Laskar Hizbullah, Pasukan Cadangan Pertempuran Surabaya 10 November yang Dilatih Tentara Jepang

Jum'at, 10 November 2023 - 10:39 WIB
loading...
Laskar Hizbullah, Pasukan Cadangan Pertempuran Surabaya 10 November yang Dilatih Tentara Jepang
Laskar Hizbullah pasukan cadangan pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Foto/Dok NU
A A A
MALANG - Laskar Hizbullah menjadi satu dari sekian pasukan yang berjuang di pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Selain pasukan kuat, laskar ini juga terkenal kebal terhadap peluru yang membuat takut pasukan sekutu dan Belanda.

Dari sekian tentara Hizbullah yang berperang pasukan dibawah komando KH. Masjkur berangkat dari Malang menuju Surabaya untuk membantu masyarakat Surabaya berjuang mengusir Belanda dan tentara sekutu, yang berusaha merebut kemerdekaan.

Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menyatakan, KH. Masjkur menjadi satu dari sekian ratusan orang yang dilatih untuk menjadi pasukan cadangan dari PETA. Pasukan cadangan ini beranggotakan muslim dilatih tentara Jepang dan PETA di daerah Cibarusah, Bekasi.



”Jadi pemerintah Jepang itu membentuk tentara PETA untuk membantu mereka dalam menghadapi perang dunia ke-2, menghadapi sekutu. Laskar Hizbullah itu penempatannya sebagai pasukan cadangan, karena permintaan dari para ulama,” kata Agung.

Selain dilatih secara militer, tokoh Islam ini juga dipersenjatai oleh tentara Jepang sebagai tentara cadangan. Ketika pelatihan sudah selesai, sebanyak sekitar 500 pasukan ini akhirnya diminta kembali ke daerah masing-masing dan mendirikan pasukan - pasukan Hizbullah di daerahnya.

”Salah satu pasukan Hizbullah ini adalah KH. Masjkur yang ada di Singosari. KH. Masjkur inilah yang membentuk Hizbullah di Malang, bersama Mayjen Imam Soedja'i, dia adalah Panglima Divisi Untung Suropati TKR yang membawahi Malang dan sekitarnya karasidenan,” tuturnya.

Setelah pasukan terbentuk, KH. Masjkur dan Mayjen Imam Soedja'i memberikan latihan kepada para pasukan dan santri sejumlah pondok pesantren di Malang dan sekitarnya. Perjuangan Laskar Hizbullah Malang besutan KH. Masjkur dan Mayjen Imam Soedja'i.



Dia mendapatkan cerita dari kakek buyutnya yang juga turut menjadi anggota pasukan Hizbullah. Sang kakek bahkan turut dilatih tentara Jepang dan PETA di Cibarusa, yang kini masuk daerah Bekasi.

”Ternyata kakek saya ini tidak sendirian, jumlahnya 500 orang, latihan bergelombang, kakek saya yang gelombang pertama yang dilatih di Cibarusah, yang melatih tentara PETA dan Jepang, dikasih keterampilan bertempur,” terangnya.

Bahkan secara khusus KH. Masjkur juga memberikan pelatihan kepada para santri - santri di pondok pesantren (Ponpes) Bungkuk Singosari, sebelum akhirnya pasukan Hizbullah berangkat ke Surabaya untuk bertempur melawan tentara sekutu.

Total sekitar ada 500 orang pasukan Hizbullah, satu di antaranya adalah KH. Masjkur asal Singosari, Malang.



”Kemudian membuat pasukan Hizbullah dan laskar-laskar lebih kecil lagi di Malang dan sekitarnya. Dari laskar-laskar inilah kiai dan santri melakukan perlawanan ke tentara sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia,”bebernya.

Para pasukan Hizbullah dari berbagai daerah di Malang raya dan sekitarnya itu kemudian berkumpul di Masjid Sabilillah Blimbing, sebelum berangkat ke Surabaya. Alasannya kawasan Blimbing dinilai strategis sebagai titik temu dari beberapa pondok - pondok pesantren.

”Karena pertigaan Blimbing itu sangat strategis, arah Tumpang, Pakis lewat situ arah Batu lewat situ, sehingga di Sabilillah itu tempat berkumpulnya tentara laskar Hizbullah untuk menuju ke Surabaya. Sehingga dinamakan masjidnya Masjid Sabilillah,” jelasnya.

Dari situ sekitar 168 pasukan berkumpul di Masjid Sabilillah Malang. Namun pada perjalanan berangkat ke Surabaya pasukan Laskar Hizbullah ini berkembang menjadi banyak orang karena melintasi beberapa pondok pesantren mulai dari Malang, Pasuruan, hingga sampai di Sidoarjo.

”Akhirnya lama-lama menjadi membesar membesar, dan besarnya bisa sampai 500 sampai 1.000 orang, itu berjalan terus akhirnya berkumpullah titik kumpulnya di Surabaya, pemberhentian pertama di sebuah pabrik gula di Sidoarjo,” tutupnya.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)