Kisah Kehancuran Kerajaan Singasari saat Kertanagara Berkuasa Akibat Konflik Pejabat Istana
loading...
A
A
A
RAJASingasari, Kertanagara membuat kesalahan dan kecerobohan dalam memimpin wilayahnya. Saat itu Kertanagara lebih memprioritaskan pasukannya untuk dikirimkan ke luar negeri, tanpa memperhatikan kondisi keamanan di dalam negeri Kerajaan Singasari.
Keinginan mewujudkan Ekspedisi Pamalayu, atau penaklukan Semenanjung Melayu membuat Kertanagara rela mengirimkan nyaris seluruh pasukannya ke luar negeri.
Perluasan wilayah itu merupakan usaha Kertanagara untuk menyatukan nusantara. Kebetulan saat itu keadaan negeri Singasari sejak Raja Wisnuwardhana sudah tentram sehingga memunculkan mengarahkan politik ke luar Jawa.
Potensi gangguan keamanan sebagaimana yang disampaikan oleh patihnya Mpu Raganata tak ia hiraukan. Ego Kertanagara memang membuat hubungannya dengan Patih Mpu Raganata merenggang.
Pendapat ini berbeda dengan Mahisa Anengah pejabat Kerajaan Singasari lainnya. Mahisa Anengah dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" tulisan Prof. Slamet Muljana menyebut, justru melihat tak ada ancaman dari dalam negeri Singasari.
Pasalnya Raja Jayakatwang yang berkuasa di Kediri diangkat oleh Kertanagara. Padahal sebelumnya Jayakatwang merupakan pengalasan di pura Singasari. Maka Jayakatwang semestinya berutang budi kepada Kertanagara.
Demikianlah Nagarakretagama, mencatatkan pemberontakan Mahisa Rangkah pada tahun Saka 1202 atau tahun Masehi 1280. Lima tahun kemudian dari keberangkatan tentara Singasari ke Melayu.
Pemberontakan yang demikian dapat dipahami jika diingat kerusuhan yang timbul akibat pemecatan Patih Raganata, pada awal pemerintahan Kertanagara.
Kekuatan pasukan yang menipis di dalam negeri Singasari kembali dikurangi. Pada tahun Saka 1206 atau tahun 1284 Masehi Raja Kertanagara kembali mengirim tentara ke Bali. Bali pun dapat ditundukkan, rajanya ditangkap dan dibawa ke Singasari sebagai tawanan.
Alhasil keberangkatan pasukan Singasari ke Bali menambah kekosongan Singasari, dan membangkitkan nafsu untuk mempersiapkan diri akan memberontak pada anasir-anasir jahat yang ingin berkhianat dan menggulingkan Kerajaan Singasari.
Kesempatan itu lantas dimanfaatkan oleh para barisan sakit hati seperti Arya Wiraraja yang disingkirkan Kertanagara dari pejabat istana. Ia pun berkoordinasi dengan Jayakatwang di Kediri yang ternyata juga memiliki ambisi menguasai Singasari.
Arya Wiraraja memanfaatkan Jayakatwang sebagai pelampiasan dendamnya kepada Kertanagara semata.
Namun ia masih menghormati pemerintahan Singasari secara keseluruhan, salah satunya kepada Raden Wijaya sebagai keturunan Batara Narasinga.
Jayakatwang pula yang akhirnya melakukan pemberontakan ke ibu kota Singasari dan membunuh Kertanagara, serta para pejabat istana lainnya pada tahun 1292.
Keberhasilan itu membuat riwayat Kerajaan Singasari pun tamat saat itu juga.
Keinginan mewujudkan Ekspedisi Pamalayu, atau penaklukan Semenanjung Melayu membuat Kertanagara rela mengirimkan nyaris seluruh pasukannya ke luar negeri.
Perluasan wilayah itu merupakan usaha Kertanagara untuk menyatukan nusantara. Kebetulan saat itu keadaan negeri Singasari sejak Raja Wisnuwardhana sudah tentram sehingga memunculkan mengarahkan politik ke luar Jawa.
Potensi gangguan keamanan sebagaimana yang disampaikan oleh patihnya Mpu Raganata tak ia hiraukan. Ego Kertanagara memang membuat hubungannya dengan Patih Mpu Raganata merenggang.
Pendapat ini berbeda dengan Mahisa Anengah pejabat Kerajaan Singasari lainnya. Mahisa Anengah dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" tulisan Prof. Slamet Muljana menyebut, justru melihat tak ada ancaman dari dalam negeri Singasari.
Pasalnya Raja Jayakatwang yang berkuasa di Kediri diangkat oleh Kertanagara. Padahal sebelumnya Jayakatwang merupakan pengalasan di pura Singasari. Maka Jayakatwang semestinya berutang budi kepada Kertanagara.
Demikianlah Nagarakretagama, mencatatkan pemberontakan Mahisa Rangkah pada tahun Saka 1202 atau tahun Masehi 1280. Lima tahun kemudian dari keberangkatan tentara Singasari ke Melayu.
Pemberontakan yang demikian dapat dipahami jika diingat kerusuhan yang timbul akibat pemecatan Patih Raganata, pada awal pemerintahan Kertanagara.
Kekuatan pasukan yang menipis di dalam negeri Singasari kembali dikurangi. Pada tahun Saka 1206 atau tahun 1284 Masehi Raja Kertanagara kembali mengirim tentara ke Bali. Bali pun dapat ditundukkan, rajanya ditangkap dan dibawa ke Singasari sebagai tawanan.
Alhasil keberangkatan pasukan Singasari ke Bali menambah kekosongan Singasari, dan membangkitkan nafsu untuk mempersiapkan diri akan memberontak pada anasir-anasir jahat yang ingin berkhianat dan menggulingkan Kerajaan Singasari.
Kesempatan itu lantas dimanfaatkan oleh para barisan sakit hati seperti Arya Wiraraja yang disingkirkan Kertanagara dari pejabat istana. Ia pun berkoordinasi dengan Jayakatwang di Kediri yang ternyata juga memiliki ambisi menguasai Singasari.
Arya Wiraraja memanfaatkan Jayakatwang sebagai pelampiasan dendamnya kepada Kertanagara semata.
Namun ia masih menghormati pemerintahan Singasari secara keseluruhan, salah satunya kepada Raden Wijaya sebagai keturunan Batara Narasinga.
Jayakatwang pula yang akhirnya melakukan pemberontakan ke ibu kota Singasari dan membunuh Kertanagara, serta para pejabat istana lainnya pada tahun 1292.
Keberhasilan itu membuat riwayat Kerajaan Singasari pun tamat saat itu juga.
(shf)