Tanggul Rusak Dibiarkan Terbengkalai
A
A
A
PURWAKARTA - Tanggul Sungai Cinangka di Desa Cikaobandung, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dibiarkan terbengkalai. Bahkan, tanggul yang berfungsi menahan luapan sungai tersebut mulai mengalami kerusakan cukup parah sebagai akibat pemeliharaan yang tak jelas.
Bagi warga setempat, kerusakan seperti itu menjadi pertanda bencana banjir akan kembali menerjang sebagaimana dialami pada tahun 2010. Ketika itu, sebanyak 423 rumah terendam dan ratusan warganya harus hidup di daerah pengungsian. Peristiwa itu terjadi setelah tiga sungai yang mengapit perkampungan, yakni Sungai Cinangka, Sungai Cikao, dan Sungai Citarum meluap secara bersamaan.
Menurut tokoh masyarakat setempat yang juga mantan Kepala Desa Cikaobandung Saeful Hidayat, banjir menjadi langganan di wilayahnya. Setiap turun hujan, ketiga sungai itu pasti meluap.
"Banjir tahunan itu langsung berakhir setelah dibangun tanggul penahan air sepanjang 6 kilometer. Kalau tidak salah sumber anggarannya berasal dari APBN sekitar Rp150 miliar. Pengerjaan proyeknya ketika itu dilakukan pihak ketiga. Proyek pembangunannya dimulai pada 2011 dan rampung pada 2013," ungkap Saeful kepada SINDOnews, Selasa (13/3/2018).
Sejak selesainya pembangunan tanggul itu, lanjut dia, bencana alam tahunan itu berakhir. Namun sayangnya, sampai saat ini tak jelas instansi mana yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan. Setiap kerusakan yang terjadi tanpa pernah diperbaiki yang akibatnya hingga saat ini semakin parah. Dengan kerusakan yang terjadi, tanggul sewaktu-waktu bisa jebol dan Desa Cikaobandung akan kembali menjadi daerah langganan banjir.
Dia berharap, pemerintah pusat memberi kejelasan mengenai instansi yang memelihara tanggul itu. Sebab, berkali-kali pemerintahan desa menanyakan kepada Pemkab Purwakarta maupun Balai Besar Wilayah Citarum (BBWC), namun tak mendapat jawaban yang jelas.
Bagi warga setempat, kerusakan seperti itu menjadi pertanda bencana banjir akan kembali menerjang sebagaimana dialami pada tahun 2010. Ketika itu, sebanyak 423 rumah terendam dan ratusan warganya harus hidup di daerah pengungsian. Peristiwa itu terjadi setelah tiga sungai yang mengapit perkampungan, yakni Sungai Cinangka, Sungai Cikao, dan Sungai Citarum meluap secara bersamaan.
Menurut tokoh masyarakat setempat yang juga mantan Kepala Desa Cikaobandung Saeful Hidayat, banjir menjadi langganan di wilayahnya. Setiap turun hujan, ketiga sungai itu pasti meluap.
"Banjir tahunan itu langsung berakhir setelah dibangun tanggul penahan air sepanjang 6 kilometer. Kalau tidak salah sumber anggarannya berasal dari APBN sekitar Rp150 miliar. Pengerjaan proyeknya ketika itu dilakukan pihak ketiga. Proyek pembangunannya dimulai pada 2011 dan rampung pada 2013," ungkap Saeful kepada SINDOnews, Selasa (13/3/2018).
Sejak selesainya pembangunan tanggul itu, lanjut dia, bencana alam tahunan itu berakhir. Namun sayangnya, sampai saat ini tak jelas instansi mana yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan. Setiap kerusakan yang terjadi tanpa pernah diperbaiki yang akibatnya hingga saat ini semakin parah. Dengan kerusakan yang terjadi, tanggul sewaktu-waktu bisa jebol dan Desa Cikaobandung akan kembali menjadi daerah langganan banjir.
Dia berharap, pemerintah pusat memberi kejelasan mengenai instansi yang memelihara tanggul itu. Sebab, berkali-kali pemerintahan desa menanyakan kepada Pemkab Purwakarta maupun Balai Besar Wilayah Citarum (BBWC), namun tak mendapat jawaban yang jelas.
(zik)