Mengenal VDR dan NCDC Jantung Pesawat Tempur Super Tucano yang Jatuh di Pasuruan
loading...
A
A
A
MALANG - Tim investigasi kecelakaan pesawat tempur Super Tucano berusaha menganalisa dan membaca elemen penting Video Data Recorder (VDR) dan Network Center Data Cartridge (NCDC). Dua elemen penting ini layaknya kotak hitam atau black box pada pesawat komersial.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menyatakan, bila di pesawat militer kotak hitam itu berbeda dengan pesawat komersial.
Di pesawat komersial ada kotak hitam atau black box dan Flight Data Recorder (FDR) yang merekam dan menjadi kunci, di pesawat militer seperti Super Tucano elemennya yakni VDR dan NCDC.
"Sudah saya bilang namanya di DVR, dan Network Cente Data Catridge NCDC, bukan FDR (Flight Data Recorder) lagi," kata Agung Sasongkojati saat dikonfirmasi pada Minggu sore (19/11/2023).
Agung menambahkan, bila data di DVR dan NCDC dinilai lebih lengkap dengan yang ada di pesawat komersial biasa.
Di mana di data yang tersimpan tersebut seperti gambar video selama penerbangan sampai saat terakhir sebelum pesawat dinyatakan hilang kontak, komunikasi pilot, hingga performa pesawat selama di udara.
"Ada performa pesawat penerbangan, yaitu kecepatan, ketinggian, arah dan sebagainya, serta yang penting juga adalah data dari mesin pesawat, sampai detik terakhir dia masih menyala itu masih terekam di situ," tuturnya.
Dua elemen pesawat Super Tucano dengan nomor ekor TT 3111 dan TT 3103 tersebut telah diamankan dan dibawa ke Lapangan Udara (Lanud) Abdulrahman Saleh Malang.
Selanjutnya alat itu akan diinvestigasi oleh Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI (Puslaiklambangjaau). Tetapi apakah pemeriksaan alat tersebut melibatkan produsen pesawat dari Brasil atau tidak, ia mengaku belum mengetahuinya.
"Sementara nanti tim Puslaiklambangjaau yang akan memeriksa itu, kelihatannya datanya bisa dibaca di tempat kita, namun tentu kami punya satu bagian dari informasi," terangnya.
Puslaiklambangjaau disebut Agung juga bakal memeriksa menyeluruh tidak hanya dua elemen tersebut, melainkan ada 5 M yang diperiksa di mana di antaranya yakni man atau pilotnya, mesin, dan manajemen.
Pemeriksaan itu juga mengacu pada data-data internal eksternal yang didapat tim investigasi.
"Artinya itu perlu waktu, data dari VDR itu hanya satu bagian dari suatu data, tapi data lain harus dicari jadi data yang lainnya yang lebih susah, karena menyangkut situasi kondisi dan cuaca dan segala macam. Yang dicari penyebabnya itu sudah bukan bidang saya, nanti akan kami jelaskan," paparnya.
Termasuk nantinya kata Agung, dua peralatan VDR dan NCDC dari pesawat yang jatuh akan dibandingkan dengan dua pesawat Super Tucano lainnya mengikuti latihan formasi penerbangan.
"Jadi itu nanti kita bandingkan, dua yang selamat itu juga kita ambil untuk dianalisa tim," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, kecelakaan dua pesawat TNI AU jenis Super Tucano terjadi di perbukitan Pegunungan Tengger tepatnya di Dusun Keduwung, Desa Jimbaran, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan.
Kedua pesawat ini bersama dua pesawat lainnya tengah menjalani latihan formasi terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis pagi (16/11/2023) sekitar pukul 10.51 WIB.
Dua pesawat itu menjadi bagian dari empat pesawat Super Tucano yang melakukan latihan formasi terbang bersama. Keempatnya terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis pagi (16/11/2023) sekitar pukul 10.51 WIB. Tetapi dua pesawat dengan nomor ekor TT 3111 dan TT 3103 mengalami kecelakaan dan terjatuh.
Pesawat dengan nomor ekor TT-3111, kedua awak di dalamnya adalah Letkol Pnb Sandhra Gunawan (Frontseater) dan Kolonel Adm Widiono (Backseater). Sementara untuk pesawat bernomor eko TT-3103, dua awak di dalamnya yakni Mayor Pnb Yuda A. Seta (Frontseater) dan Kolonel Pnb Subhan (Backseater).
Dugaan cuaca buruk berupa gumpalan awan menyelimuti sekitar lokasi kejadian. Empat pesawat sempat masuk ke dalam awan itu, dimana dua pesawat berhasil lolos dan keluar dari awan. Sementara dua pesawat lain hilang kontak hingga dinyatakan ditemukan terjatuh pada pukul 11.18 WIB.
Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati menyatakan, bila di pesawat militer kotak hitam itu berbeda dengan pesawat komersial.
Di pesawat komersial ada kotak hitam atau black box dan Flight Data Recorder (FDR) yang merekam dan menjadi kunci, di pesawat militer seperti Super Tucano elemennya yakni VDR dan NCDC.
"Sudah saya bilang namanya di DVR, dan Network Cente Data Catridge NCDC, bukan FDR (Flight Data Recorder) lagi," kata Agung Sasongkojati saat dikonfirmasi pada Minggu sore (19/11/2023).
Agung menambahkan, bila data di DVR dan NCDC dinilai lebih lengkap dengan yang ada di pesawat komersial biasa.
Di mana di data yang tersimpan tersebut seperti gambar video selama penerbangan sampai saat terakhir sebelum pesawat dinyatakan hilang kontak, komunikasi pilot, hingga performa pesawat selama di udara.
"Ada performa pesawat penerbangan, yaitu kecepatan, ketinggian, arah dan sebagainya, serta yang penting juga adalah data dari mesin pesawat, sampai detik terakhir dia masih menyala itu masih terekam di situ," tuturnya.
Dua elemen pesawat Super Tucano dengan nomor ekor TT 3111 dan TT 3103 tersebut telah diamankan dan dibawa ke Lapangan Udara (Lanud) Abdulrahman Saleh Malang.
Selanjutnya alat itu akan diinvestigasi oleh Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI (Puslaiklambangjaau). Tetapi apakah pemeriksaan alat tersebut melibatkan produsen pesawat dari Brasil atau tidak, ia mengaku belum mengetahuinya.
"Sementara nanti tim Puslaiklambangjaau yang akan memeriksa itu, kelihatannya datanya bisa dibaca di tempat kita, namun tentu kami punya satu bagian dari informasi," terangnya.
Puslaiklambangjaau disebut Agung juga bakal memeriksa menyeluruh tidak hanya dua elemen tersebut, melainkan ada 5 M yang diperiksa di mana di antaranya yakni man atau pilotnya, mesin, dan manajemen.
Pemeriksaan itu juga mengacu pada data-data internal eksternal yang didapat tim investigasi.
"Artinya itu perlu waktu, data dari VDR itu hanya satu bagian dari suatu data, tapi data lain harus dicari jadi data yang lainnya yang lebih susah, karena menyangkut situasi kondisi dan cuaca dan segala macam. Yang dicari penyebabnya itu sudah bukan bidang saya, nanti akan kami jelaskan," paparnya.
Termasuk nantinya kata Agung, dua peralatan VDR dan NCDC dari pesawat yang jatuh akan dibandingkan dengan dua pesawat Super Tucano lainnya mengikuti latihan formasi penerbangan.
"Jadi itu nanti kita bandingkan, dua yang selamat itu juga kita ambil untuk dianalisa tim," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, kecelakaan dua pesawat TNI AU jenis Super Tucano terjadi di perbukitan Pegunungan Tengger tepatnya di Dusun Keduwung, Desa Jimbaran, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan.
Kedua pesawat ini bersama dua pesawat lainnya tengah menjalani latihan formasi terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis pagi (16/11/2023) sekitar pukul 10.51 WIB.
Dua pesawat itu menjadi bagian dari empat pesawat Super Tucano yang melakukan latihan formasi terbang bersama. Keempatnya terbang dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, pada Kamis pagi (16/11/2023) sekitar pukul 10.51 WIB. Tetapi dua pesawat dengan nomor ekor TT 3111 dan TT 3103 mengalami kecelakaan dan terjatuh.
Pesawat dengan nomor ekor TT-3111, kedua awak di dalamnya adalah Letkol Pnb Sandhra Gunawan (Frontseater) dan Kolonel Adm Widiono (Backseater). Sementara untuk pesawat bernomor eko TT-3103, dua awak di dalamnya yakni Mayor Pnb Yuda A. Seta (Frontseater) dan Kolonel Pnb Subhan (Backseater).
Dugaan cuaca buruk berupa gumpalan awan menyelimuti sekitar lokasi kejadian. Empat pesawat sempat masuk ke dalam awan itu, dimana dua pesawat berhasil lolos dan keluar dari awan. Sementara dua pesawat lain hilang kontak hingga dinyatakan ditemukan terjatuh pada pukul 11.18 WIB.
(shf)