Kisah Raja Sri Jayabupati, Penguasa Sunda Terlupakan Kalah Pamor dari Prabu Siliwangi
loading...
A
A
A
Raja Sri Jayabupati mungkin jarang diketahui orang banyak, masih kalah dengan Prabu Siliwangi yang pernah memerintah tanah pasundan. Namun, dia merupakan salah satu raja sakti dan kuat di Kerajaan Sunda.
Sosok ini teridentifikasi dari Prasasti Cibadak yang menariknya tidak berbau Sunda sama sekali.
Padahal prasasti ini ditemukan di tanah Sunda yang mengisahkan sepak terjang Sri Jayabupati, sebagai penguasa tanah Sunda.
Sosok Jayabupati memang identik dan dipastikan raja Sunda, tetapi keanehan muncul baik dari bahasa, nama raja, maupun cara menyusun prasastinya semua menunjukkan ciri-ciri budaya dari wilayah Jawa Timur.
Nama Jayabupati sangat panjang. Lengkapnya, jika disundakan adalah Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardana Wikramottunggadewa.
Nama itu sekilas mirip dengan Raja Airlangga yang memerintah di Kerajaan Kahuripan dalam Prasasti Kalkuta.Hal itu dikatakan Saleh Danasasmita pada bukunya “Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi”.
Buku itu mengisahkan Airlangga memiliki nama gelar sebagaimana terdapat pada Prasasti Kalkuta berangka tahun 1041 yakni Rakai Halu Sri Lokeswara Darmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Namun dia menyimpulkan adanya hubungan antara Sri Jayabupati dengan Airlangga dinilai kurang tepat. Sebab pada tahun 1030 Airlangga masih sibuk menghadapi musuh-musuhnya di Jawa Timur.
Tahun 1028 Airlangga mulai memerangi Raja Wengker, Wijaya. Namun karena Wengker sangat kuat, Airlangga menukar siasat, yaitu menaklukkan kerajaan lain lebih dulu. Baru tahun 1032, dia menggempur Wengker lagi, tiga tahun kemudian bisa ditundukkan.
Itu pun dengan jalan yang “kurang wajar”.Jadi, pada 1030, Airlangga mustahil sudah bisa menaklukkan negeri Sundasaat itu, mengingat sangat sulit menempuh jarak antara Jawa Timur dan Jawa Barat waktu itu.
Identifikasi nama Sri Jayabupati diidentikkan nama raja taklukkan yang meminjam nama raja penakluk, kecuali jika yang ditaklukkan kawin dengan keluarga raja yang menaklukkan.
Pendapat Warsito Sastroprayitno muncul yang menyatakan Jayabupati tentu merupakan salah satu musuh Airlangga yang masuk ke wilayah Galuh. Sebab dalam Prasasti Kalkuta disebutkan bahwa ada musuh Airlangga yang kabur ke Galuh dan ke Barat.
Tempat yang disebut barat terdapat di daerah Wengker (Madiun sekarang), sedangkan Galuh menurut para ahli adalah Ujung Galuh di muara Kali Brantas (Surabaya).
Ini lebih dapat dipahami, karena sumber Jawa Timur tidak pernah menyebut wilayah Jawa Barat dengan sebutan Galuh, tetapi selalu Sunda.
Sosok Jayabupati dalam raja Sunda ini masih misterius dan terselubung oleh rahasia yang belum terkuak. Keanehan ini kian memperkuat temuan Prasasti Cibadak yang dikeluarkan semasa pemerintahan Sri Jayabupati sebagai raja.
Di Prasasti Cibadak itu bagi pelanggar atau pembangkang misalnya ditemukan adanya keberadaan supata. Padahal keberadaan supata itu bukan merupakan kebiasaan Raja Sunda, namun kebiasaan Raja-raja Jawa Timur yang menganut ajaran Tantra.
Prasasti Sunda tidak pernah menggunakan supata, tetapi tetapi memakai ancaman, hukuman atau amanat. Pada Prasasti Kebantenan berbunyi: Saha nu kedeu paambahan Lurah Sunda Sembawa ku aing dititah dipaehan.
Sedangkan di salah satu Prasasti Kawali ditulis amanat (wasiat) yang berbunyi: Aya ma nu ngeusi bhagya Kawali bari pakéna kereta bener pakeun nanjeur na juritan.
Prasasti yang hanya terdiri dari dua baris adalah khusus berisi supata yang berbunyi: Sumpah denira Prahajyan Sunda.
Sumpah khusus yang menghabiskan satu prasasti bukan kebiasaan raja Sunda. Keistimewaan sumpah dalam prasasti hanya dipakai oleh raja-raja Kerajaan Sriwijaya dan Jawa Timur yang sama-sama menganut paham Tantrayana.
Lihat Juga: Kisah Konflik Kekuasaan di Kerajaan Islam Demak yang Didirikan Wali Songo Usai Pati Unus Wafat
Sosok ini teridentifikasi dari Prasasti Cibadak yang menariknya tidak berbau Sunda sama sekali.
Padahal prasasti ini ditemukan di tanah Sunda yang mengisahkan sepak terjang Sri Jayabupati, sebagai penguasa tanah Sunda.
Sosok Jayabupati memang identik dan dipastikan raja Sunda, tetapi keanehan muncul baik dari bahasa, nama raja, maupun cara menyusun prasastinya semua menunjukkan ciri-ciri budaya dari wilayah Jawa Timur.
Nama Jayabupati sangat panjang. Lengkapnya, jika disundakan adalah Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardana Wikramottunggadewa.
Nama itu sekilas mirip dengan Raja Airlangga yang memerintah di Kerajaan Kahuripan dalam Prasasti Kalkuta.Hal itu dikatakan Saleh Danasasmita pada bukunya “Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi”.
Buku itu mengisahkan Airlangga memiliki nama gelar sebagaimana terdapat pada Prasasti Kalkuta berangka tahun 1041 yakni Rakai Halu Sri Lokeswara Darmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Namun dia menyimpulkan adanya hubungan antara Sri Jayabupati dengan Airlangga dinilai kurang tepat. Sebab pada tahun 1030 Airlangga masih sibuk menghadapi musuh-musuhnya di Jawa Timur.
Baca Juga
Tahun 1028 Airlangga mulai memerangi Raja Wengker, Wijaya. Namun karena Wengker sangat kuat, Airlangga menukar siasat, yaitu menaklukkan kerajaan lain lebih dulu. Baru tahun 1032, dia menggempur Wengker lagi, tiga tahun kemudian bisa ditundukkan.
Itu pun dengan jalan yang “kurang wajar”.Jadi, pada 1030, Airlangga mustahil sudah bisa menaklukkan negeri Sundasaat itu, mengingat sangat sulit menempuh jarak antara Jawa Timur dan Jawa Barat waktu itu.
Identifikasi nama Sri Jayabupati diidentikkan nama raja taklukkan yang meminjam nama raja penakluk, kecuali jika yang ditaklukkan kawin dengan keluarga raja yang menaklukkan.
Pendapat Warsito Sastroprayitno muncul yang menyatakan Jayabupati tentu merupakan salah satu musuh Airlangga yang masuk ke wilayah Galuh. Sebab dalam Prasasti Kalkuta disebutkan bahwa ada musuh Airlangga yang kabur ke Galuh dan ke Barat.
Tempat yang disebut barat terdapat di daerah Wengker (Madiun sekarang), sedangkan Galuh menurut para ahli adalah Ujung Galuh di muara Kali Brantas (Surabaya).
Ini lebih dapat dipahami, karena sumber Jawa Timur tidak pernah menyebut wilayah Jawa Barat dengan sebutan Galuh, tetapi selalu Sunda.
Sosok Jayabupati dalam raja Sunda ini masih misterius dan terselubung oleh rahasia yang belum terkuak. Keanehan ini kian memperkuat temuan Prasasti Cibadak yang dikeluarkan semasa pemerintahan Sri Jayabupati sebagai raja.
Di Prasasti Cibadak itu bagi pelanggar atau pembangkang misalnya ditemukan adanya keberadaan supata. Padahal keberadaan supata itu bukan merupakan kebiasaan Raja Sunda, namun kebiasaan Raja-raja Jawa Timur yang menganut ajaran Tantra.
Prasasti Sunda tidak pernah menggunakan supata, tetapi tetapi memakai ancaman, hukuman atau amanat. Pada Prasasti Kebantenan berbunyi: Saha nu kedeu paambahan Lurah Sunda Sembawa ku aing dititah dipaehan.
Sedangkan di salah satu Prasasti Kawali ditulis amanat (wasiat) yang berbunyi: Aya ma nu ngeusi bhagya Kawali bari pakéna kereta bener pakeun nanjeur na juritan.
Prasasti yang hanya terdiri dari dua baris adalah khusus berisi supata yang berbunyi: Sumpah denira Prahajyan Sunda.
Sumpah khusus yang menghabiskan satu prasasti bukan kebiasaan raja Sunda. Keistimewaan sumpah dalam prasasti hanya dipakai oleh raja-raja Kerajaan Sriwijaya dan Jawa Timur yang sama-sama menganut paham Tantrayana.
Lihat Juga: Kisah Konflik Kekuasaan di Kerajaan Islam Demak yang Didirikan Wali Songo Usai Pati Unus Wafat
(ams)