Kisah Mpu Raganata, Penasihat Raja Kertanagara Pemicu Keruntuhan Kerajaan Singasari
loading...
A
A
A
Kertanagara memerintah Kerajaan Singasari dibantu dengan beberapa pejabat istana lainnya. Selama memerintah di Singasari, Kertanagara dibantu tiga pejabat utama setingkat mahamenteri.
Yakni Mahamenteri Hino, Mahamenteri Halu, dan Mahamenteri Sirikan. Selain dibantu tiga mahamenteri Kertanegara juga menyalurkan kepada Tanda Urusan Negara yang terdiri Patih, Demung, dan Kanuruhan.
Satu dari beberapa pembesar kerajaan yang begitu disayangi Kertanegara yakni Mpu Raganata, yang menjabat sebagai mahamenteri.
Konon dari beberapa mahamenteri, satu mahamenteri yang kerap berseberangan dengan Kertanegara, bernama Mpu Raganata.
Meski kerap berseberangan dengan Kertanegara, Mpu Raganata terkenal sebagai seseorang yang bijak dan cakap dalam melaksanakan tugasnya, dikutip dari "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu.
Mpu Raganata selalu memberikan nasehat - nasehat dan beragam saran apabila Raja Kertanegara mengalami kesulitan dalam pemerintahannya.
Tanpa tedeng aling-aling, ia berani mengemukakan pendapat dan keberatan - keberatannya terhadap sikap dan kepemimpinan Kertanegara.
Hal inilah yang tidak disukai oleh Kertanegara, yang lebih mengagungkan kekuatannya sendiri. Dari sanalah Mpu Raganata menjadi salah satu pejabat yang dirotasi oleh Kertanegara.
Dia diberhentikan dari jabatannya sebagai mahamenteri dan diangkat sebagai Adhyaksa di Tumapel. Kertanegara menunjuk sosok Mahesa Anengah dan Panji Anggragani, sebagai pengganti Raganata.
Kertanegara di antara raja-raja Singasari yang pertama-tama melepaskan pandangan ke luar Jawa.
Ia ingin mendobrak politik tradisional yang hanya berkisar pada Janggala - Panjalu, dan ingin mempunyai kerajaan yang lebih luas dan besar dari kedua wilayah tersebut, yang merupakan warisan Raja Airlangga.
Kebijakan baru tersebut mendapat tantangan dari pembesar - pembesar Singasari yang menganut politik lama.
Sehingga untuk melancarkan kebijakannya, Kertanegara tidak segan-segan menyingkirkan para pembesar kerajaan yang menghalanginya, dan menggantikannya dengan pejabat lain yang mendukung kebijakannya.
Pada kidung Panji Wijayakrama dan serat Pararaton, pembesar atau pejabat Singasari yang telah lama mengabdi dalam pemerintahan Raja Wisnuwardhana.
Namun tidak dapat menyesuaikan diri dengan politik baru yang dijalankan oleh Raja Kertanegara, dia diturunkan jabatannya.
Yakni Mahamenteri Hino, Mahamenteri Halu, dan Mahamenteri Sirikan. Selain dibantu tiga mahamenteri Kertanegara juga menyalurkan kepada Tanda Urusan Negara yang terdiri Patih, Demung, dan Kanuruhan.
Satu dari beberapa pembesar kerajaan yang begitu disayangi Kertanegara yakni Mpu Raganata, yang menjabat sebagai mahamenteri.
Konon dari beberapa mahamenteri, satu mahamenteri yang kerap berseberangan dengan Kertanegara, bernama Mpu Raganata.
Meski kerap berseberangan dengan Kertanegara, Mpu Raganata terkenal sebagai seseorang yang bijak dan cakap dalam melaksanakan tugasnya, dikutip dari "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu.
Mpu Raganata selalu memberikan nasehat - nasehat dan beragam saran apabila Raja Kertanegara mengalami kesulitan dalam pemerintahannya.
Tanpa tedeng aling-aling, ia berani mengemukakan pendapat dan keberatan - keberatannya terhadap sikap dan kepemimpinan Kertanegara.
Hal inilah yang tidak disukai oleh Kertanegara, yang lebih mengagungkan kekuatannya sendiri. Dari sanalah Mpu Raganata menjadi salah satu pejabat yang dirotasi oleh Kertanegara.
Baca Juga
Dia diberhentikan dari jabatannya sebagai mahamenteri dan diangkat sebagai Adhyaksa di Tumapel. Kertanegara menunjuk sosok Mahesa Anengah dan Panji Anggragani, sebagai pengganti Raganata.
Kertanegara di antara raja-raja Singasari yang pertama-tama melepaskan pandangan ke luar Jawa.
Ia ingin mendobrak politik tradisional yang hanya berkisar pada Janggala - Panjalu, dan ingin mempunyai kerajaan yang lebih luas dan besar dari kedua wilayah tersebut, yang merupakan warisan Raja Airlangga.
Kebijakan baru tersebut mendapat tantangan dari pembesar - pembesar Singasari yang menganut politik lama.
Sehingga untuk melancarkan kebijakannya, Kertanegara tidak segan-segan menyingkirkan para pembesar kerajaan yang menghalanginya, dan menggantikannya dengan pejabat lain yang mendukung kebijakannya.
Pada kidung Panji Wijayakrama dan serat Pararaton, pembesar atau pejabat Singasari yang telah lama mengabdi dalam pemerintahan Raja Wisnuwardhana.
Namun tidak dapat menyesuaikan diri dengan politik baru yang dijalankan oleh Raja Kertanegara, dia diturunkan jabatannya.
(ams)