Pemkab Sleman Kewalahan Tertibkan Tambang Liar

Kamis, 07 September 2017 - 15:59 WIB
Pemkab Sleman Kewalahan Tertibkan Tambang Liar
Pemkab Sleman Kewalahan Tertibkan Tambang Liar
A A A
SLEMAN - Penambangan liar pasir marak di wilayah Hargobinangung, Pakem, Sleman, DIY. Di daerah ini tercatat ada 58 titik lokasi penambangan liar.

Jika ini dibiarkan tentunya bukan hanya berdampak pada kerusakan lingkungan, baik tanah maupun sumber mata air. Namun juga bencana alam, seperti tanah longsor dan kekeringan.

Imbas kerusakan lingkungan ini bukan hanya bagi Sleman, tetapi juga daerah di bawahnya, yaitu Yogyakarta dan Bantul akan mengalami krisis air. Sebab, Sleman merupakan daerah penyangga untuk sumber mata air bagi daerah tersebut.

Bupati Sleman Sri Purnomo mengakui hal itu. Pihaknya tetap melakukan penertiban dan yang tertangkap diproses hukum ke pengadilan. Termasuk memasang papan larangan untuk melakukan penambangan pasir.

“Hanya saja para penambangan itu tetap membandel. Bahkan menyopot papan larangan tersebut,” katanya Kamis (7/9/2017).

Selain itu, mereka selalu mencari celah. Saat ada penertiban langsung menghentikan aktivitas, seminggu setelah itu melakukan kegiatan lagi.

Buktinya, saat forum komunikasi pimpinan daerah (Forkompinda) Sleman, Bupati, Kapolres dan Dandim melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di beberapa titik penambangan liar di desa Hargobinangung, Rabu (6/9/2017) para penambang menghentikan aktivitasnya.

“Mereka sudah pergi sebelum inspeksi. Kucing-kucingan ini yang sering terjadi,” paparnya.

Kapolres Sleman AKBP Burkhan Rudy Satria mengatakan, meski sudah melakukan penindakan dan melakukan proses hukum namun sepertinya belum efektif.

Untuk itu, dia mengajak warga terutama pemilik lahan untuk mengubah cara berfikir terhadap apa yang dimiliki bukan semata merupakan warisan, tapi merupakan titipan Tuhan untuk anak cucu generasi penerus. Tahun ini tercatat sudah ada delapan penambang yang meninggal. Hal ini dianggap sebagai musibah tapi tidak dipikir sebagai resiko.

Warga Kaliurang, Hargobinangung, Pakem, Heri Indiarta mengungkapkan, lahan tambang mayoritas merupakan tanah milik warga. Warga tergiur dengan harga yang ditawarkan makelar yaitu mencapai Rp500.000.000,untuk area tanah rata-rata 2.000 meter persegi.

“Tanah tersebut hanya diambil materialnya dengan ketinggian 7 meter, sertifikat masih menjadi milik warga,” ungkap Heri.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5621 seconds (0.1#10.140)