Kritik Kenaikan UKT, Eksekutif Mahasiswa UB Kirim Kado Istimewa ke Mendikbud Nadiem

Jum'at, 24 Mei 2024 - 19:45 WIB
loading...
Kritik Kenaikan UKT,...
Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) mengirimkan kado istimewa ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Foto/Avirista Midaada
A A A
MALANG - Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) mengirimkan kado istimewa ke Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Kado itu berisikan kotak paket, berisikan surat terbuka, bola pingpong berwarna biru, dan raket pingpong.

Kado ini sebagai kritik kepada Nadiem atas kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) di bawah Kemendikbudristekdikti. Kotak kado ini dikirim ke Mendikbudristek Nadiem Makarim, setelah berlangsungnya demonstrasi kepada Rektorat Universitas Brawijaya tentang kenaikan UKT.

Dalam kotak itu juga berisikan surat terbuka yang berjudul Surat Terbuka Kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, tentang Komersialisasi Pendidikan Tinggi dan Mencegah Gimmick Politik Pingpong.



Presiden Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya Satria Naufal mengatakan, pengiriman surat terbuka dan raket pingpong dimaknai sebagai bentuk sarkasme, yang melabelkan pemerintah dan kampus sedang melakukan politik pingpong dalam kondisi “mempingpong” nasib anak bangsa dengan saling menyalahkan satu sama lain.

“Kami dari EM UB 2024 juga mengeluarkan video animasi yang berjudul Politik Pingpong. Animasi itu berisikan Menteri Nadiem Makarim, yang sedang bermain olahraga pingpong bersama pihak Universitas Brawijaya, dan juga terdapat animasi Tjitjik Sri sebagai Sekdir Dikti yang mengatakan Kuliah adalah Kebutuhan Tersier,” ucap Satria Naufal, Jumat (25/5/2024).

Permasalahan UKT ini, kata Satria, menjadi rumit ketika terjadi lempar tanggung jawab antarpihak. Bahkan dirinya menuding antara Kemendikbudristek dan pihak rektorat, serta kampus-kampus saling lempar, dan cenderung menerapkan bahasa politik pingpong.

"Karena berulang kali kita diminta menuntut Kemendikbudristek ketika pada rektorat, dan respons Kemendikbudristek juga yang selalu memberikan pernyataan bahwa ini salah kampus. Sehingga, kami menyimbolkan ini adalah politik pingpong," ujarnya.



“Seharusnya Pemerintah (Kemendikbudristek RI) dan Kampus (UB) sama-sama memiliki political will dalam menyelesaikan masalah ini. Belum lagi bantuan keuangan yang waktu terbatas, dan yang diberikan bantuan sangat terbatas dibanding yang mengajukan," lanjutnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2059 seconds (0.1#10.140)