Geger! Kepala Bayi Tertinggal di Rahim, Ini Kata Dinkes Bangkalan
loading...
A
A
A
BANGKALAN - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bangkalan , Jawa Timur, membantah adanya dugaan malapraktik dalam kasus meninggalnya bayi dari Mukarromah (25) dengan kondisi kepala tertinggal di rahim.
Kepala Dinkes Bangkalan, Nur Chotibah, menjelaskan bahwa hasil audit menunjukkan bayi tersebut telah meninggal dalam kandungan selama 2 minggu.
"Hasil audit tim yakni IUFD (Intrauterine Fetal Death) atau bayi meninggal dalam kandungan kurang lebih 2 minggu. Umur kehamilan 45 minggu, lewat sekitar 4-5 minggu dari HPL (Hari Perkiraan Lahir)," terang Chotibah pada Selasa (12/3/2024).
Chotibah menjelaskan saat Mukarromah datang ke Puskesmas Kedungdung, tensi darahnya tinggi mencapai 180. Hal ini menyebabkan bayi dalam kandungan mengalami keracunan dari tubuh sang ibu.
"Berat bayi 1 kilogram dan mengalami keracunan karena tensi ibunya tinggi sehingga hal itu yang menghambat perkembangan bayi," imbuhnya.
Chotibah menambahkan, tim IUFD (Intrauterine Fetal Death) juga melakukan audit dan hasilnya menyatakan bayi meninggal sekitar 7 hingga 10 hari sebelum Mukarromah tiba di Puskesmas Kedungdung pada tanggal 5 Maret.
"Kondisi bayi meninggal didalam kandungan kurang lebih 10 hari," jelasnya.
Lebih lanjut, Chotibah menjelaskan bahwa petugas Puskesmas Kedungdung sudah berusaha merujuk Mukarromah ke rumah sakit di Bangkalan. Namun, sebelum dirujuk, Mukarromah mengalami pembukaan dan bayi yang dalam kondisi sungsang itu keluar melalui jalan lahir.
"Bagian bokong bayi itu keluar sehingga petugas melakukan pertolongan pada pasien dan sebelum itu juga sudah disampaikan bahwa bayi sudah tidak ada detak jantung," tambahnya.
Kondisi bayi yang sudah mengalami maserasi atau melepuh membuat tubuh bayi lemah dan akibatnya bayi yang sungsang itu bagian kepalanya terputus dan tertinggal di dalam rahim.
"Tubuh bayi juga mulai melepuh atau maserasi sehingga hal itu mengakibatkan kepala bayi tertinggal di dalam rahim," pungkasnya.
Sebelumnya, suami Mukarromah melaporkan dugaan malapraktik ke polisi karena merasa tidak puas dengan pelayanan di Puskesmas Kedungdung.
Kepala Dinkes Bangkalan, Nur Chotibah, menjelaskan bahwa hasil audit menunjukkan bayi tersebut telah meninggal dalam kandungan selama 2 minggu.
"Hasil audit tim yakni IUFD (Intrauterine Fetal Death) atau bayi meninggal dalam kandungan kurang lebih 2 minggu. Umur kehamilan 45 minggu, lewat sekitar 4-5 minggu dari HPL (Hari Perkiraan Lahir)," terang Chotibah pada Selasa (12/3/2024).
Chotibah menjelaskan saat Mukarromah datang ke Puskesmas Kedungdung, tensi darahnya tinggi mencapai 180. Hal ini menyebabkan bayi dalam kandungan mengalami keracunan dari tubuh sang ibu.
"Berat bayi 1 kilogram dan mengalami keracunan karena tensi ibunya tinggi sehingga hal itu yang menghambat perkembangan bayi," imbuhnya.
Chotibah menambahkan, tim IUFD (Intrauterine Fetal Death) juga melakukan audit dan hasilnya menyatakan bayi meninggal sekitar 7 hingga 10 hari sebelum Mukarromah tiba di Puskesmas Kedungdung pada tanggal 5 Maret.
"Kondisi bayi meninggal didalam kandungan kurang lebih 10 hari," jelasnya.
Lebih lanjut, Chotibah menjelaskan bahwa petugas Puskesmas Kedungdung sudah berusaha merujuk Mukarromah ke rumah sakit di Bangkalan. Namun, sebelum dirujuk, Mukarromah mengalami pembukaan dan bayi yang dalam kondisi sungsang itu keluar melalui jalan lahir.
"Bagian bokong bayi itu keluar sehingga petugas melakukan pertolongan pada pasien dan sebelum itu juga sudah disampaikan bahwa bayi sudah tidak ada detak jantung," tambahnya.
Kondisi bayi yang sudah mengalami maserasi atau melepuh membuat tubuh bayi lemah dan akibatnya bayi yang sungsang itu bagian kepalanya terputus dan tertinggal di dalam rahim.
"Tubuh bayi juga mulai melepuh atau maserasi sehingga hal itu mengakibatkan kepala bayi tertinggal di dalam rahim," pungkasnya.
Sebelumnya, suami Mukarromah melaporkan dugaan malapraktik ke polisi karena merasa tidak puas dengan pelayanan di Puskesmas Kedungdung.
(hri)