Penambangan Galian C Ilegal Resahkan Warga Labuan Bajo

Sabtu, 10 November 2018 - 20:30 WIB
Penambangan Galian C Ilegal Resahkan Warga Labuan Bajo
Penambangan Galian C Ilegal Resahkan Warga Labuan Bajo
A A A
LABUAN BAJO - Warga Desa Pantar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku resah dengan aktivitas penambangan galian C yang disinyalir tak berizin di wilayahnya. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT turun langsung mengecek ke lapangan.

Menurut warga Desa Pantar, Yanto, PT. Wijaya Graha Prima selaku pemilik penambangan galian C belum pernah melakukan sosialisasi mengenai aktivitasnya. Padahal, penambangan yang dilakukan merusak bantaran Sungai Wae Dongkong, Desa Pantar, Kecamatan Komodo.

"Bantaran Kali Wae Dongkong ini wajahnya semakin buruk akibat alat keruk jenis ekskavator. Belum lagi dilalui kendaraan berat," katanya, Sabtu (10/11/2018).

Selain mengekploitasi batuan Sungai Wae Dongkong, PT. Wijaya Graha Prima juga mengoprasikan Pabrik Asphalt Mixing Plant (AMP) di sekitar sungai tersebut. "Ada juga pabrik aspal. Kami tidak tahu dampak yang akan terjadi nanti, tapi alat besar di sana tentu mengeluarkan asap yang akan mencemari udara sekitar," ujarnya.

Dari pengamatan wartawan di lokasi penambangan galian C, tampak 2 unit ekskavator terparkir di Sungai Wae Dongkong. Sejumlah kendaraan besar dan alat berat juga diparkir di lokasi pabrik AMP milik PT. Wijaya Graha Prima.

Selain PT. Wijaya Graha Prima, ada pula UD Gunung Sari juga melakukan aktivitas usaha di Kampung Kaper, Labuan Bajo, Manggarai Barat. Perusahaan ini mendirikan batching plant yang belum mengantongi izin lingkungan dari Pemkab Manggarai Barat.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai Barat Agustinus Rinus mengatakan, pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi lingkungan hidup kepada PT. Wijaya Graha Prima di Desa Pantar dan UD Gunung Sari.

"Hingga hari ini PT tersebut belum memiliki dokumen Lingkungan Hidup. Kami akan menurunkan tim untuk melakukan pengawasan," kata Agustinus.

Agustinus mengatakan setiap kegiatan penambangan wajib mengajukan izin. Ini sesuai dengan ketentuan UU Lingkungan Hidup Nomor 32/2009. Apabila nanti ditemukan ada pelanggaran, pihaknya akan berkordinasi dengan Sat Pol PP untuk menindak tegas kegiatan PT. Wijaya Graha Prima dan UD Gunung Sari.

Hal senada ditegaskan Kadis Pertambangan Provinsi NTT Boni Marasin. Pihaknya akan menghentikan kegiatan jika ternyata PT. Wijaya Graha Prima dan UD Gunung Sari belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan.

Saat ini Pemprov NTT sedang menerapkan moratorium pertambangan di seluruh wilayahnya. Jika ada pihak yang masih melakukan aktivitas pertambangan, maka pihaknya akan menindak tegas sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.

"Penegasan saya, Kalau tidak ada izin, kita hentikan kegiatannya supaya tidak beroperasi," ujar Boni.

Sementara itu, pemilik PT. Wijaya Graha Prima Fredi Wijaya ketika dikonfirmasi mengatakan dirinya masih menjalani pemeriksaan kesehatan di luar kota. "Saya lagi chek-up di Jakarta Pak. Saya akan hubungi nanti," kata Fredinya.

Sementara pemilik UD Gunung Sari, Herry Sutrisno atau Herry Piao membantah usahanya tak berizin. Namun ketika ditanya apakah aktivitas batching plant-nya itu telah mengatongi IUP dan IUP OP Khusus? Herry malah meminta menanyakan hal itu ke kontraktor pelaksana proyek Marina milik ASDP Kementerian Perhubungan. "Tanah ini siapa saja yang mau ambil saya kasih," kata Herry melalui pesan singkatnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8140 seconds (0.1#10.140)