan), menghadap raja.
Mereka memperlihatkan prasasti di atas daun lontar, dengan cap kerajaan garudamukha yang telah mereka terima dari Bhațara Guru pada tahun 961 Saka atau 27 Februari 1040 M. Prasasti itu menetapkan Desa Talan sebagai sima yang bebas dari kewajiban membayar pajak.
Mereka itu memohon agar prasasti itu dipindahkan ke atas batu, dan ditambahi anugerah raja Jayabaya sendiri. Karena penduduk Desa Talan itu telah memperlihatkan kesetiaannya yang amat sangat terhadap raja, dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia : Zaman Kuno".
Permohonan itu dikabulkan, dan dipindahkanlah prasasti itu ke atas batu dengan cap kerajaan Narasingha, dan raja Jayabaya menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Sayang tidak dijelaskan di dalam prasasti itu apa jasa-jasa rakyat Desa Talan itu terhadap Bhatara Guru, yaitu Airlangga, dan terhadap raja Jayabaya.
Raja berikut Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarwweswara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwäryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewanama. Dua prasastinya yaitu prasasti Padlegan II tahun 1081 Saka, atau 23 September 1159 M.
Kemudian prasasti Kahyunan tahun 1082 Saka (23 Februari 1161 M), hingga kini belum diterbitkan.Berbeda dengan Jayabaya yang mungkin memerintah sampai lebih dari 20 tahun, Sarwweswara rupa-rupanya hanya memerintah sekitar 10 tahun.
Karena pada tahun 1169 M telah muncul nama raja yang lain, yaitu Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusudanawatararijaya Mukha niwaryya Parakramotunggadewanama.
Konon ada dua prasasti yang dikenal Sakalabhuwana [tuşțikaraṇa] dari raja ini, yaitu prasasti dari Desa Měleri, Kabupaten Blitar, tahun 1091 Saka 3 September 1169 M, dan prasasti Angin tahun 1093 Saka atau 13 Maret 1171 M.
Tetapi sayang keduanya belum diterbitkan. Cap kerajaannya berupa lukisan Ganesa. Raja kemudian muncul dalam prasasti ialah Sri Maharaja Sri Kroncaryyadipa Handabhuwanamalaka Parakramanindita Digjayotungga, tahun 1103 Saka (19 November 1181 M).
Prasasti ini memuat keterangan i Gandra. Satu-satunya prasasti dari raja ini adalah prasasti Jaring tentang penduduk Desa Jaring sewilayahnya tua dan muda yang telah menghadap raja dengan perantaraan senapati sarwwajala atau sama dengan panglima angkatan laut.
Di sana dijelaskan, mereka para warga telah mendapat anugerah dari raja yang terdahulu, tetapi ternyata sampai saat itu belum dapat dinikmati sepenuhnya. Oleh karena mereka telah memperlihatkan kesetiaannya terhadap raja.
Salah satunnya mempertaruhkan jiwa raganya memerangi musuh raja, permohonan itu dikabulkan. Diperintahkanlah oleh raja untuk dibuat prasasti di atas batu yang memuat ketentuan-ketentuan pembebasan Desa Jaring sewilayahnya.
Kemudian kewajiban membayar pelbagai macam pajak seperti yang diamanatkan oleh raja terdahulu, kemudian ditambah dengan anugerah dari raja Kroncaryyadipa sendiri.
Mereka memperlihatkan prasasti di atas daun lontar, dengan cap kerajaan garudamukha yang telah mereka terima dari Bhațara Guru pada tahun 961 Saka atau 27 Februari 1040 M. Prasasti itu menetapkan Desa Talan sebagai sima yang bebas dari kewajiban membayar pajak.
Mereka itu memohon agar prasasti itu dipindahkan ke atas batu, dan ditambahi anugerah raja Jayabaya sendiri. Karena penduduk Desa Talan itu telah memperlihatkan kesetiaannya yang amat sangat terhadap raja, dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia : Zaman Kuno".
Permohonan itu dikabulkan, dan dipindahkanlah prasasti itu ke atas batu dengan cap kerajaan Narasingha, dan raja Jayabaya menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Sayang tidak dijelaskan di dalam prasasti itu apa jasa-jasa rakyat Desa Talan itu terhadap Bhatara Guru, yaitu Airlangga, dan terhadap raja Jayabaya.
Raja berikut Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarwweswara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwäryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewanama. Dua prasastinya yaitu prasasti Padlegan II tahun 1081 Saka, atau 23 September 1159 M.
Kemudian prasasti Kahyunan tahun 1082 Saka (23 Februari 1161 M), hingga kini belum diterbitkan.Berbeda dengan Jayabaya yang mungkin memerintah sampai lebih dari 20 tahun, Sarwweswara rupa-rupanya hanya memerintah sekitar 10 tahun.
Karena pada tahun 1169 M telah muncul nama raja yang lain, yaitu Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusudanawatararijaya Mukha niwaryya Parakramotunggadewanama.
Konon ada dua prasasti yang dikenal Sakalabhuwana [tuşțikaraṇa] dari raja ini, yaitu prasasti dari Desa Měleri, Kabupaten Blitar, tahun 1091 Saka 3 September 1169 M, dan prasasti Angin tahun 1093 Saka atau 13 Maret 1171 M.
Tetapi sayang keduanya belum diterbitkan. Cap kerajaannya berupa lukisan Ganesa. Raja kemudian muncul dalam prasasti ialah Sri Maharaja Sri Kroncaryyadipa Handabhuwanamalaka Parakramanindita Digjayotungga, tahun 1103 Saka (19 November 1181 M).
Prasasti ini memuat keterangan i Gandra. Satu-satunya prasasti dari raja ini adalah prasasti Jaring tentang penduduk Desa Jaring sewilayahnya tua dan muda yang telah menghadap raja dengan perantaraan senapati sarwwajala atau sama dengan panglima angkatan laut.
Di sana dijelaskan, mereka para warga telah mendapat anugerah dari raja yang terdahulu, tetapi ternyata sampai saat itu belum dapat dinikmati sepenuhnya. Oleh karena mereka telah memperlihatkan kesetiaannya terhadap raja.
Salah satunnya mempertaruhkan jiwa raganya memerangi musuh raja, permohonan itu dikabulkan. Diperintahkanlah oleh raja untuk dibuat prasasti di atas batu yang memuat ketentuan-ketentuan pembebasan Desa Jaring sewilayahnya.
Kemudian kewajiban membayar pelbagai macam pajak seperti yang diamanatkan oleh raja terdahulu, kemudian ditambah dengan anugerah dari raja Kroncaryyadipa sendiri.
(ams)