Asal Usul Ibu Kota Kerajaan Majapahit dari Hutan Tarik ke Trowulan
loading...
A
A
A
DALAM kitab Pararaton dan Nagarakretagama berdirinya kerajaan Majapahit diawali dengan pembukaan hutan Tarik oleh Raden Wijaya pada 1293 Masehi. Alas atau hutan Tarik berada di Delta Sungai Brantas, dari data toponim diperkirakan berada Dusun Medowo, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Dikisahkan , hutan Tarik yang banyak ditumbuhi pohon maja kemudian berkembang menjadi perkampungan yang dihuni oleh orang Madura dan orang Tumapel. Dari hutan Tarik ini cikal bakal kerajaan Majapahit dimulai.
Dalam buku "Majapahit, Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota", editor Prof Dr Inajati Adrisijanti yang diterbitkan Kepel Press, 2014, daerah tersebut menjadi tempat yang subur, dengan tanaman-tanaman seperti bunga pucung, pinang, kelapa, pisang, serta persawahan.
Namun, nama Trowulan juga diyakini sebagai lokasi Ibu Kota Majapahit. Dalam memoar Prof Dr Ayatrohaedi atau yang akrab disapa Mang Ayat, guru besar widyapurba dan widyabasa FS-FIB Ul, sosok yang menentukan Trowulan sebagai ibu kota Majapahit adalah Mpu Prapanca.
Dalam kitab Nagarakretagama, Mpu Prapanca melakukan penelitian sejarah modern. Dia mengunjungi sejumlah tempat suci, mewawancarai pendeta, dan meminjam prasasti. "Kemudian bermulalah malapetaka itu, berupa penobatan Trowulan sebagai ibu kota Majapahit," tulis Ayatrohaedi dalam memoarnya, halaman 333.
Dia menambahkan, kitab Prapanca itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, pada 1917. Tahun 1920, Ir Mclaince-Pont, melakukan kunjungan kerja ke daerah Mojokerto dan sampai ke Trowulan.
Di Trowulan dia menemukan sejumlah bangunan yang tidak lagi digunakan. Ada yang berbentuk gapura, candi, dan bangunan lain yang masih tampak utuh, namun sebenarnya sudah bagian dari reruntuhan. Bangunan itu dirasa mirip dengan keadaan ibu kota Majapahit yang dipaparkan pada terjemahan Nagarakretagama.
“Maka, tanpa melakukan widyapurba karena dia bukan merupakan widyapurbaman, dengan yakin mengatakan bahwa itulah ibu kota Majapahit. Artinya, sejak 1920, Kota Trowulan itu dinobatkan sebagai ibu kota Majapahit,” jelasnya.
Dalam sumber lainnya disebutkan, nama Trowulan sudah dikenal sejak awal abad ke-16. Wardenaar, pada 1815, telah menyebutnya sebagai ibu kota Majapahit. Tanpa ragu, dia juga menyebut Trowulan peninggalan Majapahit.
Saat ini, Trowulan dijadikan nama desa sekaligus kecamatan. Kecamatan Trowulan terdiri dari 16 desa dan hanya 6 desa yang ada peninggalan Majapahit, yakni Bejijong, Jati Pasar, Sentono Rejo, Wates Umpak, Temon, dan Trowulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumohartono di situs Medowo menghasilkan temuan berupa fragmen tembikar, bata, keramik asing, bandul jala, mata uang, alat logam, alat batu, dan tulang yang tersebar di area yang cukup luas. Data-data tersebut mengindikasikan bahwa situs Medowo pernah berfungsi sebagai lokasi pusat suatu kegiatan pada periode Indonesia kuno yang sezaman dengan fase Majapahit.
Menurut Wibowo (1980), ada dua kemungkinan tentang perpindahan pusat Majapahit dari Medowo ke Trowulan. Kemungkinan pertama adalah luas alas Tarik yang diminta oleh Raden Wijaya dari Jayakatwang untuk dibuka menjadi pemukiman baru meliputi daerah Tarik di tepi Sungai Brantas terus ke arah selatan dan barat daya hingga daerah Trowulan sekarang.
Kemungkinan kedua, pemukiman baru Raden Wijaya dalam perkembangan selanjutnya meluas hingga mencapai puncak jayanya di Trowulan. Namun, belum terungkap alasan perpindahan pusat atau cikal bakal kerajaan Majapahit dari hutan Tarik ke Trowulan, dan kapan peristiwa perpindahan itu terjadi.
Dikisahkan , hutan Tarik yang banyak ditumbuhi pohon maja kemudian berkembang menjadi perkampungan yang dihuni oleh orang Madura dan orang Tumapel. Dari hutan Tarik ini cikal bakal kerajaan Majapahit dimulai.
Dalam buku "Majapahit, Batas Kota dan Jejak Kejayaan di Luar Kota", editor Prof Dr Inajati Adrisijanti yang diterbitkan Kepel Press, 2014, daerah tersebut menjadi tempat yang subur, dengan tanaman-tanaman seperti bunga pucung, pinang, kelapa, pisang, serta persawahan.
Namun, nama Trowulan juga diyakini sebagai lokasi Ibu Kota Majapahit. Dalam memoar Prof Dr Ayatrohaedi atau yang akrab disapa Mang Ayat, guru besar widyapurba dan widyabasa FS-FIB Ul, sosok yang menentukan Trowulan sebagai ibu kota Majapahit adalah Mpu Prapanca.
Dalam kitab Nagarakretagama, Mpu Prapanca melakukan penelitian sejarah modern. Dia mengunjungi sejumlah tempat suci, mewawancarai pendeta, dan meminjam prasasti. "Kemudian bermulalah malapetaka itu, berupa penobatan Trowulan sebagai ibu kota Majapahit," tulis Ayatrohaedi dalam memoarnya, halaman 333.
Dia menambahkan, kitab Prapanca itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, pada 1917. Tahun 1920, Ir Mclaince-Pont, melakukan kunjungan kerja ke daerah Mojokerto dan sampai ke Trowulan.
Di Trowulan dia menemukan sejumlah bangunan yang tidak lagi digunakan. Ada yang berbentuk gapura, candi, dan bangunan lain yang masih tampak utuh, namun sebenarnya sudah bagian dari reruntuhan. Bangunan itu dirasa mirip dengan keadaan ibu kota Majapahit yang dipaparkan pada terjemahan Nagarakretagama.
“Maka, tanpa melakukan widyapurba karena dia bukan merupakan widyapurbaman, dengan yakin mengatakan bahwa itulah ibu kota Majapahit. Artinya, sejak 1920, Kota Trowulan itu dinobatkan sebagai ibu kota Majapahit,” jelasnya.
Dalam sumber lainnya disebutkan, nama Trowulan sudah dikenal sejak awal abad ke-16. Wardenaar, pada 1815, telah menyebutnya sebagai ibu kota Majapahit. Tanpa ragu, dia juga menyebut Trowulan peninggalan Majapahit.
Saat ini, Trowulan dijadikan nama desa sekaligus kecamatan. Kecamatan Trowulan terdiri dari 16 desa dan hanya 6 desa yang ada peninggalan Majapahit, yakni Bejijong, Jati Pasar, Sentono Rejo, Wates Umpak, Temon, dan Trowulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumohartono di situs Medowo menghasilkan temuan berupa fragmen tembikar, bata, keramik asing, bandul jala, mata uang, alat logam, alat batu, dan tulang yang tersebar di area yang cukup luas. Data-data tersebut mengindikasikan bahwa situs Medowo pernah berfungsi sebagai lokasi pusat suatu kegiatan pada periode Indonesia kuno yang sezaman dengan fase Majapahit.
Menurut Wibowo (1980), ada dua kemungkinan tentang perpindahan pusat Majapahit dari Medowo ke Trowulan. Kemungkinan pertama adalah luas alas Tarik yang diminta oleh Raden Wijaya dari Jayakatwang untuk dibuka menjadi pemukiman baru meliputi daerah Tarik di tepi Sungai Brantas terus ke arah selatan dan barat daya hingga daerah Trowulan sekarang.
Kemungkinan kedua, pemukiman baru Raden Wijaya dalam perkembangan selanjutnya meluas hingga mencapai puncak jayanya di Trowulan. Namun, belum terungkap alasan perpindahan pusat atau cikal bakal kerajaan Majapahit dari hutan Tarik ke Trowulan, dan kapan peristiwa perpindahan itu terjadi.
(wib)