Masa Kejayaan Mataram Islam, Gajah Jadi Kendaraan Sultan Agung
loading...
A
A
A
Kerajaan Mataram Islam di bawah kekuasaan Sultan Agung benar-benar mencapai puncak kejayaannya. Suasana Ibu kota Kerajaan Mataram digambarkan oleh seorang utusan Belanda di tahun 1622 hingga 1624 Masehi.
Sang utusan ini juga memberikan gambaran singkat bagaimana sosok Sultan Agung, sang raja Mataram ini. Gambaran singkat mengenai Kerajaan Mataram oleh orang - orang Belanda, yaitu mereka melihat betapa subur dan datar tanah Mataram laksana surga dunia.
Di Mataram, terdapat banyak desa dengan jalan-jalan raya yang ramai karena banyak penduduk. Penduduknya beraktivitas ke pasar dengan memikul barang, atau menarik gerobak pedati yang mengangkut padi atau hasil pertanian lainnya.
Gajah juga ada sebagai kendaraan kaum bangsawan. Di kota, sebagai ibu kota kerajaan, tempat raja bertahta, dikutip dari "Babad Tanah Jawi" buku tulisan Soedjipto Abimanyu. Konon penduduk Mataram saat itu sudah sangat banyak untuk ukuran suatu wilayah.
Setiap hari, banyak ternak disembelih untuk makanan penduduk. Hal tersebut menggambarkan betapa makmurnya kehidupan penduduk Mataram.
Apabila gong yang ada di pojok-pojok kota kereta dipukul, maka dalam setengah hari saja, akan berkumpul sekitar 200.000 orang yang bersenjata lengkap datang dari kampung-kampung, yang siap melaksanakan apa saja perintah raja.
Mengenai sifat sang Sultan Mataram ini utusan Belanda bernama Van Surck dan seorang saudagar bernama Balthasar Van Eydhoven yang pergi ke Mataram, untuk mengucapkan selamat kepada Sultan Agung atas pengangkatannya sebagai raja pemangku pemerintahan.
Mereka lantas memiliki kesan bahwa Sultan Agung adalah seorang raja yang tidak dapat dianggap remeh. Seorang raja yang memiliki dewan penasihat yang memerintah dengan keras dan memiliki kekuasaan yang besar.
Pada tahun 1622, utusan Belanda yang lain bernama H. De Haen lebih teliti lagi dalam menggambarkan sosok Sultan Agung. Menurutnya, Sultan Agung adalah seorang raja yang berada pada puncak kehidupannya, berusia sekitar 20-30 tahun.
Berbadan bagus, berkulit lebih hitam dibandingkan rata-rata orang Jawa, berhidung kecil, mulut datar dan agak lebar, kasar dalam berbahasa, berwajah tenang dan bulat. Selain itu, ia juga seorang yang cerdas, bila memandang sekeliling, tatapannya seperti singa.
Dari sisi fisik, sosok Sultan Agung yang menarik adalah cara berpakaiannya. Sultan Agung berbusana tidak berbeda dengan pakaian orang-orang Jawa.
Ia memakai kopiah dan kain linen berwarna putih atau yang sering disebut kuluk, yang sejak masuknya agama Islam dipakai oleh orang-orang yang taat atau yang ingin disebut taat beribadah.
Sultan Agung juga mengenakan kain batik berwarna putih biru yang berasal dari daerahnya sendiri, mengenakan baju dari beludru berwarna hitam yang dihias dengan gambar daun-daun keemasan dalam bentuk bunga tersusun.
la juga mengenakan keris di badan bagian depan, dan ikat pinggang dari emas yang disebut sabuk. Pada jari-jarinya, dikenakan cincin dengan banyak intan berlian. Sultan Agung juga merokok menggunakan pipa yang berlapis perak.
Sang utusan ini juga memberikan gambaran singkat bagaimana sosok Sultan Agung, sang raja Mataram ini. Gambaran singkat mengenai Kerajaan Mataram oleh orang - orang Belanda, yaitu mereka melihat betapa subur dan datar tanah Mataram laksana surga dunia.
Di Mataram, terdapat banyak desa dengan jalan-jalan raya yang ramai karena banyak penduduk. Penduduknya beraktivitas ke pasar dengan memikul barang, atau menarik gerobak pedati yang mengangkut padi atau hasil pertanian lainnya.
Gajah juga ada sebagai kendaraan kaum bangsawan. Di kota, sebagai ibu kota kerajaan, tempat raja bertahta, dikutip dari "Babad Tanah Jawi" buku tulisan Soedjipto Abimanyu. Konon penduduk Mataram saat itu sudah sangat banyak untuk ukuran suatu wilayah.
Setiap hari, banyak ternak disembelih untuk makanan penduduk. Hal tersebut menggambarkan betapa makmurnya kehidupan penduduk Mataram.
Apabila gong yang ada di pojok-pojok kota kereta dipukul, maka dalam setengah hari saja, akan berkumpul sekitar 200.000 orang yang bersenjata lengkap datang dari kampung-kampung, yang siap melaksanakan apa saja perintah raja.
Mengenai sifat sang Sultan Mataram ini utusan Belanda bernama Van Surck dan seorang saudagar bernama Balthasar Van Eydhoven yang pergi ke Mataram, untuk mengucapkan selamat kepada Sultan Agung atas pengangkatannya sebagai raja pemangku pemerintahan.
Mereka lantas memiliki kesan bahwa Sultan Agung adalah seorang raja yang tidak dapat dianggap remeh. Seorang raja yang memiliki dewan penasihat yang memerintah dengan keras dan memiliki kekuasaan yang besar.
Pada tahun 1622, utusan Belanda yang lain bernama H. De Haen lebih teliti lagi dalam menggambarkan sosok Sultan Agung. Menurutnya, Sultan Agung adalah seorang raja yang berada pada puncak kehidupannya, berusia sekitar 20-30 tahun.
Berbadan bagus, berkulit lebih hitam dibandingkan rata-rata orang Jawa, berhidung kecil, mulut datar dan agak lebar, kasar dalam berbahasa, berwajah tenang dan bulat. Selain itu, ia juga seorang yang cerdas, bila memandang sekeliling, tatapannya seperti singa.
Dari sisi fisik, sosok Sultan Agung yang menarik adalah cara berpakaiannya. Sultan Agung berbusana tidak berbeda dengan pakaian orang-orang Jawa.
Ia memakai kopiah dan kain linen berwarna putih atau yang sering disebut kuluk, yang sejak masuknya agama Islam dipakai oleh orang-orang yang taat atau yang ingin disebut taat beribadah.
Sultan Agung juga mengenakan kain batik berwarna putih biru yang berasal dari daerahnya sendiri, mengenakan baju dari beludru berwarna hitam yang dihias dengan gambar daun-daun keemasan dalam bentuk bunga tersusun.
la juga mengenakan keris di badan bagian depan, dan ikat pinggang dari emas yang disebut sabuk. Pada jari-jarinya, dikenakan cincin dengan banyak intan berlian. Sultan Agung juga merokok menggunakan pipa yang berlapis perak.
(ams)