Kisah Renovasi Masjid Eks Pasukan Diponegoro Temukan Bekas Peninggalan Kerajaan Singasari

Rabu, 20 Maret 2024 - 08:47 WIB
loading...
Kisah Renovasi Masjid Eks Pasukan Diponegoro Temukan Bekas Peninggalan Kerajaan Singasari
Masjid Bungkuk yang kini menjadi Masjid At-Thohiriyah menjadi di Malang yang dibangun oleh eks pasukan Pangeran Diponegoro, saat Perang Jawa bernama Hamimuddin. Foto/MPI/Avirista Midaada
A A A
MALANG - Masjid Bungkuk yang kini menjadi Masjid At-Thohiriyah menjadi masjid tertua di Malang, Jawa Timur yang dibangun oleh eks pasukan Pangeran Diponegoro, saat Perang Jawa bernama Hamimuddin.

Sosok Hamimuddin sendiri dipercaya masyarakat sekitar Malang raya sebagai penyebar agama Islam dan disematkan istilah kiai atau tokoh agama.



KH Moensif Nachrawi generasi keempat Kiai Hamimuddin menyatakan, Masjid Bungkuk dibangun di awal abad 18 oleh Kiai Hamimuddin, yang juga merupakan leluhurnya.

Sosoknya merupakan bekas pasukan laskar Pangeran Diponegoro, yang melarikan diri usai kalah perang di Perang Jawa. Hamimuddin kemudian menuju daerah Malang tepatnya di Singosari, yang dulunya masih hutan belantara pasca lenyapnya Kerajaan Singasari.

"Di sini masih banyak pemeluk agama Hindu. Kemudian beliau mengajarkan salat, ngajar mengaji di gubug kecil, tapi lama kelamaan banyak orang yang tertarik belajar islam," ucap KH Moensif Nachrawi, pada Rabu (20/3/2024).

Pada akhirnya lambat laun Kiai Hamimuddin mulai merintis pondok pesantren (Ponpes) yang menjadi cikal bakal Ponpes Miftahul Falah, Singosari. Perjuangan Kiai Hamimuddin dalam menyebarkan agama Islam ini dibantu oleh KH Thohir, yang merupakan menantu Kiai Hamimuddin.



Sosoknya merupakan keturunan dari Ponpes Canggaan di Bangil, Pasuruan.

"Dari masjid yang (renovasi) kedua tadi rupanya nggak bisa nampung lagi, jamaahnya makin lama makin besar. Karena jamaah salat Jumat saja nggak nampung sampai ke rumah warga ada di aula. Untuk urusan ibadah nggak ideal sehingga terpikir bagaimanapun harus dipugar, itu sekitar 16 tahun lalu," ungkap dia.



Akhirnya masjid tertua itu pun diputuskan direnovasi dengan penambahan atap di lantai dua untuk menampung jamaah. Konstruksi pun didesain sedemikian rupa dengan menggunakan 41 pondasi.

Satu pondasi untuk menara ditanam sedalam tiga meter, sedangkan lainnya ditanam sedalam sekitar dua meter.

"Ketika diumumkan dan orang-orang mendengar masjid bungkuk ini mau dibangun orang berdatangan subuh dengan bawa linggis, bawa pacul, bawa apa saja yang dia punya, bukan orang jamaah sini, tahu betul saya bukan orang sini," ucapnya.

"Ternyata dengar orang datang dari mana-mana untuk ikut beramal ikut macul - macul bikin pondasi memang sudah ditetapkan 41 lubang dikasih kayu. Jadi orang sudah milih lubang sendiri-sendiri," sambungnya.

Menariknya ketika proses penggalian pondasi itu kata Moensif, beberapa warga menemukan struktur batu bata sekitar ketinggian tiga meter dengan lebar 10 cm.

Diduga struktur batu bata itu merupakan peninggalan Kerajaan Singosari. Memang secara lokasi, kata Moensif, kawasan Masjid Bungkuk ini bekas ibu kota Tumapel yang sudah hancur ratusan tahun lalu.

"Jadi tiap bata dibongkar pakai kuas hancur lagi, dibongkar utuh lagi, dibongkar hancur lagi. Kenapa ini sisa-sisa Kerajaan Singosari yang saya bilang tadi Kerajaan Singosari dibangun di abad 12 dan punah di abad 13, artinya usianya sudah 700 - 800 tahun ya maklum sudah aus," jelasnya.

Tak sedikit pula dalam pembangunan masjid itu ditemukan beberapa artefak bebatuan yang diduga identik peninggalan Kerajaan Singosari, salah satunya batu gilang.

Batu ini disebut dibuat untuk candi agar mempercantik bangunan candi.

Pada proses pembangunannya juga, empat tiang yang menjadi cikal bakal berdirinya masjid peninggalan sejak Kiai Hamimuddin juga dipertahankan. Tiang ini dibuat semi permanen dengan ditutup kayu jati untuk memperkokoh struktur asli masjid.

"Terus yang penyangga genteng ada empat kayu dengan kayu setebal 20 sentimeter kali 12 sentimeter, jumlahnya empat. Itu renovasi tahun 60-an. Cuma ini (bangunan lama peninggalan Kiai Hamimuddin) sama sekali tidak ada hubungannya, ini sudah konstruksi modern, tidak perlu kayu, tapi itu yang disisakan dari peninggalannya masjid kyai Hamimuddin," paparnya.

Nama At-Thohiriyah sendiri diabadikan dari nama KH. Thohir, yang merintis renovasi pertama masjid di kawasan Jalan Bungkuk RT 4 RW 4 Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7610 seconds (0.1#10.140)