Pakuwon, Saksi Bisu Penandatanganan Perjanjian Salatiga

Minggu, 15 April 2018 - 05:00 WIB
Pakuwon, Saksi Bisu Penandatanganan Perjanjian Salatiga
Pakuwon, Saksi Bisu Penandatanganan Perjanjian Salatiga
A A A
Kota Salatiga merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki nilai sejarah. Di kota berhawa sejuk ini, terdapat puluhan bangunan tua peninggalan pemerintah Kolonial Belanda.

Sebagian dari puluhan bangunan tua itu, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah yang terjadi di kota ini. Sayangnya, bangunan benda cagar budaya (BCB) itu kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga lantaran sebagian besar bangunan status kepemilikan bangunan bersejarah itu adalah milik perorangan.

Seperti Pendapa Pakuwon yang berada di selatan Lapangan Pancasila, tepatnya di Jalan Brigjen Sudiarto. Bangunan tersebut merupakan saksi bisu penandatanganan Perjanjian Salatiga antara Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said dan pemerintah kolonial Belanda pada 17 Maret 1757. Adapun isi perjanjian tersebut antara lain memisahkan Surakarta menjadi dua bagian, yakni Kasunanan dan Mangkunegara.

Perjanjian Salatiga merupakan penyelesaian masalah perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Hamengku Buwono I dan Paku Buwono III melepaskan beberapa wilayahnya untuk Pangeran Sambernyawa.

Berdasarkan sejarah, Pendapa Pakuwon dahulu merupakan tempat tinggal bupati Salatiga yang pada zaman Kerajaan Mataram disebut akuwu. Sehingga, kala itu Pendapa Pakuwon disebut sebagai palereman akuwu (tempat tinggal bupati).

Semestinya, bangunan BCB yang memiliki nilai sejarah seperti Pendapa Pakuwon dipertahankan dan dirawat dengan baik. Namun, sayangnya hal itu tak terwujud. Kini, Pendapa Pakuwon kondisinya memprihatinkan lantaran tidak dirawat oleh pemiliknya. Alasan pemilik enggan merawat BCB tersebut, yakni tidak memiliki biaya untuk perawatan.
Pakuwon, Saksi Bisu Penandatanganan Perjanjian Salatiga

Padahal, bangunan kuno peninggalan pemerintah kolonial Belanda ini bisa dijadikan modal untuk membangun kota wisata dan budaya. Terlebih, pada zaman penjajahan kolonial Belanda, Salatiga sudah dijadikan kota wisata dan sempat memperoleh julukan de Schoonste Stad van Midden Java (kota terindah di Jawa Tengah)

"Saat itu, Kota Salatiga terkenal sebagai kota yang terindah di Jawa Tengah lantaran keindahan panorama alamnya yang didukung udara sejuk. Tak hanya itu, letak geografis Kota Salatiga juga strategis, yakni berada di tengah jalur utama Semarang-Solo. Kondisi tersebut sebenarnya bisa diwujudkan kembali di masa sekarang," ujar pemerhati benda cagar budaya Salatiga Eddy Supangkat, belum lama ini.

Selama ini, Pemkot Salatiga terkesan kurang memerhatikan keberadaan ratusan bangunan kuno bersejarah yang ada di kota ini, termasuk Pendapa Pakuwon. Minimnya perhatian pemerintah berdampak pada kelestarian benda cagar budaya yang ada di Salatiga.

Lantaran tak terawat, puluhan benda rusak. Bahkan, saat ini Halaman Pendapa Pakuwon malah digunakan untuk tempat penyimpanan peralatan usaha beberapa dagang pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di Lapangan Pancasila. Ini membuat Pendapa Pakuwon terlihat kumuh.

"Ini akibat rendahnya perhatian dari pemerintah. Padahal, apabila dirawat dan dikelola dengan baik, Pendapa Pakuwon bisa dijadikan tempat wisata sejarah," kata Eddy.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Salatiga Sri Danujo mengatakan, bangunan BCB merupakan peninggalan sejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan. Sebab, selain menjadi bukti sejarah, bangunan BCB juga memiliki potensi wisata yang tinggi.

"Kami akan mengelola sejumlah BCB seperti Pendapa Pakuwon, Gedung Papak (Kantor Pemkot Salatiga), Makorem Makutarama dan lainnya. Bangunan BCB tersebut akan kami lestarikan dan fungsikan untuk destinasi wisata," ujarnya.

Menurut Sri Danujo, sejauh ini pihaknya sedang menyiapkan konsep wisata yang akan dikemas pada sejumlah bangunan BCB. Rencananya konsep yang akan diterapkan adalah wisata edukatif.

"Prinsipnya untuk melestarikan bangunan BCB dan mempublikasikan sejarah yang ada di Salatiga," ucapnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9968 seconds (0.1#10.140)