Mahasiswi Asal Indonesia yang Meninggal di Jerman Berencana Menikah Desember

Jum'at, 24 Agustus 2018 - 14:23 WIB
Mahasiswi Asal Indonesia yang Meninggal di Jerman Berencana Menikah Desember
Mahasiswi Asal Indonesia yang Meninggal di Jerman Berencana Menikah Desember
A A A
MALANG - Jenazah Shinta Putri Diana Pertiwi, mahasiswa asal Indonesia yang meninggal di Jerman telah tiba di rumah duka di Malang, Jawa Timur.

Gadis kelahiran November 1993 tersebut, sudah lima tahun ini bermukim di Jerman. Dia belum pernah pulang selama menjalani pendidikan di negeri orang. Rencananya, dia akan pulang di bulan Desember 2018 mendatang untuk menikah.

Calon suaminya, diketahui bernama Dwiki. Asli anak Kota Malang, dan sedang menempuh pendidikan pasca sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pertemuan dua sejoli ini, juga sangat singkat. Yakni, pada bulan puasa Ramadhan yang lalu di Jerman.

Umi menurutkan, Shinta dan Dwiki tanpa sengaja bertemu di Jerman, saat Dwiki dan rombongannya berkunjung ke Jerman, melakukan study untuk mencari sekolah guna menempuh pendidikan doktoral.

"Shinta, yang aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), bertugas menyambut rombongan tersebut. Tanpa disangka bertemu Dwiki, yang juga Arek Malang. Ternyata, Dwiki teman Shinta waktu duduk di SD Negeri Percobaan, di Jalan Magelang," kenangnya.

Pertemuan itu, menumbuhkan cinta di antara mereka. Bahkan, sejoli ini bersepakat akan menempuh pendidikan doktoral di Jerman, setelah menikah di bulan Desember mendatang.

Tetapi, rencana itu dikehendaki lain oleh sang maha pencipta. Jumat (10/8/2018) pagi, sekitar pukul 08.00 WIB, Umi mendapatkan telepon dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jerman, yang mengabarkan Shinta telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia tenggelam di Danau Trebgaster, dekat kampusnya.

"Dia ditemukan dalam kondisi masih mengenakan pakaian renang syariah. Berjarak sekitar 3 km dari lokasi awal dia berenang. Proses pencariannya memakan waktu lebih dari 24 jam, dengan peralatan serba canggih, dan dipimpin wali kota setempat," ungkap Umi.

Sebelum ditemukan meninggal dunia tenggelam di danau. Shinta sempat menelepon Umi, pada Rabu (8/8/2018) siang, pukul 13.00 waktu Jerman, atau sekitar Rabu petang di Indonesia. Dia menelepon menanyakan tentang gempa yang terjadi di Malang.

Umi mengaku, sempat menjelaskan kalau gempa di Malang, tidak terlalu besar. Yang parah terjadi di Lombok, NTB.

Saat itu, Umi tidak bisa berlama-lama berbincang dengan putrinya tersebut lewat telepon, karena akan menjalankan Salat Maghrib. "Sebentar ya nduk, habis salat telpon lagi ya," ujar Umi, kala itu.

Dia tidak pernah menyangka, bahwa itu merupakan komunikasinya yang terakhir kali dengan sang putri kesayangan. Selepas salat, Umi mencoba menghubungi kembali Shinta, ternyata tidak pernah terbalas lagi sampai Kamis (9/8/2018) malam.

Saat tidak bisa menghubungi sang putri, Umi sempat memasang foto putri satu-satunya itu di akun Facebooknya. Dalam foto itu, Umi menuliskan "Bidadari kecilku tetaplah sederhana".

Pada Kamis (9/8/2018) malam, Umi merasakan sakit yang luar biasa di area jantungnya. Padahal, dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Sakit itu dirasakan hingga Jumat (10/8/2018) pagi. Semalaman dia tidak bisa tidur, karena menahan rasa sakit.

Rasa sakit itu, mereda dengan sendirinya di saat Umi berada di tempat kerjanya, dan mendapatkan kabar duka cita dari Jerman. "Shinta...Shinta...Shinta.... Hanya itu yang bisa saya ucapkan saat menerima telpon. Saya seperti tidak percaya," ujarnya.

Sejak kuliah di Jerman, Umi baru sekali menjenguk Shinta. Setahun sebelum berangkat ke Jerman, Shinta yang awalnya sangat manja, langsung banyak berubah menjadi anak mandiri. Selama satu tahun menjelang keberangkatan ke Jerman, Shinta juga memilih tidur bersama sang ibu.

Shinta, si gadis ramah itu memang penghobi renang sejak kecil. Selain itu dia juga sangat senang memainkan berbagai alat musik. "Renang dan main musiknya hanya dijadikannya hobi," ujar Agus Salim, ayah almarhumah.

Selama menempuh pendidikan di Jerman, Shinta tidak berhenti melakoni hobinya itu. Dia sering berenang ke danau-danau dan sungai-sungai di beberapa negara. Pernah ke Italia, Swiss, hingga Polandia, hanya untuk berenang di danau dan sungai.

Alumni SMP Negeri 8 Kota Malang, dan SMA Negeri 7 Kota Malang tersebut, diakui sang ayah memang sangat senang dengan air. Sejak duduk di bangku SMA, dia selalu mengkampanyekan tentang kelestarian air sungai.

Bahkan, tahun 2011 silam, Shinta pernah meraih juara ketiga dalam lomba desain website di Jakarta, yang berisi tentang pelestarian air. "Dapat hadiah banyak, tetapi dia bagikan ke teman-temannya yang tidak mendapatkan juara," ungkap Agus.

Guru di SMA Negeri 1 Kota Malang tersebut, mengaku telah mengikhlaskan puterinya pergi untuk selamanya. "Seperti mimpi pernah memiliki anak bernama Shinta. Lima tahun saya tidak bertemu dengannya. Dia mencintai air, dan kini dia pergi dalam damai bersam air jernih yang diidolakannya selama ini," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4937 seconds (0.1#10.140)