Prevalensi Stunting Jawa Timur Dekati Angka Nasional

Kamis, 30 Juli 2020 - 21:02 WIB
loading...
Prevalensi Stunting...
Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak.Foto/dok
A A A
SURABAYA - Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak menyebut, prevalensi stunting Jawa Timur saat ini sudah mendekati angka nasional, yakni mencapai 26,91%. Resiko stunting tertinggi berada di kabupaten Probolinggo, Trenggalek, Jember, Bondowoso dan Pacitan.

“Ini PR bersama mengingat di dalam roadmap penurunan stunting, pada 2024 harapannya bisa dibawah 25%. Karena itu, langkah awal dengan memastikan ibu dan bayi mendapat gizi yang baik,” katanya dalam dalam webinar yang diselenggarakan YAICI bersama PP Aisyiyah.

Emil mengatakan, permasalahan gizi memang erat kaitannya dengan ekonomi masyarakat. Hanya saja stunting tidak melulu terjadi karena kemiskinan. Ketidak disiplinan masyarakat juga menjadi salah satu penyebabnya.

(Baca juga: Ngamuk Sebelum Disembelih untuk Kurban, Sapi di Blitar Ditembak )

“Stunting tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat ekonomi rendah, karena penerapan disiplin gizi bukan hanya berkaitan dengan kemampuan membeli makanan, tapi juga pilihan pangannya,” tuturnya.

Hal itu, lanjut emil bisa dilihat dari program yang pernah dilakukan di Pandeglang pada 2019. Disana ditemukan bahwa stunting terjadi karena kesalah pahaman masyarakat yang beranggapan bahwa kental manis adalah susu dan diberikan kepada anak.

“Lalu dilakukan upaya terpadu, kental manis di ganti susu dan ada perbaikan. Ini kemudian dikoordinasikan dengan dinas kesehatan propinsi untuk dilakukan upaya yang sama di Jatim,” ungkap Emil.

Dalam kesempatan tersebut, Emil Dardak juga menyampaikan apresiasi terhadap YAICI dan PP Aisyiyah atas konsistensinya menggalakkan edukasi dan literasi gizi untuk masyarakat. Ia berharap target dari literasi gizi tidak hanya menyasar ibu dan anak, namun juga lingkungan sekitar yang mempengaruhi ibu.

(Baca juga: Diduga Zina, Oknum ASN dan Bidan Asal Sumenep Dituntut 5 Bulan Penjara )

“Ibu-ibu muda saat ini yang rata-rata kelahiran 1990 - 2000, adalah generasi millenial yang pastinya melek teknologi dan informasi. Tapi terkadang, pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya, orang tua, mertua/ nenek. Karena itu, edukasi mengenai gizi dan kental manis juga harus diberikan kepada generasi yang lebih tua ini,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menuturkan pembicaraan mengenai gizi anak harus berawal dari keluarga. Tingkat edukasi orang tua sangat mempengaruhi kualitas anak dan keluarga tersebut.

Sayangnya, berdasarkan profil keluarga BKKBN, sebanyak 16,95% atau kurang lebih 10 juta keluarga Indonesia masuk kategori prasejahtera. Sementara berdasarkan tingkat pendidikan kepada keluarga, terdapat 51,5% kepala keluarga yang menginjak pendidikan hanya sampai jenjang SD.

“Bisa dibayangkan, dengan situasi seperti ini bagaimana tumbuh kembang anak-anak kita. Belum lagi saat ini kita memasuki masa pandemi,” ungkap Netty.

Menurutnya, dibutuhkan kerjasama multi stakeholder untuk mengadvokasi keluarga keluarga prasejahtera dan keluarga rentan miskin, agar kebutuhan gizi anak dan keluarga tetap tercukupi.

Di samping itu, menyadarkan masyarakat dalam menghindari makanan atau minuman (mamin) yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang seperti stunting dan gizi buruk.

“Apalagi di masa Pandemi Covid-19 saat ini, itu tidak bisa menggugurkan kewajiban Pemerintah untuk menjangkau dan membina serta memberikan pelayanan bagi seluruh masyarakat. Salah satunya dalam hal pemberian susu kepada anak-anak, dimana masih banyak orang tua yang sering salah memahaminya. Masih banyak para orang tua, utamanya dari masyarakat tidak mampu, itu menganggap susu kental manis sebagai pilihan tepat bagi anaknya. Pertimbangan mereka memilih susu kental manis kebanyakan karena alasan harga yang relatif lebih murah, mudah disimpan dan tidak cepat basi dibandingkan susu formula,” paparnya.

Netty menegaskan, peningkatkan pengetahuan orang tua tentang pengasuhan yang benar dan tepat bagi anak-anak sesuai tahapan pekembangannya perlu ditingkatkan. Rendahnya literasi masyarakat tentang pola asupan gizi bagi tumbuh kembang bayi dan anak, semakin diperparah lagi oleh iklan-iklan yang membombardir pilihan masyarakat.

Sementara itu, Ketua Mejelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnissa, juga mengingatkan kepada seluruh kader dan jajaran Aisyiyah, untuk tidak memasukkan kental manis dalam bantuan sosial dimasa pandemi Covid 19 ini.

“Mengedukasi dengan memberikan bantuan sembako yang benar adalah hal-hal yang kita lakukan untuk mengetasi stunting dimasa pandemi ini,” jelas Chairunnisa. Ia juga mengingatkan, balita yang sudah terbiasa mengkonsumsi kental manis dapat beresiko terkena malnutrition.

Sebagai organisasi yang bergerak di bidang kepedulian terhadap upaya peningkatan kesehatan masyarakat, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah sejak tahun 2018 yang lalu telah berkomitmen melakukan edukasi gizi dan cara bijak mengkonsumsi susu kental manis untuk masyarakat diberbagai daerah di Indonesia.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1567 seconds (0.1#10.140)