Kisah Tunggul Ametung Tewas Ditikam Keris Bikin Kerajaan Singasari Tegang
loading...
A
A
A
KEDIRI - Jalan panjang Ken Arok untuk mendirikan Kerajaan Singasari atau Tumapel. Ia harus memberontak dan menumbangkan kekuasaan Tunggul Ametung sebagai akuwu atau camat yang menjadi daerah bawahan Kerajaan Kediri.
Pergerakan pasukan Ken Arok sudah dimulai sejak pagi dengan dari pinggiran kemudian mulai memasuki Kutaraja, Ibu Kota Tumapel.
Usai berhasil memasuki Ibu Kota Tumapel dan menyerang banyak pasukan pengamanan akuwu, akhirnya ia dan pasukannya mendekati Pakuwuan, tepat dimana sang akuwu beristirahat, mungkin deskripsi tempat ini layaknya kantor kecamatan sekarang ini.
Di bangunan Pakuwuan itulah Ken Arok dan ratusan pasukannya berjaga di bagian dalam Pakuwuan menyambut kedatangan Kebo Ijo, serta para prajuritnya. Kebo Ijo dengan pasukannya itu tidak menggubris Arok dan Handanu yang menyambutnya.
Satria sekutu Gandring itu langsung melangkah menuju pendopo Pakuwuan.
Tempat yang dituju adalah Bilik Agung tempat Tunggul Ametung beristirahat. Pendopo itu kosong tak ada penjaganya, sebagaimana “Hitam Putih Ken Arok: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan”.
Sebab, sebelumnya Tunggul Ametung melarang jangan sampai ada yang berada di pendopo. Saat mendekati Bilik Agung itu, Kebo Ijo langsung berteriak memanggil Tunggul Ametung dengan memegang sebilah pedang.
Mendengar suara Kebo Ijo itu, dari kamar istirahatnya, Tunggul Ametung yang lagi mabuk. Banyaknya arak yang diminumnya memberi ancaman dengan suara parau bahwa siapa saja yang berani bersuara di sekitar pendopo, ia akan membelah kepalanya.
Suara Tunggul Ametung membuat Kebo Ijo semakin yakin untuk mendekatkan dirinya pada Bilik Agung.
Bahkan salah seorang tamtama memprovokasi menyatakan bahwa Kebo Ijo hendaknya segera masuk ke Bilik Agung dan menghabisi Tunggul Ametung, selagi Ken Arok dan Ken Dedes tidak ada di dekatnya.
Pada saat yang sama pasukan Arok dan laskar rakyat yang datang dari berbagai penjuru telah tiba di Pakuwuan. Gedung Pakuwuan terkepung oleh laskar rakyat, dan para prajurit yang Tumapel pun langsung lari tunggang langgang.
Gemuruh perang yang berasal dari para prajurit Ken Arok dan laskar rakyat semakin menyeruak. Mereka telah menduduki Pakuwuan dengan membawa senjata pedang dan tombak.
Laskar rakyat yang terdiri atas kelas masyarakat, termasuk para petani, bahkan banyak yang mengobrak-abrik bangunan yang menjadi markas persembunyian tentara dan pejabat Tumapel.
Suara laskar rakyat dan pasukan Arok yang bergemuruh dan membahana itu juga menteror sejumlah tamtama yang ada di dalam padepokan karena mengiringi Kebo Ijo. Pasukan Arok dan laskar rakyat itu pun semakin merengsek ke dalam gedung Pakuwuan.
Tak lama kemudian, Ken Arok dan Ken Dedes datang ke pendopo Pakuwuan. Kedatangan Arok dan Dedes ke pendopo ini langsung disambut sorak-sorai pasukan,dan laskar pendukung Arok yang telah merangsek ke dalam.
Gegap gempita menyambut kedatangan Arok dan Paramesywari inilah, sejumlah orang Pakuwuan melihat Kebo Ijo keluar dari Bilik Agung dengan pedang yang berlumuran darah.
Ken Arok bertanya kepada para tamtama yang berjaga di dalam pendopo, di mana Kebo Ijo berada.
Mendengar suara Ken Arok dan bala pasukannya, Kebo Ijo dengan pedang yang berlumuran darah itu, langsung lari ke Taman Larangan yang ada di dekat Bilik Agung. Namun sesampainya di Taman Larangan ini, Kebo Ijo terperangkap.
Bahkan, ia tidak bisa melarikan diri karena seluruh penjuru sudah terkepung oleh pasukan Arok. Tentu saja, Kebo Ijo langsung tertangkap basah oleh Arok dan Dedes yang diiringi oleh sejumlah pasukan.
Pergerakan pasukan Ken Arok sudah dimulai sejak pagi dengan dari pinggiran kemudian mulai memasuki Kutaraja, Ibu Kota Tumapel.
Usai berhasil memasuki Ibu Kota Tumapel dan menyerang banyak pasukan pengamanan akuwu, akhirnya ia dan pasukannya mendekati Pakuwuan, tepat dimana sang akuwu beristirahat, mungkin deskripsi tempat ini layaknya kantor kecamatan sekarang ini.
Di bangunan Pakuwuan itulah Ken Arok dan ratusan pasukannya berjaga di bagian dalam Pakuwuan menyambut kedatangan Kebo Ijo, serta para prajuritnya. Kebo Ijo dengan pasukannya itu tidak menggubris Arok dan Handanu yang menyambutnya.
Satria sekutu Gandring itu langsung melangkah menuju pendopo Pakuwuan.
Tempat yang dituju adalah Bilik Agung tempat Tunggul Ametung beristirahat. Pendopo itu kosong tak ada penjaganya, sebagaimana “Hitam Putih Ken Arok: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan”.
Sebab, sebelumnya Tunggul Ametung melarang jangan sampai ada yang berada di pendopo. Saat mendekati Bilik Agung itu, Kebo Ijo langsung berteriak memanggil Tunggul Ametung dengan memegang sebilah pedang.
Mendengar suara Kebo Ijo itu, dari kamar istirahatnya, Tunggul Ametung yang lagi mabuk. Banyaknya arak yang diminumnya memberi ancaman dengan suara parau bahwa siapa saja yang berani bersuara di sekitar pendopo, ia akan membelah kepalanya.
Suara Tunggul Ametung membuat Kebo Ijo semakin yakin untuk mendekatkan dirinya pada Bilik Agung.
Bahkan salah seorang tamtama memprovokasi menyatakan bahwa Kebo Ijo hendaknya segera masuk ke Bilik Agung dan menghabisi Tunggul Ametung, selagi Ken Arok dan Ken Dedes tidak ada di dekatnya.
Pada saat yang sama pasukan Arok dan laskar rakyat yang datang dari berbagai penjuru telah tiba di Pakuwuan. Gedung Pakuwuan terkepung oleh laskar rakyat, dan para prajurit yang Tumapel pun langsung lari tunggang langgang.
Gemuruh perang yang berasal dari para prajurit Ken Arok dan laskar rakyat semakin menyeruak. Mereka telah menduduki Pakuwuan dengan membawa senjata pedang dan tombak.
Laskar rakyat yang terdiri atas kelas masyarakat, termasuk para petani, bahkan banyak yang mengobrak-abrik bangunan yang menjadi markas persembunyian tentara dan pejabat Tumapel.
Suara laskar rakyat dan pasukan Arok yang bergemuruh dan membahana itu juga menteror sejumlah tamtama yang ada di dalam padepokan karena mengiringi Kebo Ijo. Pasukan Arok dan laskar rakyat itu pun semakin merengsek ke dalam gedung Pakuwuan.
Tak lama kemudian, Ken Arok dan Ken Dedes datang ke pendopo Pakuwuan. Kedatangan Arok dan Dedes ke pendopo ini langsung disambut sorak-sorai pasukan,dan laskar pendukung Arok yang telah merangsek ke dalam.
Gegap gempita menyambut kedatangan Arok dan Paramesywari inilah, sejumlah orang Pakuwuan melihat Kebo Ijo keluar dari Bilik Agung dengan pedang yang berlumuran darah.
Baca Juga
Ken Arok bertanya kepada para tamtama yang berjaga di dalam pendopo, di mana Kebo Ijo berada.
Mendengar suara Ken Arok dan bala pasukannya, Kebo Ijo dengan pedang yang berlumuran darah itu, langsung lari ke Taman Larangan yang ada di dekat Bilik Agung. Namun sesampainya di Taman Larangan ini, Kebo Ijo terperangkap.
Bahkan, ia tidak bisa melarikan diri karena seluruh penjuru sudah terkepung oleh pasukan Arok. Tentu saja, Kebo Ijo langsung tertangkap basah oleh Arok dan Dedes yang diiringi oleh sejumlah pasukan.
(ams)